Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

29 December 2011

Tridente Bola Basket Dasar

Sudah menjadi hal yang umum di masyarakat kita, olahraga sepakbola adalah olahraga yang menjadi primadona. Dengan berbekal lapangan sepetak, beralas semen, paving atau lumpur pun tak jadi masalah. Rumput hijau nan empuk menjadi barang mewah. Tak salah sepak bola digeluti semua kalangan mulai anak-anak SD, sampai mereka yang menjadi ketua RT atau RW. Mereka adalah laskar GiBol (Gila Bola).

Sayangnya, saat kita menyukai sepak bola, kita pun sudah mulai menutup mata dengan olahraga-olahraga yang berkembang disekitar masyarakat kita. Seolah-olah sepak bola adalah satu-satunya olahraga yang dapat menaikkan derajat bangsa. Padahal kalau mau obyektif, untuk mendapatkan satu keping emas SEA Games pada cabor sepak bola, timnas kebanggaan kita harus berjuang mulai babak penyisihan grup, semifinal, sebelum akhirnya sampai pada partai puncak. Yang menyedihkan adalah, ketika pada partai final, kita harus kalah tragis dalam partai adu penalti, sangat sayang sekali bukan. Namun, itulah pertandingan, pasti ada yang kalah dan menang. 

Olahraga basket, seperti halnya dengan olahraga-olahraga 'impor' lain (sebutan para mahasiswa-pen) semacam softball dsb, menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa pendidikan olahraga (penor) yang dituntut agar mempunyai kompetensi yang unggul, yang tidak hanya dalam konteks teori, namun sekaligus juga dalam tataran praktek.
Karena sedari kecil hingga dewasa sekarang, olahraga yang digeluti terbatas hanya sepakbola, maka mau tak mau, belajar basket harus mulai dari awal alias nol, dan startnya pun dimulai dari perkuliahan. 

Namun, angin segar masih bisa dirasakan para mahasiswa jurusan pendidikan olahraga Unesa, niat belajar basket pada matakuliah bola basket dasar, disambut dengan hadirnya 3 Dosen yang berpengalaman, dan dapat dikatakan sebagai pakarnya basket (Jawa Timur). Bukannya sok membangga-banggakan, namun, itulah yang kami rasakan selama mengikuti perkuliahan bola basket dasar (BBD). Trio pengajar mata kuliah BBD adalah orang-oarang yang sudah asam garam menyelami perbasketan nasional. 

Dimulai dari Pak Soedarso, beliau adalah mantan pelatih tim basket putri PON. Dosen serba bisa yang sekarang menjabat sebagai Pembantu Dekan 3 (PD 3) Fakultas Ilmu Keolahragaan Unesa itu sudah malang melintang di dunia perbasketan nasional. Gaya mengajarnya yang segar, dan ceplas-ceplos membuat Bapak yang satu ini menjadi dekat dengan para mahasiswanya. 

Yang kedua adalah Abdurrahman Syam Tuasikal, atau para mahasiswa FIK biasa memanggilnya Pak Rahman.  Dosen yang barusan naik haji ini, dikenal mempunyai kepribadian yang ramah, terbuka, dan care terhadap semua mahasiswa. Sering Bapak yang sudah pernah menjabat sebagai Dekan FIK ini mengerjai para mahasiswa-mahasiswa yang usil. Pengalamannya yang segudang diblantika pendidikan dan perbasketan nasional, menjadikan Bapak kita satu mempunyai daya 'sensitifitas' tinggi terhadap mahasiswa. Tidak jarang, beliau dapat membaca karakter mahasiswa yang diajarnya pada saat kuliah perbasketan berlangsung.

