2 June 2015

Surga Neraka ada di Fesbuk

Suatu hari seorang murid kelas 8 bertanya: “Pak, kenapa postingan fesbuk Bapak isinya koq selalu tentang agama?” Dia kemudian melanjutkan dengan memberikan perbandingan jika postingan salah satu guru lain lebih banyak bercerita tentang asmara dan cinta. Awalnya saya kaget mendengar pertanyaan dari murid yang memang keingintahuannya cukup tinggi itu. “Nanti setelah jam istirahat kedua (ba’da salat dhuhur), insya Allah saya jawab ya..”pesan saya padanya.

Pertanyaan yang singkat namun membuat saya kaget dan heran. Kaget karena saya tidak menyangka jika akan ditanya pertanyaan seperti itu. Heran. Emang ada yang salah dengan potongan rambut saya? Apa karena pendidikan jasmani sehingga postingannya hanya berkisar dunia jasmani, sehingga tidak boleh membahas agama? Wah, jangan-jangan ini karena Mustafa Kemal Attaturk yang memisahkan ilmu dunia dan ruhiyah? Pembahasannya bisa berjilid-jilid ini nanti.

Yang jelas, ada prinsip dasar yang saya pegang. Dimanapun kita berpijak, sebarkan kebaikan. Karena suatu kebaikan yang disebarkan, dan orang lain terinspirasi sehingga mengerjakan kebaikan itu, maka disanalah ladang pahala bagi kita. Begitupun sebaliknya.

Jadi, simple saja. Ketika kita bergelut dalam bidang apapun dalam ranah apapun. Kebaikan itu bisa ditularkan. Saya mengenal Mas Yanuardi Syukur, dan saya beruntung dapat membaca cerita inspirasinya dalam bukunya “Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka (FS3N)”. Dari buku yang saya baca pada saat awal fesbuk booming pada tahun 2009, menjadikan saya punya pijakan: fesbuk adalah ladang amal.

Sehingga mulai dari tahun 2009 hingga kini, postingan alhamdulillah ada nafas dakwah. Meskipun diri ini tidak mengikrarkan sebagai pendakwah. Hal itu seolah menjadikan pegangan, jika ada pesan dari nabi kita tercinta “Sampaikanah Walau Hanya Satu Ayat”.

Perjalanan panjang dari sebagai karyawan, mahasiswa, dan kini pengajar memberi banyak warna pengalaman dalam rangkaian perjuangan. Buku FS3N, yang kebetulan (sebenarnya telah Allah gariskan) dibeli misanan dari obralan buku di Ramayana rupanya meneguhkan sikap hidup agar terus beramal dalam kebaikan. Berlomba-lomba dalam Kebaikan, Fastabiqul Khairat!

Peristiwa beberapa hari lalu membuat saya merenung. Ternyata apa yang kita tulis akan dibaca oleh banyak orang, termasuk murid kita. Jadi sungguh berbahaya ketika sebuah tulisan, lebih-lebih yang ditulis pendidik, tidak memberikan ruh kebaikan dan menggerakkan, namun hanya tempelan hiasan. Masihkah ada waktu bagi kita mengisi hati mereka dengan nafas agama?

INSIPIRASI: Karya Yanuardi Syukur

Resensi bukunya ditunggu ya..^^
























sumber: http://4.bp.blogspot.com/

0 komentar: