Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

17 November 2013

Apa Kabar Perjuangan?

Hari Pahlawan 10 Nopember lalu telah lewat, namun esensi perjuangan yang sesungguhnya baru saya temukan dan baru terilhamkan hari ini dan kemarin. Perjuangan yang tak lagi membebaskan bangsa dari cengkeraman imperialisme negara penjajah. Perjuangan yang tak kalah mulia; menyelamatkan generasi muda!

               ***

Rintik hujan baru saja turun dan membasahi tanah di kompleks Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo sore itu (16/11). Kami, beberapa utusan dari Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) se-Kabupaten Sidoarjo diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengikuti Rapimda (Rapat Pimpinan Daerah) yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sidoarjo.

Kebetulan (padahal tak ada kebetulan dalam dunia ini), saya menjadi utusan tungggal dari Cabang Pemuda yang saya gawangi; PCPM Porong. Bersebab udzurnya Sekretaris yang berhalangan hadir. Serta Wakil dan Bendahara yang membatalkan keberangkatannya secara tiba-tiba.  

Setelah menunaikan salat Asar berjamaah di Masjid An-Nur, rombongan yang berjumlah antara 30-40 orang dari belasan kecamatan yang ada di seluruh Kabupaten Sidoarjo itu pun berangkat. Dua mobil milik Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), ditambah satu mobil pribadi milik kader dan beberapa armada roda dua pun dilepas menuju lokasi tujuan.

Dalam keterangan yang tertera di undangan, terdapat nama Villa Pacet yang akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan yang rencananya akan  dilangsungkan selama dua hari satu malam (16-17/11) itu. Didalamnya juga terdapat informasi bila agenda acara juga tak jauh-jauh dari evaluasi  program kerja apa saja yang sudah dilaksanakan oleh masing-masing cabang.

Mobil panther warna krem milik salah satu kader Pemuda asal Sukodono, Mas Syafi’i, membawa kami berangkat. Saya duduk di bangku belakang dan saling berhadapan dengan Mas Khulil, ketua Pemuda Sukodono, disamping saya ada Sekretaris PCPM Sukodono (saya lupa namanya), serta Mas Syamsul, kader Pemuda yang juga berasal dari cabang yang sama. 

Nama terakhir juga mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Kader PDPM Sidoarjo.
Di tempat duduk tengah ada istri dan dua anak Mas Syafii. Dan didepan, ada Ust. Hadi, da’i yang sudah malang melintang di jagat Kepemudaan. Wawasan kelimuan agamanya begitu dalam, dengan penampilannya yang penuh kesahajaan, khas para assatidzs Muhammadiyah yang lain.

Selama perjalanan, kami yang duduk di  bangku belakang saling bertukar cerita tentang perjuangan apa saja yang sudah dirintis, dan kendala-kendala apa saja yang sering dihadapi ketika turun di lapangan. Saya lebih banyak tertunduk dan hanya menjadi pendengar setia. Merasa belum bisa berbuat banyak terhadap kemajuan Pemuda di cabang saya sendiri.  

Mas Syamsul, yang akhir-akhir ini sering akrab dengan saya pribadi, lantaran seringnya berkutat dengan program baru Majelis Kader yang dia besut; Pengajian Pedagang Kaki Lima (PKL) dan tukang becak. Dan masih belum beraksi sampai saat ini, seolah sudah paham dengan situasi, kondisi, serta beberapa tantangan yang ada di Cabang.

Beliau kemudian banyak bercerita tentang cabang Sukodono yang notabene merupakan domisili asal, dan kemudian mendapatkan timbal balik dari Mas Khulil. Jadilah, saya manggut-manggut menyimak mereka, yang terkadang timbul beberapa kalimat tanya yang terlontar dari saya. Dan baru tersadar, di dalam mobil yang saya tumpangi sedari tadi ternyata penuh dengan para kader Sukodono. Kader yang dikenal cukup 'militan'!

Perjalanan pun tak terasa, hingga sampailah kami di tempat tujuan. Pemandangan yang sepertinya tak asing lagi ketika mobil membawa kami memasuki pintu gerbang lokasi. Lagi-lagi saya tertegun sesaat setelah membaca papan selamat datang yang ada disamping dan diatas pintu gerbang kompleks tersebut, saya pun manggut-manggut sendiri.

