Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

29 December 2013

Mereka Bilang Jama'ah Tabligh

Akhir pekan biasanya dimanfaatkan banyak orang terutama anak-anak muda untuk bersenang-senang. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan Sabtu malam untuk hangout keluar rumah bersama kawan-kawan atau teman dekatnya. Setidaknya, fakta itulah yang tampak dari pengamatan beberapa kali dan apa yang pernah penulis alami. Bagi mereka yang berada di kota, destinasi tujuannya adalah jalan-jalan ke mal untuk berbelanja atau sekedar cuci mata. Tapi untuk mereka yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, dan berada di 'pedalaman', menghabiskan akhir pekan biasanya digunakan untukl sekedar nongkrong di tempat-tempat keramaian. Pasar Porong contohnya, hehe..

Tapi siapa sangka, kebiasaan yang tak membawa faedah fiddini wal akhirah tersebut disadari oleh sekelompok pemuda kota udang, Sidoarjo. Mereka akhirnya memanfaatkan momen Sabtu malam tidak untuk kemudharatan, melainkan untuk menimba bekal, yakni ilmu agama.

Seperti Sabtu malam lalu (28/12), selasar masjid An Nur (kompleks Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo) disesaki sekitar 20-30 pemuda. Mereka khusyu' duduk melantai dan mendengar kajian. Kegiatan yang dimulai ba'da salat Isya' itu memang sengaja diisi dengan kajian Islami seperti bedah hadits. Tak hanya itu, ada juga kupasan materi tentang HPT (Himpunan Putusan Majelis Tarjih).

Yang menarik, setelah kajian, para pemuda yang tergabung dalam organisasi Pemuda Muhammadiya Sidoarjo tersebut tak lekas pulang. Tapi mereka semua bermalam di masjid yang juga menjadi pusat dakwah Persyarikatan Muhammadiyah itu. Setelah kajian HPT selesai dan beristirahat, kegiatam akan dilanjutkan dengan Salat Lail berjama'ah. Sembari menungu salat subuh yang nantinya akan dipungkasi dengan kultum. 

Program kegiatan yang rencananya akan dilangsungkan sekali sebulan itu akan dijadwalkan bergilir ke seluruh cabang Pemuda Muhammadiyah yang ada di kecamatan se-Sidoarjo. Bulan depan, Masjid Mujahidin cabang Balongbendo mendapat kesempatan pertama setelah launching program yang awalnya dinamakan safari dakwah itu. Awal-awal, sempat muncul perdebatan penggunaan nama yang tepat bagi program tersebut. Jika nama safari dakwah yang dipakai, dikhawatirkan ada kesamaan nama dengan organisasi Jama'ah Tabligh, yang terkenal militan berdakwah berbulan-bulan lamanya berkeliling dari masjid ke masjid. 

Dan akhirnya, atas beragam saran yang muncul dari para tetua organisasi, program itu akhirnya berganti nama menjadi Baitul Arqam. Mengacu pada nama sahabat Arqam, pengikut Nabi (Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam), yang rumahnya dipakai untuk menyebarkan Islam ketika di Mekkah.

Membulatkan tekad hanya untuk meraih ridha Allah semata adalah tujuan dari program tersebut. Yang tentu, ada misi dakwah yang tak lepas dan menjadi nafas dalam tiap langkah organisasi otonom, Pemuda Muhammadiyah. 

Bismillah..



111o 30' - 112o 35 BT dan 6o 40' - 7o 18' LS



28 December 2013

Menulis itu..

"Menulis itu ibarat menyanyi,"kata Asma Nadia dalam laman fanpage KBM-nya. Saya setuju sekali bila aktivitas menulis diibaratkan layaknya menyanyi. Kita tak pernah peduli, biar orang lain berkomentar apa tentang lagu yang kita nyanyikan. Biarlah mereka mengatakan suara kita fals, serak, atau mendayu-dayu, tapi kita tetap senang menyanyi. Karena itu tadi; senang. Dan aktivitas yang dilakukan dengan kesenangan bisa disebut dengan hobi. Walhasil, jika kita melakukan aktivitas berdasar hobi, selayaknya kita sedang bermain, bersenang-senang, tanpa terbebani oleh apapun.

Awal-awal dulu ketika masih bergiat menulis di warnet, saya menulis hanya beberapa kali dalam sepekan. Dan itu pun kadang tak rutin, kadang sepekan sekali, dua kali, tiga kali, atau saat dulu masih booming facebook,bisa sampai lima sampai tujuh kali mengunjungi warnet.Dan menulisnya pun dengan bebas tanpa beban. Tanpa harus memikirkan tulisan ini bakal enak dibaca atau tidak. Dan, setelah saya baca dan amati, tulisan-tulisan saya yang saya buat dulu sungguh natural. Ibarat sebuah puisi, munculnya itu dari lubuk hati yang paling dalam (he..mungkin karena saking ngempetnya mau nulis tu ya..)

Sampai kemudian saya masuk kuliah di Unesa dan berkeinginan punya amunisi sendiri, yakni laptop. Dan melengkapinya dengan modem yang tersambung dalam dunia mayantara. Awalnya, sangat giat dan semangat dalam menorehkan goresan keyboard. Baik itu di FB, blog, maupun dalam catatan di Word. Tapi, itu tak berlangsung lama. Karena ada daya tarik lain yang disajikan dunia maya. Apalagi ketika sudah mengenal Youtube, aplikasi desain seperti Coreldraw dan Photoshop, praktis saya sendiri yang awam dalam hal desain-mendesain harus mengerahkan daya dan upaya untuk bisa mencobanya dan memahami kinerja aplikasi tadi.

Dan bisa ditebak. Kuantitas dan kualitas tulisan semakin menurun. Resolusi tahun ini juga nampaknya agak sedikit ada evaluasi. Menerbitkan buku kelihatannya masih harus diusahakan dan menunggu tahun depan. Menulis harus saya kembalikan ke khittah semula, yaitu untuk kesenangan dan kepuasan batin, Menulis pun harus saya lakukan tanpa beban, ibarat hobi atau kesenangan, yang semakin dilakukan, semakin menyenangkan.

Dua ribu empat belas tinggal menunggu hari. Resolusi tahun ini sedikit demi sedikit saya evaluasi dan susun kembali. "Harus detail, dan memberikan energi,"kata Jamil Azzaini dalam tweet-nya. Semoga, saya menulis tanpa terpengaruh mood.

Membaca bacaan-bacaan bagus juga harus menjadi kebutuhan. Karena membaca adalah pabrik dari aktivitas produksi menulis. Entah itu dalam suasana baru gajian, banyak utangan, jatuh cinta, patah hati, dapat rezeki, kehilangan laptop, atau apalah itu yang menimpa dan memberi warna kehidupan, semoga tetap ISTIQAMAH menulis dan menyebar salam, menyebar kebenaran dan kemaslahatan.
Amiin..