Yang terakhir adalah Dwi Cahyo Kartiko, atau Pak Cahyo, alias Pak 'DCK' (merujuk pada alamat emailnya yang menggunakan domain tiga kata-pen). Dosen yang dikenal memahasiswa ini adalah salah seorang wasit basket yang sudah malang melintang di kawasan nasional sampai internasional. Even-even bola basket semacam NBL, Libama dsb, sudah menjadi langganan pasti untuk menjadi pengadil pertandingan pada kompetisi tersebut. Dosen yang mempunyai pembawaan santai namun serius ini, selalu dirindukan para mahasiswa ketika perkuliahan akan dimulai. Selain mengampu mata kuliah BBD, beliau juga menjadi pengajar pada mata kuliah Biomekanik, mata kuliah yang sering membingungkan mahasiswa FIK, namun ditangan beliau mata kuliah ini menjadi salah satu favorit. Hal itu tak terlepas dari pembawaan beliau yang memahasiswa, menganggap para mahasiswa adalah partner yang bisa diajak kerjasama untuk menyelesaikan sebuah masalah. Kesibukannya yang luar biasa, tak menyurutkan beliau untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Selain menjadi dosen FIK dan wasit basket nasional, saat ini beliau juga sedang menempuh kuliah S-3 di Unesa. Salah satu mottonya: "Jika kita tidak mampu membantu orang lain, jangan sampai kita mempersulit orang lain.."

Saluut..Jempol 3 buat para Dosen FIK..!
Darul@MitraNet-LidahwetanSby

Ragam Olahraga Tradisional Nusantara


Jika entri pertama, ada olahraga tradisional semacam gasing, gobak sodor dan egrang, maka lanjutannya yang kedua masih tentang macam-macam olahraga tradisional, tapi sekarang berlanjut ke congklak, karapan sapi, pacu jalur, patihol dan pencak silat. Ya, pencak silat termasuk olahraga tradisional, karena olahraga tersebut adalah warisan nenek moyang kita sejak zaman lampau. Mau lebih lengkap..Yuk, kita simak beberapa diantaranya:



CONGKLAK
Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Dalam permainan yang dilakukan dua orang ini biasanya menggunakan sejenis cangkang kerang sebagai biji congklak, kadangkala pula digunakan juga biji-bijian tumbuhan. Media yang digunakan adalah sebuah papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) biji congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari papan kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng, atau plastic. Pada papan congklak terdapat 16 buah lubang yang terdiri atas 14 lubang kecil yang saling berhadapan dan 2 lubang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lubang kecil di sisi pemain dan lubang besar di sisi kanannya dianggap sebagai milik sang pemain.



KARAPAN SAPI
            Karapan sapi merupakan isti;lah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan sapi-sapi yang lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan tersebut dapat berlangsung sekitar 10-15 detik. Karapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengililingi arena pacuan dengan diiringi gamelan jawa yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah., sedangkan babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang.



PACU JALUR
            Pacu Jalur adalah sejenis lomba perahu dayung tradisional yang berasal dari Riau. Berukuran panjang sekitar 25-40 meter dengan awak perahu 40-60 orang. Setiap tahunnya, sekitar tanggal 23-26 Agustus, diadakan Festival Pacu Jalur sebagai sebuah acara budaya masyarakat tradisonal dari Kabupaten Teluk Kuantan, Riau, bersamaan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pacu Jalur ini sudah masuk dalam kalender pariwisata nasional. Biasanya sebelum acara dimulai, diawali upacara sacral oleh pawang jalur. Seluruh Desa dan Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singing mengirimkan wakilnya untuk mengikuti lomba sebagai partisipasi dan prestise masing-masing desa. Selain perlombaan, diadakan juga Pekan Raya Kuantan Singing, pertunjukan Sendratari dan, lagu daerah, randai dan lain sebagainya.



PATHOL
            Pathol adalah olahraga gulat tradisional. Olahraga ini populer di wilayah pantai utara mulai dari Rembang hingga Tuban. Laiknya gulat biasa, Pathol mempertandingkan dua orang di tengah arena. Arena Pathol biasanya berupa pasir karena itu sering dimainkan di pantai. Kedua atlet Pathol hanya mengenakan celana pendek dengan selendang atau tali terikat di pinggangnya. Pegulat yang menang adalah yang berhasil menelentangkan lawan hingga punggungnya menempel di pasir/ arena.