Manggut-manggut saya karena kompleks tersebut ternyata berada di Pondok Dandung, jalan Ledug-Tretes. Seolah mengalami dejavu, karena dua villa yang baru dilewati mobil yang saya tumpangi tadi meninggalkan kenangan, saat tujuh tahun lalu, ketika baru saja menjalani proses sebagai atlet Smanor.  Hawa sejuk pun menyergap kami, ketika kaki baru saja menginjak paving stone yang berada di depan kompleks villa yang menjadi tempat Rapimda. Sayup-sayup, lantunan kumandang tahrim dari speaker masjid yang ada di seberang bukit menggema diantara pemandangan menjelang maghrib. Menambah kedamaian di hati seolah kami di refresh kembali dari kesibukan harian yang kami jalani.

Masuk ke dalam villa, ketika adzan Maghrib berkumandang di udara. Kami pun segera bergegas mengambil air wudlu untuk segera salat berjamaah. Dan, Ustadz Suhaeri, kader dari PCPM Sidoarjo yang juga menjadi pendidik dan menjabat wali kelas lima di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, di dapuk menjadi Imam salat Maghrib dan Isya’ yang akan kami tegakkan.

Suara takbir mengalun lembut memenuhi ruangan. Di ruang tengah tepatnya kami melaksanakan salat. Nampak gerakan mengangkat serentak, setelah sang Imam bertakbiratul ihram. Surat Al Fatihah yang dibacanya secara tartil seolah menuntun kami pada kekhusyukan petang itu. Disusul kemudian dengan bacaan surat pilihan, yang baru saya ketahui surat Ali Imran ayat ayat 103-104. Anggapan mereka yang menyebut para kader Muhammadiyah tak ada yang bisa membaca Al Quran secara baik dan benar secara tartil, terbantahkan petang itu :)

Jama’ qashar yang kami tunaikan berjamaah berjumlah tiga-dua. Artinya kami melaksanakan salat Maghrib tiga rakaat yang kemudian disambung dengan salat Isya’ dua rakaat. Selesai salat wirid ba’da salat, kami mempersiapkan pembukaan acara yang pertama sembari menunggu para kader lainnya yang belum tiba.

Kira-kira pukul tujuh malam acara pertama dimulai. Diawali sambutan pembawa acara yang memulai acara dengan ucapan basmalah bersama-sama. Kemudian menyanyikan Mars Muhammadiyah yang  langsung disusul Mars Pemuda Muhammadiyah, tujuannya tak lain untuk membangkitkan ghirrah (semangat) malam di dalam dada para pemuda yang hadir pada saat itu. Sambutan dari Ketua PDPM, Mas Jasmuri, yang pada intinya memberikan gambaran jalannya rapat yang akan dimulai dengan paparan program kerja apa saja yang sudah dilaksanakan oleh para pimpinan cabang yang datang. Dan kemudian nantinya diberikan re-orientasi KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) oleh Mas Hayrul. Dan kemudian ditutup dengan paparan proyek dakwah dari Ustadz Hadi.

Rapat pleno pertama pun dimulai. Semua peserta rapat yang hadir mendengar dan menyimak paparan dari para ketua cabang Pemuda masing-masing yang telah diurut sesuai absen. Saya dibuat kagum dengan para kader cabang yang hadir. Diantaranya adalah mereka yang dari Gedangan. Ide mereka yang membuka asuransi kesehatan yang ditujukan para warga Muhammadiyah yang mau berobat ke rumah sakit, sungguh luar biasa menginspirasi. 

Tak kalah menarik adalah program kerja dari cabang Sukodono, yang kemarin menggondol  juara satu dalam turnamen Futsal Melati Cup 2013. Mereka merilis dan mengirimkan sms dakwah secara berkala ke beberapa nomor handphone para kader dan warga Muahammadiyah lain yang sudah terdatabase. Sempat saya mengira, pengiriman sms tersebut dilakukan secara manual, dengan memakai hape biasa. Eh, ternyata saya baru tahu,  mereka sudah mengapilkasikan modem khusus yang memang didesain untuk mengirim multi sms ke multi nomor. Hingga akhirmya tiba giliran saya untuk memaparkan kegiatan  apa saja, yang sudah digeber kawan-kawan dari PCPM Porong

Setelah dikukuhkan pada Musycab September tahun lalu, PCPM Porong formasi baru setidaknya sudah melaksanakan beberapa kegiatan. Beberapa diantaranya adalah Kajian Pemuda yang dilaksanakan saban Sabtu malam ba’da Isya di Musala Nurul  Huda Desa Gedang Kecamatan Porong. Atau, setelah rampungnya Kajian Bulughul Mahram yang diasuh Ust. Eko. Dan dari kajian tersebut, dimunculkanlah tema pada Buletin at-Tajdid yang nantinya diterbitkan secara berkala saban Jumat, dan disebar ke masjid-masjid di kawasan Porong, Gempol, dan sebagian Tanggulangin. Dana? Alhamdulillah swasembada, saat itu kami belum berani menjual buletin warna tunggal tersebut pada pihak lain.

Futsal pun juga pernah menjadi ajang rutin berkumpul para Pemuda, khususnya yang berada di ranting Gedang dan sekitarnya. Bahkan, pernah kami dulu melawan Persatuan Jurnalis Malang (Jurma), dan menjungkalkannya, kala tim kami, PCPM Porong diundang ke Malang dalam laga persahabatan :) Tak lupa kunjungan ke PDPM Batu, untuk melihat proses pembuatan sari Apel serta melihat AUM kreatif berupa wisata dan Outbound yang dikelola oleh Sun Apple-Batu turut kami sertakan dalam “portofolio” malam itu.

Pada bab hambatan dan harapan, saya menuliskan diatasnya, bila Sumber Daya Manusia Muhammadiyah (SDMM) di Porong masih sangat terbatas. Bila kami ingin show of force seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh saudara kami IPNU, seolah rasanya berat. Berat bukan karena dana dan kendala apa-apa lainnya, tapi lantaran karena kesungguhan dan semangat (ghirah) berorganisasi yang kami miliki, sungguh sangatlah kurang. Sampai-sampai muncullah idiom, "bila ketuanya tak  hadir, maka kegiatan pun berakhir". 

Terkesan ketua centris memang, tapi apa mau dikata, kader yang kami miliki mayoritas masih berada dibangku sekolah dan kuliah. Dan tekad kami dalam harapan adalah tak menyerah dengan keadaan. Merancang kembali Buletin At-Tajdid adalah program terdekat dari kami. Dan melakukan up-grading terhadap para kader, menjadi upaya mutlak yang secepatnya dilaksanakan.

Usai memaparkan program kerjanya masing-masing, mas Ronny sebagai pelaksana acara menampung beberapa poin yang akan dibahas esok paginya pada lanjutan pleno. 

Acara kemudian bergulir pada sesi re-orientasi KOKAM yang di sampaikan Mas Hayrul. Titik fokus dari penyampaiannya adalah bahwa KOKAM dulu yang identik dengan militerisme dan tak jauh beda tugasnya dengan para pengaman keamanan lokal semacam Satpam ataupun Banser, sekarang berubah! Karena KOKAM yang baru, identik dengan kesiapsiagaan tanggap bencana, P3K, Pemadam Kebakaran, dan beragam keterampilan dan keahlian hidup lain. Maka, pesan dari Mas Hayrul, mari kita ubah mindset tentang KOKAM yang menakutkan, menjadi penuh kesiapsiagaan!

Sesi terakhir, hari pertama pun tiba. Giliran Ustadz Hadi menyampaikan program rancangannya. Slide demi slide tampilan powerpointnya berisi cetak biru pengembangan dakwah Muhammadiyah yang dibagi menjadi tiga fase; pendek, menengah, dan panjang. Yang luar biasa adalah ide pengembangan sekolah da’i Muhammadiyah, yang didasari dari keprihatinan atas minimnya kader yang berwawasan Ulama yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Terucap lirih kalimat Subhanallah, dan mengaminkan impian tersebut yang insya Allah akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Semoga!           

*Dandung-Lidah Wetan 171113 

6 November 2013

Dinikmatikah Hidup?

Pertanyaan itu terlintas ketika aku membaca status di beranda. Intinya, si empunya status mengingatkan pada khalayak, jika hidup itu "harus" dinikmati. Entah arti menikmati hidup itu seperti apa menurutnya, aku tak bertanya. Dan, tanda kutip pada kata "harus", sengaja kuberikan, bersebab dia kelihatannya mengharuskan semua orang yang menjalin pertemanan dengannya agar-lagi2- "menikmati hidup".

Seperti yang baru kulihat, sebelum aku duduk di warung STMJ langganan. Saat itu, isi dompet sedang sakaratul maut, hanya ada beberapa recehan yang berserakan. Mau tak mau, kartu ajaib kukeluarkan untuk menyelamatkan dompet dan seisinya.

Letak ATM tersebut ternyata berada persis disamping tempat karaoke. Sempat kulihat beberapa orang membawa botol minuman yang identik bersanding dengan bulan itu keluar ruangan.

Dibawanya empat sampai lima botol itu ke trotoar depan tempat karaoke itu. Aku bertanya-tanya, sebebas itukah miras beredar? Sampai-sampai menikmatinya di luar ruangan, tanpa ada penghalang, yang walaupun itu nantinya dilihat anak-anak yang masih banyak berseliweran? Sungguh, nalar ini masih belum bisa menjangkaunya.

Si merah kuparkir sejenak. Sebelum masuk bilik ATM, mata ini sempat mencuri pandang kearah mereka, yang tengah bersantai, bergelak tawa dengan miras di tangannya. Ah, entahlah, belum sempat nalar ini berpikir prosentase kadar alkohol dalam minuman keras berbotol itu, aku buru-buru mengambil selembar pecahan rupiah dari mesin anjungan tunai di depanku.

Si merah kuajak segera beranjak, sempat masih kulihat para kawanan itu sungguh-sungguh "menikmati hidup". Menikmati hidup dari sudut pandang mereka barangkali hanya berkisar tentang pengalihan masalah sejenak. Mungkin, dalam pandangan mereka, dengan miras, masalah kehidupan akan lenyap sejenak. Tak kekal, karena bila efek minuman keras hilang, maka mereka akan mendapati masalah itu datang menyergap kembali.

Atau, analisis pertamaku salah. Sekedar hobi bisa jadi, bukan? Entahlah. Aku masih belum menemukan jawabannya.

Aku masih ingat pesan dari sebuah buku. Bila hidup ini adalah perjuangan. Manfaatkanlah dengan benar. Banyak-banyaklah menabung bekal. Karena ada kehiupan yang lebih kekal.
Bila menikmati hidup itu bermakna mensyukuri. Maka, bukan berarti kita bebas menikmati hidup tanpa aturan, bukan? Wallahu a'lam :)

*edisi surah Al-Ashr, dalam kebaikan dan kesabaran, ada sikap mukmin yang saling menolong.
Lepas pukul sepuluh malam, ketika raya Wiyung masih banyak lalu-lalang kendaraan_


IG roelsebloe

5 November 2013

Kemana lagi Keteladanan Kucari?

Kemana keteladanan harus kucari? Di saat suri tauladan para pemimpin di negeri ini jauh panggang dari api?

Melangkahkan kaki ke kampus pun tiada berarti? Rebutan jabatan struktural, hingga dikotomi kelompok dan kepentingan seolah menjadi keabsahan pandangan.

Aku pun berlari ke televisi, berharap ada berkas cahaya menyinari. Sayang seribu sayang, tontonan nirkualitas dan membodohkan yang mendominasi. Parade ghibbah dan fitnah jadi sajian utama, korupsi para aparatur negara seolah tak ada habis-habisnya.

Melihatnya aku bosan, tombol power pun jadi sasaran. Kuambil surat kabar terkemuka diatas meja. Dan, lagi-lagi nafasku mendesah berat dan panjang.

Setali tiga uang dengan tabung kaca, aku belum menemukan sisi pencerah. Yang kuamati hanyalah para pemimpin negeri yang sibuk mencitrakan diri. Terkadang aku jadi heran, aqidah dengan mudahnya digadaikan. Walau kutahu, kinerja mereka luar biasa hebatnya.

Tapi lihatlah untuk urusan aqidah. Mereka-mereka luar biasa payahnya. Dengan ringan tangan mereka melakukan amalan yang tiada tuntunan. Berdalih popularitas dan kemajemukan, berbondong-bondong mereka berkumpul bersama melakukan amalan yang tak pernah dicontohkan.

Aku pun semakin dibuat bingung. Bangsa dan negara ini telah merdeka begitu lama, tapi mentalitas terjajahnya masih bersemayam dalam dada. Ada yang membanggakan perhargaan, tapi PR masih banyak berserakan. Ada yang menyuarakan kebenaran, tapi dibungkam dengan hawa nafsu dan kepentingan.

Rabbi, hanya kepadaMu kami kembali. Kubuka lemari dan kuambil buku besar yang kudapatkan beberapa tahun silam. Hanya dari buku yang berjudul Sirah Nabawi ingin kugali sebuah keteladanan. Alunan lagu Sajadah Panjang dari penyanyi aslinya pun kuputar. Terdengar jadul memang, tapi setidaknya, aku mendengar makna tersirat yang dalam.

* 1 Muharram di kampung halaman. Beberapa menit menjelang adzan maghrib.

3 November 2013

Bukan Nekat, tapi Semangat!

Namanya mengingatkanku pada salah satu dari empat Imam Madzhab. Dialah Imam Hanafi, kawan seperjuangan di kawah candradimuka kampus FIK Unesa. Meski lahir dan besar bukan di kota Pahlawan, tapi semangat dan kegigihannya seolah mengalahkan "musuh bebuyutan" LA Mania, Bonek!

Ya, kawan kita ini memang berasal dari kota yang terkenal dengan kuliner Soto, Nasi Boran, dan Wingkonya; Lamongan. Tapi, orat-oret kali ini bukan untuk membahas makanan khas dari salah satu kota di pesisir utara Pulau Jawa tersebut, namun "kesan" yg diberikannya tadi pagi seolah masih membekas hingga kini.

Ceritanya masih tentang PKCG, yang berakronim Pelatihan Kompetensi Calon Guru. Mendengar kata pelatihan, bayangan yang ada di benak kepala juga tak jauh-jauh dari sekitar seminar, motivasi, pelatihan, dsb. Termasuk dari kami, beberapa mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga, yang konon katanya "terpilih". Entah, kriteria pilihan tersebut dilihat dari apa, tahu-tahu beberapa nama sudah nongol di mading Jurusan.

Nah, salah satu yg tertarik dg PKCG tersebut, tak lain adalah Imam Hanafi. Sayang seribu sayang, namanya yang sudah mendunia itu tak tercantum di papan kecil sebuah majalah dinding Jurusan.

Tapi, tipikal orang-orang Lamongan yg tak pernah menyerah dengan keadaan menjadikan dirinya selalu mencari jalan agar dapat ikut PKCG. Dan ternyata, celah tersebut berada tepat di bawah namaku yang ada di kertas pengumuman itu.

Salah satu mahasiswa yg sudah lama DO, ternyata masih meninggalkan jejak namanya di kertas pengumuman tersebut. Entah, ada kesalahan entri data, atau yg lainnya, wallahu a'lam. Yang jelas, setelah melihat nama anak yang DO tersebut, senyumnya langsung mengembang. "Aku besok ikut!"Katanya pasti. Aku yg msih bingung hanya bisa menjawabnya dengan ragu, "Ok?!"

Dan akhirnya, sesuai jadwal yang tertempel di papan pengumuman, kami pun berangkat bersama dari kos-kosan Lidah. Jalanan Wiyung yang diprediksi macet Sabtu pagi itu ternyata benar-benar terjadi. Padahal, "jalur sutera"sebagai upaya menghindar jalanan yg padat sudah kami lalui, tetap saja ekor kemacetan ternyata masih berada di sekitar Tol Gunungsari hingga perempatan Wiyung. Alhasil, beberapa menit kami telat datang di lokasi tujuan.

Lebih bisa disebut Lab Komputer daripada Aula, ruang C8 FMIPA Unesa yg menjadi tempat PKCG. Bayangan kami tentang seminar seolah buyar, karena ternyata masing-masing peserta menghadap layar komputer di depannya. Pun demikian dengan pelatihan, karena kami setelah mengisi absensi harus menjawab 60 soal yg yg sudah terprogram. Aku pun duduk di sekat nomor 19, sesuai dengan urutan yang ada di kertas pengumuman yang tertempel di depan pintu, sebelum kami masuk ruangan tadi.

Kemana Imam? Eh, ternyata Imam msih melobi petugas yang ada di depan meja untuk dapat mengijinkannya ikut tes PKCG. Argumen dari Imam, salah satu nama yang tercantum di kertas tersebut, sudah DO pada semester dua, dan dia ingin menggantikannya.

Namun, petugas tersebut tetap bergeming dengan keputusannya. Beliau tak mau menanggung resiko memasukkan nama orang lain diluar daftar yang tercantum. Akhirnya, dengan raut muka menahan kecewa, dia hanya bisa mengucapkan terimakasih pada petugas tersebut dan pamit keluar ruangan. Aku yang duduk di sekat pojok hanya bisa menatapnya kasihan.

Soal-soal yang ada di depan layar, ternyata tak jauh beda dengan yang diujikan saat UAS atau UTS. Namun, ragam dan pilihannya yang berasal dari bebeapa matakuliah yang digabung satu, mengharuskan berlaku cermat sebelum menjawab. Dari beberapa soal yang sudah terjawab, sayup-sayup suara Imam terdengar berdiskusi dengan petugas tadi. Aku pun berharap, ada solusi untuknya yang sudah jauh-jauh datang ke Ketintang dengan seabrek semangat.

Selesai menjawab seluruh soal, aku mencoba keluar ruangan. Masih ada Imam duduk di kursi seorang diri. Kuhampiri dirinya dan kutanya, "Gimana?"

Ada secercah harapan yang tergambar di wajahnya. Dia bilang, petugas tadi langsung menelepon PD 1 (Pembantu Dekan 1-red) setelah mendapat penjelasan dari Imam, terkait data mahasiswa DO tadi. Selanjutnya, petugas tersebut memberikan kesempatan bagi Imam untuk mengikuti tes, setelah mendapat keterangan dan tandatangan (rekom) PD 1.

"Tapi, bsok ya..?"
"Ya, ga pa pa, Pak. Yang penting ikut tes!"Ujarnya optimis.

*repost from Facebook ^^ 61013

dinihari, dua jam sebelum adzan subuh berkumandang_

Menjejak Juanda

Hari itu, si merah naik kasta. Sekian lama "mencium" tanah makadam, pavingan, lubang kecil dan menganga. Akhirnya, kesampaian juga melahap mulusnya aspal jalanan menuju Bandara. 

Sejak pagi si merah tak kemana-mana. Hanya mengantar tuannya ke tanah lapang untuk salat Idul Adha. Selesai salat, kembali merapat ke garasi, bertafakkur sendiri, menanti tuannya kembali. 

Sore hari ketika langit jingga bersemi, tuannya kembali menemui. Agak tergesa tuannya kali ini. Ada sedikit "aroma" kambing dan sapi terselip, meskipun ia yakin, tuannya sudah sekuat tenaga menghalaunya pergi. Dilihatnya baju sang tuan diberi wewangian, rambut diminyaki agar keliatan segar. "Mau kemana si tuan?"tanya si merah dalam angan.

Teka-teki terjawab akhirnya, ketika sang tuan membawanya sampai Aloha. Putar alur, kemudian lurus ke timur. Sempat terbata-bata mengeja satu nama; Juanda International Airport, rupanya.

Sampai di gate pertama, nopol yang melekat padanya dicatat. Kertas putih diberikan, sang tuan memberikan lembar dua ribuan. Perjalanan pun dilanjutkan, setelah sang tuan menerima kembalian.

Sepanjang jalan, dilihatnya beragam pemandangan. Dari pusat pemancar sinyal, lalu lalang burung besi yang datang dan pergi, pepohonan tak tinggi di kanan-kiri. Hingga deru mesin mobil dan motor yang saling mendahului.

Tiba juga di tempat parkir utama. Luasnya bisa sampai beberapa kali luas area parkir di Graha Pena. Mencari tempat yang pas, setelah karcis distempel petugas. Dipandanginya sang tuan sibuk menarikan jari diatas layar ponselnya. Sesekali sang tuan clingukan kanan-kiri, seolah ada sesuatu yang ingin dicari.

Sang tuan pun bergegas memarkir dan mengunci stir. Si merah hanya bisa menatapnya dari kejauhan, kala sang tuan menuju bangunan yang mengumandangkan adzan. Sudah masuk waktu maghrib.

Kurang lebih enam puluh menit dia sendiri. Langit yang tadinya keemasan, kini berganti kemerahan. Sang surya pun tenggelam berganti malam. Lamat-lamat sang tuan kembali terlihat. Masih sibuk dg ponselnya sendiri. Kali ini ia heran melihat tuannya. Yang kadang berhenti, menatap keypad, dg sudut bibir terangkat. Entah, siapa yang tahu isi hati tuannya. .

*repost from Facebook 191013

Menarikan jari, kala langit dihiasi awan putih. Sepertiga malam baru saja terlewat di A. Yani 88..