*Porong 281213
Dalam suasana ruang tamu yang bertaburan sinar wifi

16 December 2013

Seperempat Abad

Diantara waktu yang terus bergerak..
Aku menatap masa depan sebagai tantangan, memandang hari esok seolah merajut harapan..
Sementara masa lalu adalah pembelajaran, belajarlah dari beberapa kesalahan yang diperbuat, dari kealpaan manusia biasa, tempatnya salah dan lupa..
Menjadi tua adalah kepastian, menjadi dewasa adalah pilihan. Karena hidup ini memilih, ketika banyak peluang yang dihadirkan olehNya kita ambil dan kita pilih..
Fase hidup ini menjadi cerminan diri untuk terus berbuat yang terbaik yang bisa dilakukan. Hanya orang-orang yang tak berkemajuan, yang menyandarkan dirinya pada apa yang dimilikinya sekarang, yang merasa puas dengan segala titipan dariNya. Di sisi lain, ada banyak yang masih terbelenggu dengan karakter terjajah yang bersemayam dalam dirinya. Yang menghamba pada selainNya, entah itu diperbudak oleh harta benda, kekuasaan, atau nafsu yang mengangkanginya..
Aku belumlah sempurna menjadi manusia. Manusia yang diberikan tugas oleh Tuhan untuk menjadi KhalifahNya. Manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepadaNya. Dan menjadi golongan manusia mukhlasin, yang tak pernah goyah dari godaan dan bisikan iblis..
Tapi aku bersyukur dengan anugerah Allah yang luar biasa berlimpah. Dari Bapak-Ibu yang melahirkan dan membesarkanku, aku belajar banyak darinya makna ikhlas. Ikhlas yang tempatnya di dalam hati dan tak tampak bila hanya dibuai kata-kata indah. Aku belajar dari mereka bedua, keikhlasan dan kesederhanaannya. Walau mereka berdua tak mengenyam bangku kuliah, tapi doa mereka selalu menyertai langkah..
Untuk guru-guru yang memberikan ilmu. Tak pernah lelah rasa terimakasihku. Karena ilmu tak berbatas, yang tak hanya berkutat pada bangku dan gedung yang bersekat, ada banyak guru yang mewarnai perjalanan hidupku. Dari majelis ilmu di masjid, sampai pengalaman hidup yang bisa kupetik dari mereka-mereka para guru kehidupan.
Entahlah, aku merasa bersyukur dipertemukan dengan mereka. Ada penerang, laksana obor yang menerangi kegelapan. Ada secercah sinar yang menuntun pada jalan kebenaran, jalan yang diridhai dan dirahmati. Yang itu kadang sulit, terjal, dan.mendaki..
Di seperempat abad kedua hidupku. Aku ingin tetap melanjutkan perjuangan. Meniti jalan yang dilalui para syuhada yang berjuangdi jalanNya. Menjadi mujahid tanpa makna yang dipersempit. Menjadi mujahid yang berjuang dengan sungguh-sungguh mengerahkan jiwa raga, harta benda, serta keilmuan yang dimilikinya. Untuk menjunjung tinggi kemuliaan agama, untuk mengharap ridhaNya.
Jalan yang kudaki akan banyak rintangan dan cemoohan. Tapi yakinlah, jalan ini adalah yang lurus dan benar. Karena betapapun kuatnya agama yang bersemayam, akan hilang tak berbekas bila tanpa amalan. Dan tak akan bernilai dihadapanNya, bila niat bukan karenaNya.

sumber: imuslim
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al Quran Surat Al Hujurat (49) ayat 15)



11 December 2013

Ganjalan

Ada yang mengganjal ketika film itu diputar. Aku masih belum percaya bila film yang ber-budjet milyaran itu mengabaikan hal-hal mendasar. Entahlah, kekurangpahaman para pemerannya atau sutradaranya.

Aku masih gamang bila film itu diberi label religi. Karena banyak adegan yang mengusik pikiran. Dari beberapa busana yang terbuka hingga adegan makan yang tak menggunakan tangan kanan. Dari beberapa scene yang melibatkan interaksi antar non mahram, hingga gerakan salat yang kurang disempurnakan.

Ingin kukirim salam pribadi pada penulisnya. Ada yang diabaikan, ada yang luput dari film adaptasi novel tersebut.

Mengkritisi bukan karena benci, hanya kepedulian untuk saling mengingatkan, agar kealpaan bisa hilang dan tak terulang.

#99CDLE

7 December 2013

Cahaya di Masjid Lumpur

Hawa panas siang itu terasa sangat menyengat. Alih-alih berteduh untuk mendinginkan suhu, motor merah malah kupacu menyusuri aspal jalanan agar segera sampai tujuan. Agak tergesa memang, khawatir bila pahala berkurang. Alhamdulillah, beberapa meter memasuki parkiran, sayup-sayup suara adzan baru berkumandang.

Nurul Azhar namanya. Masjid yang dikelola Yayasan dengan nama yang sama tersebut berjejal jama'ah. Kewajiban bersegera salat Jumat seolah membangkitkan kembali kejayaan masa lalu masjid itu. Rumah Allah yang namanya terinspirasi dari tempat menimba ilmu sang Kyai di negeri Hasan Al Banna tersebut ramai layaknya malam i'tikaf tiba. Ada nostalgia, berkhayal jika penuhnya shaf bisa ditemui di waktu-waktu salat lainnya.

Aku bergegas mengambil wudhu. Sedikit asin terasa ketika air memenuhi langit-langit dalam rongga mulut. Entah apa sebabnya. Efek bencana tujuh tahun lalu atau lainnya, entahlah. Yang jelas, tanggul penahan luapan lumpur semakin kokoh berdiri. Nanar menatap masjid di depannya.

Kumulai salat qabliyah sebelum duduk diam mendengar khutbah. Menjelang takbir, sempat kulirik sang khatib yang berdiri diatas mimbar. Ada sosok ulama besar rupanya.

Tak salah bila aku dibuat kagum dengan keilmuannya. Dari materi khutbahnya saja, orang lain pun bisa menebak seberapa kapabilitas seorang khatib. Tersadar akan sosoknya yang telah bermukim lama di tanah hijaz. Disanalah tempat beliau menghabiskan masa muda dengan menimba lmu agama. Dari beberapa pengajian dan referensi yang kami ikuti, beliau salah satu maestro di bidang ilmu Fiqih, lmu yang berkaitan erat dengan bahasan peribadatan.

Ustadz Aliga Ramli, Lc, pengajar di Pesantren Persis-Bangil yang sekaligus menjadi satu diantara beberapa pengurus di Yayasan Nurul Azhar tersebut  menyampaikan betapa pentingnya menuntut ilmu. Runtutan materi khutbah yang disampaikan, seolah sayang bila sedetik saja terlewatkan. Seperti ketika masuk pada sebuah ayat, tentang firman Allah yang termaktub dalam Al Quran. Yakni, Allah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Pahala mereka disamakan dengan para Mujahid  pembela Dienul Islam.

Selain itu, ada peringatan bagi mereka yang menuntut ilmu bukan karena niat menyebarkan dan memberi pencerahan. Dan yang patut diingat, ada tiga landasan pokok yang tidak bisa terlepas dan saling berkaitan. Ketiganya adalah iman, ilmu dan, amal. Tanpa iman, sia-sia kita berilmu dan beramal. Beriman dan beramal tapi tanpa ilmu, seolah jauh dari tuntunan. Begitu pula orang beriman dan berilmu  tapi tiada beramal, betapa gersang keridhaan Allah padanya. Astaghfirullah..

Ba'da khutbah yang disambung dengan salat dua rakaat, aku kembali berdiri menegakkan salat. Dua rakaat ba'diyah menjadi penutupnya. Usai salam, aku melihat Ustad Aliga baru menyelasaikan salat sunnahnya. Segera kutemui beliau dan bersalaman. Sedikit bertanya, kapan dan dimana beliau memberi kajian. "Tap hari Senin ba'da Maghrin di Masjid Al Falah-Gempol,"ujar beliau.