PENCAK SILAT
            Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena itulah catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah yang lain. Seperti asal mula aliran silat Cimande yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet, dan ia mencontoh pertarungan hewan tersebut. Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjakl abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini sudah diakui sebgai budaya suku melayu, yaitu para penduduk daerah pesisir Sumatera, daerah Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Semenanjung Malaka.*

  (darulsetiawan@dBox.net-Porong)

Menguak Asal-usul Olahraga Asli Nusantara


Olahraga lahir dan berkembang berawal dari tradisi. Sumber-sumber sejarah menyimpulkan, bahwa olahraga memiliki akar yag berasal dari aktivitas manusia untuk meningkatkan kemampuan dalam menaklukkan alam dan lingkungan. Dari Majalah FORMULA, volume IV-September 2010, kita akan belajar mengenal dan mencoba melestarikannya.

            Tak sedikit dari olahraga yang berkembang saat ini berasal dari tradisi budaya suatu bangsa. Berbagai catatan sejarah pun membuktikan, semisal catatan seorang petualang bahari, Kapten Cook yang menyebutkan, saat ia pertama kali datang ke kepulauan Hawaii, pada tahun 1778, ia melihat penduduk asli melakukan aktivitas selancar. Kemudian penduduk  Indian yang merupakan masyarakat asli Amerika Serikat, bermain ‘lacrose’, sepak bola, lari, dan sejenis permainan atletik lainnya.
            Lalu, ada suku Maya dan Aztec di Amerika Selatan, yang mempunyai budaya permainan bola. Lapangan yang digunakan dahulu, masih digunakan sampai sekarang. Karena itu, cukup beralasan bahwa olahraga dapat dikatakan memiliki akar yang bersumber dari kemanusiaan itu sendiri.
            Di Indonesia, kegiatan semacam hal tersebut masih bisa diketemukan, dan sangat beragam  di hamper setiap komunitas masyarakat, yang lebih dikenal sekarang dengan olahraga tradisional. Lihat saja, tradisi melompat batu (fahombe batu), olahraga tradisional bak olahraga loncat tinggi di dunia olahraga modern itu, sejak zaman nenek moyang telah menjadi ciri khas dari masyarakat Nias, tepatnya di Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara. 
            Tradisi melompat batu setinggi lebih dari 2 meter itu adalah ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda dewasa atau belum. Para pemuda itu, akan diakui sebagai lelaki pemberani dan memenuhi syarat untuk menikah, apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter.
            Cara melakukan lompat batu, para pemuda sambil mengenakan pakaian adat, berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat melewati bangunan batu yang tinggi tersebut. Sampai sekarang tradisi ini tetap terjaga di tengah gempuran budaya modern yang semakin deras.
            Sejauh ini hanya Indonesia yang mengenalkan jenis olahraga tradisional kepada publik dalam negeri. Yang dimaksud dengan olahraga tradisional adalah jenis olahraga yang timbul berdasar permainan dari masing-masing suku dan etnis yang ada di Indonesia. Dan cabang-cabang ini tidak semuanya dilombakan laiknya fahombe batu, baik secara nasional maupun internasional.
            Olahraga tradisional semacam Fahombe Batu (Nias). Rajo-rajo (Bengkulu), Naik Sigai (Kalimantan Selatan), Cu (Jambi), Hekan Salu (Sulawesi Tenggara), Kuda Tunggang (Sumatera Utara) Serok Mancung (Jawa Tengah). Kemudian Kerbau-kerbauan (Kalimantan Timur), dan Mana Tika (Nusa Tenggara Timur), dalam suatu festival olahraga tradisional, hanya disajikan sebagai pertunjukkan permainan saja, tidak dilombakan.
            Sedangkan olahraga tradisional yang sedang berkembang di Indonesia, yang sekarang diperlombakan atau dipertandingkan diantaranya adalah Sepak Takraw, Pencak Silat, Karapan Sapi, Engrang, Patihol, Congklak, dan Pacu Jalur. Olahraga-olahraga tersebut harus terus dikembangkan agar dapat tetap diwariskan kepada generasi muda bangsa. Salah satu even untuk melestarikannya, diadakanlah Festival Olahraga Tradisional (FOT), yang pada tanggal 15-18 Juli tahun lalu, diselenggarakan FOT VII di Ambon. Berikut beberapa olahraga tradisional yang umumnya diperlombakan:


GASING     
 
          Gasing merupakan salah satu permaianan tradisional Nusantara. Di wilayah pulau tujuh (Natuna), Kepulauan Riau. Permainan gasing telah ada sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya dilakukan di pekarangan rumah yang kondisinya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan maupun beregu dengan jumlah pemain yang bervariasi sesuai kebiasaan didaerah masing-masing.

GOBAK SODOR
            Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, dimana masing-masing tim terdiri dari 3-5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulutangkis dengan acuan garis-garis yang ada, atau biasa dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4 meter yang ibagi menjadi enam bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
            Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjada lapangan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu anggota grup yang menjaga batas horizontal dan anggota yang menjaga daerah vertikal. Bagi anggota grup yang mendapat menjaga garis batas horizontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan oleh garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus juga sangat sulit, karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

ENGRANG
            Engrang, Egrang atau Jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang dilengkapi tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, yang digunakan untuk berjalan diatas tanah selama naik diatas ketinggian normal. Di dataran banjir, pantai atau tanah labil, bangunan sering dibuat diatas jangkungan agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun. (bersambung..)

21 November 2011

Membedah Khasiat Ginseng Indonesia



           
            Tak selamanya yang tradisional itu berarti tertinggal atau kuno. Dalam dunia pengobatan, cara-cara tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami sampai sekarang justru masih digunakan  dan bahkan semakin populer seiring semangat back to the nature atau kembali kea lam.
            Pengetahuan dan penggalian akan manfaat bahan-bahan alami tersebut memang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, ketika zaman nenek moyang. Namun, kesadaran bahwa ternyata bahan-bahan ini mampu menunjang kesehatan manusia membuat orang perlahan beralih dari yang modern-meski ada pula yang masih memandangnya dengan sebelah mata.
            `Tidak heran jika kemudian banyak penelitian dilakukan untuk menguji atau bahkan mengembangkan bahan-bahan alami tersebut. Bukan saja karena potensi yang demikian luas dan terbuka, tetapi juga karena adanya kebutuhan dari masyarakat dunia yang demikian besar.
            Salah satu bahan alami yang telah banyak mendapat sorotan untuk menjaga dan memulihkan kondisi tubuh adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza) yang berkhasiat antara lain untuk mengatasi gangguan lever, mencagah hepatitis, serta kurang nafsu makan. Saking banyaknya manfaat yang diberikan, wajar jika bahan ini coba dibangkitkan sebagai “ginseng” Indonesia.
            Harian Kompas, terbitan Selasa, 4 Oktober 2011 menjelaskan beberapa cara mengonsumsi temulawak dan merasakan manfaatnya. Pertama, dengan memarut temulawak dan memerasnya. Jika khawatir terlampau pahit, bisa dicampur air putih atau ditambah madu  agar rasanya pun menjadi lebih nikmat. Tentu sebelum diparut, temulawak temulawak dicuci terlebih dahulu agar lebih higienis.
            Cara berikutnya adalah dengan merebus irisan temulawak yang telah dikeringkan, air rebusan inilah yang kemudian dapat diminum. Beberapa orang lebih menyukai cara ini karena rasa temulawak menjadi tidak terlampau tajam.
            Terakhir, kalau mau yang lebih praktis, kini dapat dijumpai temulawak yang dikemas dalam bentuk sachet, tinggal masukkan gelas dan seduh. Selamat mencoba dan salam sehat selalu..
(roelsebloe@mitranet-lidahwetan)