Beliau pun pamit pulang. Aku dan kawanku yang saat itu berada disampingnya berdiri serempak. Sempat kutawarkan tumpangan si merah. Namun, beliau khawatir masuk angin. Beliau melangkahkan kaki setelah menyalami kami. Dari kejauhan, beliau berjalan menuju jalan raya. Menunggu angkutan yang membawanya pulang kerumah..

#saat tafakkur dan introspeksi mendapat tempat kembali.
Ditulis bersambung, kampung halaman-rumah singgah.
101213

Allahuyarham Ustadz Aliga Ramli, Lc., satu dari beberapa ulama kota lumpur, Porong, yang kembali ke Rahmatullah. Semoga kami bisa meneladani kiprahnya dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya, dengan niat hanya mengharap ridhaNya.. 

6 December 2013

Jadilah Mujahid Sang Pencerah!

Pesan itulah yang disampaikan Prof. Thohir Luth, ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dalam pembukaan Baitul Arqam Madya (BAM) Pemuda Muhammadiyah di Ma'had Darussalam- Lawang (29/11-1/12).

Kegiatan yang diprakarsai Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim itu mendapat sambutan luar biasa dari para kader, terutama mereka yang bergerak dalam bidang pengkaderan dan dakwah dari masing-masing daerah (kabupaten/kota-pen) yang memang menjadi sasaran utama dalam kegiatan tersebut. Hal itu tampak dari penuhnya kuota peserta yang hadir dalam kegiatan yang merupakan lanjutan dari Baitul Arqam Dasar (BAD), yang dilangsungkan beberapa waktu silam.

Lebih dari 70 orang utusan menghadiri kegiatan yang juga bersamaan dengan Pelatihan Da'i Lanjutan itu. Dalam sambutannya, Prof. Thohir menekankan peran penting kader dalam kelangsungan dan eksistensi persyarikatan Muhammadiyah. "Saya ingin rumah besar Muhammadiyah diisi oleh para kader Muhammadiyah,"harap beliau yang kemudian diamini para peserta BAM.

Harapan yang muncul dari orang nomor satu di jajaran kepengurusan Muhammadiyah Wilayah Jatim tersebut tak lepas dari fenomena minimnya kader yang muncul dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

Menurut beliau, pendirian dan pembangunan AUM mempunyai fungsi yang cukup strategis. Selain mengimplementasikan pesan Surat Ali Imran ayat 104, yang tak lain merupakan landasan pendirian Persyarikatan Muhammadiyah, AUM juga memiliki peran sentral  mengenalkan apa itu Muhammadiyah, kepribadian, sampai cita-cita dan ideologi Persyarikatan yang didirikan pada 18 Nopember 1912 itu.

Sayangnya, sampai saat ini peran tersebut masih belum signifikan. Salah satu sebabnya, ribuan AUM yang tersebar, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi (PT), serta rumah sakit Muhammadiyah diisi dan diwarnai oleh orang-orang non Muhammadiyah. Boleh jadi mereka mengaku Muhammadiyah hanya untuk mencari penghidupan di dalam AUM.

Maka peran kader, terutama dari Pemuda Muhammadiyah, diharapkan bisa menggantikan dan memberi warna baru dalam AUM. "Jadilah Mujahid Muhammadiyah, yang membumikan nama Allah lewat Persyarikatan, serta membawa kemajuan dan keunggulan,"pesan beliau sungguh-sungguh.

Dalam BAM kali ini,  turut pula menghadirkan para "pakar" yang memang diundang untuk mengokohkan pemahaman ideologi Muhammadiyah bagi para kader.

Sebut saja nama Dr. Sa'ad Ibrahim. Dosen Pascasarjana UIN Maliki Malang, yang sekaligus mengemban amanah sebagai wakil ketua Majelis Tarjih PWM Jatim tersebut, hadir pada hari kedua BAM.

Selain memberikan materi terkait ideologi Muhammadiyah, dari keprihatinan KH. Ahmad Dahlan melihat fenomena lingkungan sekitarnya pada saat itu yang penuh dengan ketidakadilan. Beliau juga memberikan "wejangan" kepada para peserta BAM agar tidak berkecil hati dengan keadaan obyektif saat ini. Maksudnya, kata beliau, sering kita minder dengan kekurangan dan keterbatasan kita saat ini. Padahal, kekurangan dan keterbatasan tidak boleh menyurutkan semangat dalam berjuang dan menggapai cita-cita. Beliau kemudian mencontohkan kisah sukses yang dinukil dari salah satu program tayangan TV, seorang dokter hewan yang mengawali kuliah dari berjualan roti.

Tak mengenal Muhammadiyah bila tak paham para ketuanya. Hal itu ditangkap panitia BAM dengan menghadirkan narasumber yang sudah kenyang asam garam ke-Muhammadiyah-an. Dari tangannya bayak lahir buku-buku inspiratif, salah satu bukunya berjudul "Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah," yang berkisah perjuangan para tokoh Muhammadiyah dari masa ke masa. Dialah Drs. Nurcholis Huda. Selain menulis buku, salah satu jajaran pengurus Muhammadiyah Wilayah Jatim tersebut juga aktif di majalah MATAN, media PWM Jatim yang terbit tiap bulan sekali itu.

Jadilah, sampaian materi yang mayoritas bersumber dari buku karyanya tentang biografi para tokoh Muhammadiyah mulai KH. Ahmad Dahlan hingga Din Syamsudin tersebut berjalan menarik dan interaktif. Banyak hikmah yang dipetik dari kisah para tokoh Muhammadiyah yang dipaparkan beliau.  Mulai dari kesahajaan Jenderal Soedirman yang menghalau dingin dengan tilawah Al  Quran, sampai kesederhanaan Pak A.R Fachroeddin (ketua Muhammadiyah terlama) yang di rumahnya berjualan bensin eceran.

Tak kalah menarik, panitia BAM mengundang Dr. H.M Ziyad, wakil ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, yang juga Alumnus Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem, Lamongan. Selain memberi materi gerakan Islam Transnasional, yang akhir-akhir ini banyak berkembag di Indonesia. Beliau turut memberi pencerahan dan menggugah kesadaran, betapa SDM negara kita jauh tertinggal. Dalam jumlah doktor per satu juta penduduk saja, Indonesia kalah dengan negeri Jiran; Malaysia dan Singapura. Yang lebih mencengangkan, daftar teratas untuk jumlah doktor per satu juta penduduk ditempati Israel. Tak heran, negeri Zionis tersebut menguasai sistem informasi di seluruh dunia.

Dan yang memungkasi kegiatan BAM pada Ahad (1/12) adalah Dr. Saleh Daulay. Sebagai ketua PP Pemuda Muhammadiyah, beliau memberi orasi ilmiah tentang tujuh prinsip pokok agar Islam dapat tegak berdiri dan umatnya damai dibawahnya. Beberapa diantaranya ada ukhuwah jam'iyah, ukhuwah Islamiyah, hingga ukhuwah Wathoniyah.

*Porong 61213
Disela bersegera Salat Jumat

17 November 2013

Apa Kabar Perjuangan?

Hari Pahlawan 10 Nopember lalu telah lewat, namun esensi perjuangan yang sesungguhnya baru saya temukan dan baru terilhamkan hari ini dan kemarin. Perjuangan yang tak lagi membebaskan bangsa dari cengkeraman imperialisme negara penjajah. Perjuangan yang tak kalah mulia; menyelamatkan generasi muda!

               ***

Rintik hujan baru saja turun dan membasahi tanah di kompleks Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo sore itu (16/11). Kami, beberapa utusan dari Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) se-Kabupaten Sidoarjo diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengikuti Rapimda (Rapat Pimpinan Daerah) yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sidoarjo.

Kebetulan (padahal tak ada kebetulan dalam dunia ini), saya menjadi utusan tungggal dari Cabang Pemuda yang saya gawangi; PCPM Porong. Bersebab udzurnya Sekretaris yang berhalangan hadir. Serta Wakil dan Bendahara yang membatalkan keberangkatannya secara tiba-tiba.  

Setelah menunaikan salat Asar berjamaah di Masjid An-Nur, rombongan yang berjumlah antara 30-40 orang dari belasan kecamatan yang ada di seluruh Kabupaten Sidoarjo itu pun berangkat. Dua mobil milik Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), ditambah satu mobil pribadi milik kader dan beberapa armada roda dua pun dilepas menuju lokasi tujuan.

Dalam keterangan yang tertera di undangan, terdapat nama Villa Pacet yang akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan yang rencananya akan  dilangsungkan selama dua hari satu malam (16-17/11) itu. Didalamnya juga terdapat informasi bila agenda acara juga tak jauh-jauh dari evaluasi  program kerja apa saja yang sudah dilaksanakan oleh masing-masing cabang.

Mobil panther warna krem milik salah satu kader Pemuda asal Sukodono, Mas Syafi’i, membawa kami berangkat. Saya duduk di bangku belakang dan saling berhadapan dengan Mas Khulil, ketua Pemuda Sukodono, disamping saya ada Sekretaris PCPM Sukodono (saya lupa namanya), serta Mas Syamsul, kader Pemuda yang juga berasal dari cabang yang sama. 

Nama terakhir juga mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Kader PDPM Sidoarjo.
Di tempat duduk tengah ada istri dan dua anak Mas Syafii. Dan didepan, ada Ust. Hadi, da’i yang sudah malang melintang di jagat Kepemudaan. Wawasan kelimuan agamanya begitu dalam, dengan penampilannya yang penuh kesahajaan, khas para assatidzs Muhammadiyah yang lain.

Selama perjalanan, kami yang duduk di  bangku belakang saling bertukar cerita tentang perjuangan apa saja yang sudah dirintis, dan kendala-kendala apa saja yang sering dihadapi ketika turun di lapangan. Saya lebih banyak tertunduk dan hanya menjadi pendengar setia. Merasa belum bisa berbuat banyak terhadap kemajuan Pemuda di cabang saya sendiri.  

Mas Syamsul, yang akhir-akhir ini sering akrab dengan saya pribadi, lantaran seringnya berkutat dengan program baru Majelis Kader yang dia besut; Pengajian Pedagang Kaki Lima (PKL) dan tukang becak. Dan masih belum beraksi sampai saat ini, seolah sudah paham dengan situasi, kondisi, serta beberapa tantangan yang ada di Cabang.

Beliau kemudian banyak bercerita tentang cabang Sukodono yang notabene merupakan domisili asal, dan kemudian mendapatkan timbal balik dari Mas Khulil. Jadilah, saya manggut-manggut menyimak mereka, yang terkadang timbul beberapa kalimat tanya yang terlontar dari saya. Dan baru tersadar, di dalam mobil yang saya tumpangi sedari tadi ternyata penuh dengan para kader Sukodono. Kader yang dikenal cukup 'militan'!

Perjalanan pun tak terasa, hingga sampailah kami di tempat tujuan. Pemandangan yang sepertinya tak asing lagi ketika mobil membawa kami memasuki pintu gerbang lokasi. Lagi-lagi saya tertegun sesaat setelah membaca papan selamat datang yang ada disamping dan diatas pintu gerbang kompleks tersebut, saya pun manggut-manggut sendiri.

Manggut-manggut saya karena kompleks tersebut ternyata berada di Pondok Dandung, jalan Ledug-Tretes. Seolah mengalami dejavu, karena dua villa yang baru dilewati mobil yang saya tumpangi tadi meninggalkan kenangan, saat tujuh tahun lalu, ketika baru saja menjalani proses sebagai atlet Smanor.  Hawa sejuk pun menyergap kami, ketika kaki baru saja menginjak paving stone yang berada di depan kompleks villa yang menjadi tempat Rapimda. Sayup-sayup, lantunan kumandang tahrim dari speaker masjid yang ada di seberang bukit menggema diantara pemandangan menjelang maghrib. Menambah kedamaian di hati seolah kami di refresh kembali dari kesibukan harian yang kami jalani.

Masuk ke dalam villa, ketika adzan Maghrib berkumandang di udara. Kami pun segera bergegas mengambil air wudlu untuk segera salat berjamaah. Dan, Ustadz Suhaeri, kader dari PCPM Sidoarjo yang juga menjadi pendidik dan menjabat wali kelas lima di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, di dapuk menjadi Imam salat Maghrib dan Isya’ yang akan kami tegakkan.

Suara takbir mengalun lembut memenuhi ruangan. Di ruang tengah tepatnya kami melaksanakan salat. Nampak gerakan mengangkat serentak, setelah sang Imam bertakbiratul ihram. Surat Al Fatihah yang dibacanya secara tartil seolah menuntun kami pada kekhusyukan petang itu. Disusul kemudian dengan bacaan surat pilihan, yang baru saya ketahui surat Ali Imran ayat ayat 103-104. Anggapan mereka yang menyebut para kader Muhammadiyah tak ada yang bisa membaca Al Quran secara baik dan benar secara tartil, terbantahkan petang itu :)

Jama’ qashar yang kami tunaikan berjamaah berjumlah tiga-dua. Artinya kami melaksanakan salat Maghrib tiga rakaat yang kemudian disambung dengan salat Isya’ dua rakaat. Selesai salat wirid ba’da salat, kami mempersiapkan pembukaan acara yang pertama sembari menunggu para kader lainnya yang belum tiba.

Kira-kira pukul tujuh malam acara pertama dimulai. Diawali sambutan pembawa acara yang memulai acara dengan ucapan basmalah bersama-sama. Kemudian menyanyikan Mars Muhammadiyah yang  langsung disusul Mars Pemuda Muhammadiyah, tujuannya tak lain untuk membangkitkan ghirrah (semangat) malam di dalam dada para pemuda yang hadir pada saat itu. Sambutan dari Ketua PDPM, Mas Jasmuri, yang pada intinya memberikan gambaran jalannya rapat yang akan dimulai dengan paparan program kerja apa saja yang sudah dilaksanakan oleh para pimpinan cabang yang datang. Dan kemudian nantinya diberikan re-orientasi KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) oleh Mas Hayrul. Dan kemudian ditutup dengan paparan proyek dakwah dari Ustadz Hadi.

Rapat pleno pertama pun dimulai. Semua peserta rapat yang hadir mendengar dan menyimak paparan dari para ketua cabang Pemuda masing-masing yang telah diurut sesuai absen. Saya dibuat kagum dengan para kader cabang yang hadir. Diantaranya adalah mereka yang dari Gedangan. Ide mereka yang membuka asuransi kesehatan yang ditujukan para warga Muhammadiyah yang mau berobat ke rumah sakit, sungguh luar biasa menginspirasi. 

Tak kalah menarik adalah program kerja dari cabang Sukodono, yang kemarin menggondol  juara satu dalam turnamen Futsal Melati Cup 2013. Mereka merilis dan mengirimkan sms dakwah secara berkala ke beberapa nomor handphone para kader dan warga Muahammadiyah lain yang sudah terdatabase. Sempat saya mengira, pengiriman sms tersebut dilakukan secara manual, dengan memakai hape biasa. Eh, ternyata saya baru tahu,  mereka sudah mengapilkasikan modem khusus yang memang didesain untuk mengirim multi sms ke multi nomor. Hingga akhirmya tiba giliran saya untuk memaparkan kegiatan  apa saja, yang sudah digeber kawan-kawan dari PCPM Porong

Setelah dikukuhkan pada Musycab September tahun lalu, PCPM Porong formasi baru setidaknya sudah melaksanakan beberapa kegiatan. Beberapa diantaranya adalah Kajian Pemuda yang dilaksanakan saban Sabtu malam ba’da Isya di Musala Nurul  Huda Desa Gedang Kecamatan Porong. Atau, setelah rampungnya Kajian Bulughul Mahram yang diasuh Ust. Eko. Dan dari kajian tersebut, dimunculkanlah tema pada Buletin at-Tajdid yang nantinya diterbitkan secara berkala saban Jumat, dan disebar ke masjid-masjid di kawasan Porong, Gempol, dan sebagian Tanggulangin. Dana? Alhamdulillah swasembada, saat itu kami belum berani menjual buletin warna tunggal tersebut pada pihak lain.

Futsal pun juga pernah menjadi ajang rutin berkumpul para Pemuda, khususnya yang berada di ranting Gedang dan sekitarnya. Bahkan, pernah kami dulu melawan Persatuan Jurnalis Malang (Jurma), dan menjungkalkannya, kala tim kami, PCPM Porong diundang ke Malang dalam laga persahabatan :) Tak lupa kunjungan ke PDPM Batu, untuk melihat proses pembuatan sari Apel serta melihat AUM kreatif berupa wisata dan Outbound yang dikelola oleh Sun Apple-Batu turut kami sertakan dalam “portofolio” malam itu.

Pada bab hambatan dan harapan, saya menuliskan diatasnya, bila Sumber Daya Manusia Muhammadiyah (SDMM) di Porong masih sangat terbatas. Bila kami ingin show of force seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh saudara kami IPNU, seolah rasanya berat. Berat bukan karena dana dan kendala apa-apa lainnya, tapi lantaran karena kesungguhan dan semangat (ghirah) berorganisasi yang kami miliki, sungguh sangatlah kurang. Sampai-sampai muncullah idiom, "bila ketuanya tak  hadir, maka kegiatan pun berakhir". 

Terkesan ketua centris memang, tapi apa mau dikata, kader yang kami miliki mayoritas masih berada dibangku sekolah dan kuliah. Dan tekad kami dalam harapan adalah tak menyerah dengan keadaan. Merancang kembali Buletin At-Tajdid adalah program terdekat dari kami. Dan melakukan up-grading terhadap para kader, menjadi upaya mutlak yang secepatnya dilaksanakan.

Usai memaparkan program kerjanya masing-masing, mas Ronny sebagai pelaksana acara menampung beberapa poin yang akan dibahas esok paginya pada lanjutan pleno. 

Acara kemudian bergulir pada sesi re-orientasi KOKAM yang di sampaikan Mas Hayrul. Titik fokus dari penyampaiannya adalah bahwa KOKAM dulu yang identik dengan militerisme dan tak jauh beda tugasnya dengan para pengaman keamanan lokal semacam Satpam ataupun Banser, sekarang berubah! Karena KOKAM yang baru, identik dengan kesiapsiagaan tanggap bencana, P3K, Pemadam Kebakaran, dan beragam keterampilan dan keahlian hidup lain. Maka, pesan dari Mas Hayrul, mari kita ubah mindset tentang KOKAM yang menakutkan, menjadi penuh kesiapsiagaan!

Sesi terakhir, hari pertama pun tiba. Giliran Ustadz Hadi menyampaikan program rancangannya. Slide demi slide tampilan powerpointnya berisi cetak biru pengembangan dakwah Muhammadiyah yang dibagi menjadi tiga fase; pendek, menengah, dan panjang. Yang luar biasa adalah ide pengembangan sekolah da’i Muhammadiyah, yang didasari dari keprihatinan atas minimnya kader yang berwawasan Ulama yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Terucap lirih kalimat Subhanallah, dan mengaminkan impian tersebut yang insya Allah akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Semoga!           

*Dandung-Lidah Wetan 171113 

6 November 2013

Dinikmatikah Hidup?

Pertanyaan itu terlintas ketika aku membaca status di beranda. Intinya, si empunya status mengingatkan pada khalayak, jika hidup itu "harus" dinikmati. Entah arti menikmati hidup itu seperti apa menurutnya, aku tak bertanya. Dan, tanda kutip pada kata "harus", sengaja kuberikan, bersebab dia kelihatannya mengharuskan semua orang yang menjalin pertemanan dengannya agar-lagi2- "menikmati hidup".

Seperti yang baru kulihat, sebelum aku duduk di warung STMJ langganan. Saat itu, isi dompet sedang sakaratul maut, hanya ada beberapa recehan yang berserakan. Mau tak mau, kartu ajaib kukeluarkan untuk menyelamatkan dompet dan seisinya.

Letak ATM tersebut ternyata berada persis disamping tempat karaoke. Sempat kulihat beberapa orang membawa botol minuman yang identik bersanding dengan bulan itu keluar ruangan.

Dibawanya empat sampai lima botol itu ke trotoar depan tempat karaoke itu. Aku bertanya-tanya, sebebas itukah miras beredar? Sampai-sampai menikmatinya di luar ruangan, tanpa ada penghalang, yang walaupun itu nantinya dilihat anak-anak yang masih banyak berseliweran? Sungguh, nalar ini masih belum bisa menjangkaunya.

Si merah kuparkir sejenak. Sebelum masuk bilik ATM, mata ini sempat mencuri pandang kearah mereka, yang tengah bersantai, bergelak tawa dengan miras di tangannya. Ah, entahlah, belum sempat nalar ini berpikir prosentase kadar alkohol dalam minuman keras berbotol itu, aku buru-buru mengambil selembar pecahan rupiah dari mesin anjungan tunai di depanku.

Si merah kuajak segera beranjak, sempat masih kulihat para kawanan itu sungguh-sungguh "menikmati hidup". Menikmati hidup dari sudut pandang mereka barangkali hanya berkisar tentang pengalihan masalah sejenak. Mungkin, dalam pandangan mereka, dengan miras, masalah kehidupan akan lenyap sejenak. Tak kekal, karena bila efek minuman keras hilang, maka mereka akan mendapati masalah itu datang menyergap kembali.

Atau, analisis pertamaku salah. Sekedar hobi bisa jadi, bukan? Entahlah. Aku masih belum menemukan jawabannya.

Aku masih ingat pesan dari sebuah buku. Bila hidup ini adalah perjuangan. Manfaatkanlah dengan benar. Banyak-banyaklah menabung bekal. Karena ada kehiupan yang lebih kekal.
Bila menikmati hidup itu bermakna mensyukuri. Maka, bukan berarti kita bebas menikmati hidup tanpa aturan, bukan? Wallahu a'lam :)

*edisi surah Al-Ashr, dalam kebaikan dan kesabaran, ada sikap mukmin yang saling menolong.
Lepas pukul sepuluh malam, ketika raya Wiyung masih banyak lalu-lalang kendaraan_


IG roelsebloe

5 November 2013

Kemana lagi Keteladanan Kucari?

Kemana keteladanan harus kucari? Di saat suri tauladan para pemimpin di negeri ini jauh panggang dari api?

Melangkahkan kaki ke kampus pun tiada berarti? Rebutan jabatan struktural, hingga dikotomi kelompok dan kepentingan seolah menjadi keabsahan pandangan.

Aku pun berlari ke televisi, berharap ada berkas cahaya menyinari. Sayang seribu sayang, tontonan nirkualitas dan membodohkan yang mendominasi. Parade ghibbah dan fitnah jadi sajian utama, korupsi para aparatur negara seolah tak ada habis-habisnya.

Melihatnya aku bosan, tombol power pun jadi sasaran. Kuambil surat kabar terkemuka diatas meja. Dan, lagi-lagi nafasku mendesah berat dan panjang.

Setali tiga uang dengan tabung kaca, aku belum menemukan sisi pencerah. Yang kuamati hanyalah para pemimpin negeri yang sibuk mencitrakan diri. Terkadang aku jadi heran, aqidah dengan mudahnya digadaikan. Walau kutahu, kinerja mereka luar biasa hebatnya.

Tapi lihatlah untuk urusan aqidah. Mereka-mereka luar biasa payahnya. Dengan ringan tangan mereka melakukan amalan yang tiada tuntunan. Berdalih popularitas dan kemajemukan, berbondong-bondong mereka berkumpul bersama melakukan amalan yang tak pernah dicontohkan.

Aku pun semakin dibuat bingung. Bangsa dan negara ini telah merdeka begitu lama, tapi mentalitas terjajahnya masih bersemayam dalam dada. Ada yang membanggakan perhargaan, tapi PR masih banyak berserakan. Ada yang menyuarakan kebenaran, tapi dibungkam dengan hawa nafsu dan kepentingan.

Rabbi, hanya kepadaMu kami kembali. Kubuka lemari dan kuambil buku besar yang kudapatkan beberapa tahun silam. Hanya dari buku yang berjudul Sirah Nabawi ingin kugali sebuah keteladanan. Alunan lagu Sajadah Panjang dari penyanyi aslinya pun kuputar. Terdengar jadul memang, tapi setidaknya, aku mendengar makna tersirat yang dalam.

* 1 Muharram di kampung halaman. Beberapa menit menjelang adzan maghrib.

3 November 2013

Bukan Nekat, tapi Semangat!

Namanya mengingatkanku pada salah satu dari empat Imam Madzhab. Dialah Imam Hanafi, kawan seperjuangan di kawah candradimuka kampus FIK Unesa. Meski lahir dan besar bukan di kota Pahlawan, tapi semangat dan kegigihannya seolah mengalahkan "musuh bebuyutan" LA Mania, Bonek!

Ya, kawan kita ini memang berasal dari kota yang terkenal dengan kuliner Soto, Nasi Boran, dan Wingkonya; Lamongan. Tapi, orat-oret kali ini bukan untuk membahas makanan khas dari salah satu kota di pesisir utara Pulau Jawa tersebut, namun "kesan" yg diberikannya tadi pagi seolah masih membekas hingga kini.

Ceritanya masih tentang PKCG, yang berakronim Pelatihan Kompetensi Calon Guru. Mendengar kata pelatihan, bayangan yang ada di benak kepala juga tak jauh-jauh dari sekitar seminar, motivasi, pelatihan, dsb. Termasuk dari kami, beberapa mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga, yang konon katanya "terpilih". Entah, kriteria pilihan tersebut dilihat dari apa, tahu-tahu beberapa nama sudah nongol di mading Jurusan.

Nah, salah satu yg tertarik dg PKCG tersebut, tak lain adalah Imam Hanafi. Sayang seribu sayang, namanya yang sudah mendunia itu tak tercantum di papan kecil sebuah majalah dinding Jurusan.

Tapi, tipikal orang-orang Lamongan yg tak pernah menyerah dengan keadaan menjadikan dirinya selalu mencari jalan agar dapat ikut PKCG. Dan ternyata, celah tersebut berada tepat di bawah namaku yang ada di kertas pengumuman itu.

Salah satu mahasiswa yg sudah lama DO, ternyata masih meninggalkan jejak namanya di kertas pengumuman tersebut. Entah, ada kesalahan entri data, atau yg lainnya, wallahu a'lam. Yang jelas, setelah melihat nama anak yang DO tersebut, senyumnya langsung mengembang. "Aku besok ikut!"Katanya pasti. Aku yg msih bingung hanya bisa menjawabnya dengan ragu, "Ok?!"

Dan akhirnya, sesuai jadwal yang tertempel di papan pengumuman, kami pun berangkat bersama dari kos-kosan Lidah. Jalanan Wiyung yang diprediksi macet Sabtu pagi itu ternyata benar-benar terjadi. Padahal, "jalur sutera"sebagai upaya menghindar jalanan yg padat sudah kami lalui, tetap saja ekor kemacetan ternyata masih berada di sekitar Tol Gunungsari hingga perempatan Wiyung. Alhasil, beberapa menit kami telat datang di lokasi tujuan.

Lebih bisa disebut Lab Komputer daripada Aula, ruang C8 FMIPA Unesa yg menjadi tempat PKCG. Bayangan kami tentang seminar seolah buyar, karena ternyata masing-masing peserta menghadap layar komputer di depannya. Pun demikian dengan pelatihan, karena kami setelah mengisi absensi harus menjawab 60 soal yg yg sudah terprogram. Aku pun duduk di sekat nomor 19, sesuai dengan urutan yang ada di kertas pengumuman yang tertempel di depan pintu, sebelum kami masuk ruangan tadi.

Kemana Imam? Eh, ternyata Imam msih melobi petugas yang ada di depan meja untuk dapat mengijinkannya ikut tes PKCG. Argumen dari Imam, salah satu nama yang tercantum di kertas tersebut, sudah DO pada semester dua, dan dia ingin menggantikannya.

Namun, petugas tersebut tetap bergeming dengan keputusannya. Beliau tak mau menanggung resiko memasukkan nama orang lain diluar daftar yang tercantum. Akhirnya, dengan raut muka menahan kecewa, dia hanya bisa mengucapkan terimakasih pada petugas tersebut dan pamit keluar ruangan. Aku yang duduk di sekat pojok hanya bisa menatapnya kasihan.

Soal-soal yang ada di depan layar, ternyata tak jauh beda dengan yang diujikan saat UAS atau UTS. Namun, ragam dan pilihannya yang berasal dari bebeapa matakuliah yang digabung satu, mengharuskan berlaku cermat sebelum menjawab. Dari beberapa soal yang sudah terjawab, sayup-sayup suara Imam terdengar berdiskusi dengan petugas tadi. Aku pun berharap, ada solusi untuknya yang sudah jauh-jauh datang ke Ketintang dengan seabrek semangat.

Selesai menjawab seluruh soal, aku mencoba keluar ruangan. Masih ada Imam duduk di kursi seorang diri. Kuhampiri dirinya dan kutanya, "Gimana?"

Ada secercah harapan yang tergambar di wajahnya. Dia bilang, petugas tadi langsung menelepon PD 1 (Pembantu Dekan 1-red) setelah mendapat penjelasan dari Imam, terkait data mahasiswa DO tadi. Selanjutnya, petugas tersebut memberikan kesempatan bagi Imam untuk mengikuti tes, setelah mendapat keterangan dan tandatangan (rekom) PD 1.

"Tapi, bsok ya..?"
"Ya, ga pa pa, Pak. Yang penting ikut tes!"Ujarnya optimis.

*repost from Facebook ^^ 61013

dinihari, dua jam sebelum adzan subuh berkumandang_

Menjejak Juanda

Hari itu, si merah naik kasta. Sekian lama "mencium" tanah makadam, pavingan, lubang kecil dan menganga. Akhirnya, kesampaian juga melahap mulusnya aspal jalanan menuju Bandara. 

Sejak pagi si merah tak kemana-mana. Hanya mengantar tuannya ke tanah lapang untuk salat Idul Adha. Selesai salat, kembali merapat ke garasi, bertafakkur sendiri, menanti tuannya kembali. 

Sore hari ketika langit jingga bersemi, tuannya kembali menemui. Agak tergesa tuannya kali ini. Ada sedikit "aroma" kambing dan sapi terselip, meskipun ia yakin, tuannya sudah sekuat tenaga menghalaunya pergi. Dilihatnya baju sang tuan diberi wewangian, rambut diminyaki agar keliatan segar. "Mau kemana si tuan?"tanya si merah dalam angan.

Teka-teki terjawab akhirnya, ketika sang tuan membawanya sampai Aloha. Putar alur, kemudian lurus ke timur. Sempat terbata-bata mengeja satu nama; Juanda International Airport, rupanya.

Sampai di gate pertama, nopol yang melekat padanya dicatat. Kertas putih diberikan, sang tuan memberikan lembar dua ribuan. Perjalanan pun dilanjutkan, setelah sang tuan menerima kembalian.

Sepanjang jalan, dilihatnya beragam pemandangan. Dari pusat pemancar sinyal, lalu lalang burung besi yang datang dan pergi, pepohonan tak tinggi di kanan-kiri. Hingga deru mesin mobil dan motor yang saling mendahului.

Tiba juga di tempat parkir utama. Luasnya bisa sampai beberapa kali luas area parkir di Graha Pena. Mencari tempat yang pas, setelah karcis distempel petugas. Dipandanginya sang tuan sibuk menarikan jari diatas layar ponselnya. Sesekali sang tuan clingukan kanan-kiri, seolah ada sesuatu yang ingin dicari.

Sang tuan pun bergegas memarkir dan mengunci stir. Si merah hanya bisa menatapnya dari kejauhan, kala sang tuan menuju bangunan yang mengumandangkan adzan. Sudah masuk waktu maghrib.

Kurang lebih enam puluh menit dia sendiri. Langit yang tadinya keemasan, kini berganti kemerahan. Sang surya pun tenggelam berganti malam. Lamat-lamat sang tuan kembali terlihat. Masih sibuk dg ponselnya sendiri. Kali ini ia heran melihat tuannya. Yang kadang berhenti, menatap keypad, dg sudut bibir terangkat. Entah, siapa yang tahu isi hati tuannya. .

*repost from Facebook 191013

Menarikan jari, kala langit dihiasi awan putih. Sepertiga malam baru saja terlewat di A. Yani 88..

28 October 2013

Kisah

Menolehlah ke belakang sejenak. Lihat dirimu beberapa waktu yang lalu. Adakah yang berubah? Yang tak hanya rupa, tapi juga tutur, tingkahlaku, kepribadian, hingga ilmu dan orientasi dalam memandang kehidupan.

Adakah yang berubah disana? Kemana tren perubahannya mengarah? Lurus ke kutub positif, atau berbalik alur ke kutub negatif?

Aku bukanlah siapa-siapa. Hanya makhluk Allah yang diciptakan, kemudian diberi ketetapan untuk dilahirkan dari rahim seorang Ibu sederhana dalam proses yang penuh kesederhanaan.

Kesederhanaan?

Bila kamar bersalin berada dirumah sendiri dengan "bidan dan dokternya" adalah tetangga rumahnya, apakah itu kurang sederhana?

Sederhana, tanpa biaya operasi caesar, namun selamat tanpa cacat, tanpa bius, tanpa obat. Demikian sederhananya.

Dan aku kini, hanya bisa menghela nafas panjang penuh kesyukuran. Tentang jiwa-jiwa yang diberi hidayah olehNya. Dekapan syukur nikmat tiada terkira bertemu dan dipertemukan dengan mereka.

Aku yang disini, yang masih belum puas dengan mimpi-mimpi yang masih belum teraih. Dengan kuatnya azzam di tiap niat yang terpatri. Hanya satu harap, hanya satu keyakinan, dan hanya satu tujuan. Tak mungkin, tak lain. Hanya Dia.

Hanya Dia sebagai muaranya. Hanya Dia jujugannya. Hanya Dia tempat segala keluh kesah.

Walau makhluk lain memandang rendah, memicingkan sebelah mata. Menatap nanar penuh kebencian. Melihat sinis bertopeng manis. Ah, mereka-mereka hanya hambaNya. Tetap sama dimata Tuhanku, Allahu!

*bulan bahasa menginspirasiku. Semoga tak salah Jurusan. Karena pendidikan selalu ada di jiwaku.
^^

25 September 2013

Berguru Pengalaman, Karena Pengalaman adalah Guru Terbaik

Akhirnya saya pun mencoba menulis kembali. Setelah beberapa waktu lalu, tak sempat dan tak menyempatkan diri untuk sekedar menarikan jari-jemari di atas piranti canggih. Saya ingin kembali mengingat momen yang baru saya lewati. Dua bulan yang berkesan, di sekolah tengah kota. Dan bertemu dengan ragam karakter anak bangsa yang sedang berdjoeang mencari jati diri dan menggapai cita. 

Di SMK Ketintang saya melabuhkan waktu dua bulan. Ya, di tengah kesibukan ganda lain; antara kerja dan kuliah. Saya ingin menikmati keduanya, karena bagi saya, itulah ungkapan syukur selain mengucap kata. Tindakan nyata dengan kesungguhan meniatkan segala sesuatunya untuk beribadah kepadaNya. Bukankah kita adalah makhluk Allah yang diciptakan di dunia untuk beribadah kepadaNya? Jadi sangat naif bila ada tendensi lain dalam hidup selain mengambil petunjuk dari Allah semata. 

Kembali ke topik awal, kenapa saya dua bulan di Sketsa (julukan SMK Ketintang-red). Tak lain  karena saya dan beberapa mahasiswa lain yang berada di semester tujuh dan angkatan 2010, yang "bernasib sama" memprogram matakuliah yang bernama PPL. Apa itu PPL? Dan mengapa menjadi menu wajib bagi kami-kami semua?

PPL adalah matakuliah yang harus ditempuh bagi mereka yang mengambil kuliah di jurusan kependidikan. Tentu saja karena kepanjangan dari PPL adalah Program Pengalaman Lapangan, maka PPL kita anggap saja sama dengan anak-anak SMK yang sedang ber-praktik di perusahaan-perusahaan, pabrik, mal, dan tempat-tempat lain sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya. Begitu pun juga dengan kami, yang menempuh matakuliah dengan bobot 2 (dua) SKS ini, juga wajib memprogramnya jika masih ingin lulus dengan gelar sarjana pendidikan (S.Pd).

Trus apa yang membedakan antara  PPL, PKL dan KKN??

Itu pertanyaan yang sering keluar dari pada murid yang saya ajar ketika di kelas. Kawan-kawan dari tempat kerja pun sering menanyakan hal serupa. 

Jadi, jika PPL itu harus ditempuh selama dua bulan di sekolah mitra/ lembaga pendidikan yang sudah dikategorikan oleh UPT-P4 (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan) atau yang mengurus bagian per-PPL-an, contohnya seperti Kemenag yang mengurusi haji, maka UPT-P4 ini juga yang menjadi tombak dalam menjalin relasi dengan beberapa sekolah mitra. Yang membedakan pertama adalah tempat untuk mendapatkan pengalaman dan mengasah keterampilannya. 

PPL jelas dilaksanakan disebuah lembaga pendidikan/ sekolah. Adapun PKL di sebuah perusahaan dan tempat usaha. Sedangkan KKN wajib di suatu daerah terpelosok dan terpencil. Tujuan melaksanakan PPL pun jelas untuk mendapatkan pengalaman mengajar. Sedangkan PKL goal-nya mendapatkan pengalaman di dunia kerja. Pun demikian dengan KKN, yang harapannya dapat memberikan sumbangsih yang nyata untuk masyarakat di sekitarnya. Seperti itu kurang lebih. 

Saya ingin berbagi cerita yang banyak, berbagi kebahagiaan saat mengajar dan bertemu dengan guru-guru senior yang sudah malang-melintang di dunia pendidikan dan pengajaran. Juga bertemu dan berinteraksi dengan para murid yang sungguh luar biasa. Maklum, pusat kota menawarkan beragam pilihan bagi para anak didik yang sedang mencari jati dirinya. Doakan bisa istiqamah dalam menulis. Agar keterampilan ini bisa semakin terasah, dan laptop yang belinya nyicil ini dapat memberikan sumbangsih dan daya guna. 

Kita sambut esok hari, mari kita tutup hari dengan ucapan alhamdulillah atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah beri ^^.


Kos Abah Kajat Tengah Wengi Sepi_

Saya (dua dari kanan) bersama kawan-kawan "T-Generation" PPL 2 SMK Ketintang Surabaya



13 June 2013

Semaikan Entrepreneur dari Kampus

Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan Entrepreneur sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya.

Dengan ciri tersebut, maka entrepreneur harus memiliki kemampuan untuk berfikir kreatif serta imajinatif ketika ada sebuah peluang usaha dan bisnis baru, serta harus dapat memberdayakan dirinya untuk kebaikan sekitarnya, bukan orang yang memanfaatkan sekitarnya untuk kepentingan dirinya (lihat http://cahayaentrepeneur.blogspot.com).

Dari pengertian diatas, entrepreneur menjadi semacam kebutuhan yang harus dimiliki setiap orang yang menginginkan pada dirinya muncul sebuah hal-hal baru. Yang mampu mengelola hal-hal baru tersebut, tak hanya bagi dirinya sendiri, namun untuk khalayak luas.

Setali tiga uang dengan pengertian tersebut, maka peran mahasiswa sebagai agent perubahan (agent of change) dituntut untuk selalu dapat berpikir kreatif dalam menyelesaikan problem-problem yang ada di sekitarnya.

Dengan pola pikir yang kreatif dan imajinatif, mahasiswa tak terkungkung dalam stigma intelektual yang berada di menara gading, alias tak dapat bersentuhan dengan problem kehidupan yang multikompleks.

Bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan menumbuhkembangkan jiwa entrepeneur ke dalam  sistem kurikulum pembelajaran di setiap kampus dan mengintegrasikannya tak hanya terbatas dalam sekat ruang kelas. Membagi porsi teori dan praktik yang memadai dengan dukungan sumber daya manusia pengajar yang mumpuni dan berkualitas, sehingga diharapkan tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

Tiap mahasiswa yang memprogram matakuliah entrepeneur, diharapkan tak hanya mendapatkan wawasan tentang ke-entrepreneuran semata, namun lebih dari itu, mereka mampu memberikan produk pemikiran kreatif-imajinatif yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan problematika yang dibutuhkan masyarakat.

Manfaat lain dari matakuliah ke-entrepreneuran/ kewirausahaan yang apabila diterapkan di setiap perguruan tinggi adalah membentuk sikap mahasiswa yang mandiri, etos kerja tinggi, semangat pantang menyerah, berpikir kreatif-imajinatif, yang secara keseluruhan merupakan ‘roh’ yang harus dimiliki oleh setiap entrepreneur.

Sehingga, pola pikir sebelumnya yang mengatakan bahwa mahasiswa lulus kuliah untuk mencari kerja, berangsur-angsur akan terhapus dan terganti dengan predikat lulus kuliah dan  menciptakan lapangan kerja.

Diharapkan, dengan bertambahnya jumlah entrepreneur di negara ini akan berimplikasi pada kemakmuran dan kesejahteraan para penduduknya. Yang dapat berkompetisi tak hanya dalam tataran lokal, namun sudah mengglobal.

Semoga dengan demikian, sebutan pengangguran intelektual dapat segera terkikis habis dan tak pernah muncul lagi dalam pelbagai pemberitaan. (roelsebloe)    

Selengkapnya lihat:
http://beasiswadataprint.com/
www.dataprint.co.id      

http://cdn-media-1.lifehack.org/

15 April 2013

Ujian Nasional itu..

Adikku, jangan kau anggap beban kertas ujian yang ringan itu. Anggaplah beratnya setara dengan kapas yang terbang apabila tertiup angin. Bukankah menu latihan soal sudah kau lahap tiap hari dalam beberapa bulan ini..? Tentunya faktor mental akan dominan ketika hari H pelaksanaan ujian, bukan..? 

Adikku, ikhtiarmu tak pernah sia-sia jika kau landasi dengan niat yang benar. Bila hanya ingin lulus Ujian dengan nlai tinggi tapi mengesampingkan proses, apalah artinya ijazah yang akan kau terima nanti. Kerjakanlah sendiri semampunya. setelah itu bertawakallah. Janganlah meninggikan hati dengan mengesampingkan doa dan salat malam. Dan janganlah kebablasan dengan melakukan ikhtiar yang berlebihan dan tak ada tuntunan. 


8 April 2013

Dari Mimbar Khutbah

Jumat lalu (5/4), setelah merampungkan tugas Observasi perdana Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SDN Lidah Wetan (Liwet) IV/ 566, serta melanjutkannya dengan perkuliahan Outdoor Education (Outed) yang sudah masuk dalam fase Ujian Tengah Semester (UTS), saya bergegas melanjutkan "panggilan" untuk menyegerakan kewajiban bagi setiap mukmin yang datang saban Jumatnya. Kewajiban yang termaktub dalam surah Al Jumuah ayat 9-10 itu rencananya akan saya tunaikan di Masjid Al Huda, Karah Agung-Jambangan, Surabaya. Lokasi masjid yang berjarak kurang lebih 7-8 kilo dari rumah singgah di Lidah, ditambah padatnya lalu lalang kendaraan sepanjang perjalanan tak menyurutkan niat yang sudah membulat. 

Sebenarnya untuk menegakkan salah satu syariat agama ini, tak jauh dari rumah singgah sementara ada masjid Al Kubro yang berjarak hanya selemparan batu. Jika mau bergeser sedikit ke arah barat, tepatnya di Lidah Kulon, ada masjid Al Qohar yang berada di samping jalan utama Lidah Kulon-Lakarsantri. 
Dan apabila mau, di kampus Lidah juga ada Masjid Baitul Makmur 2 yang juga menyelenggarakan ibadah salat Jumat. Namun, lagi-lagi kembali dengan pilihan. Bukan masalah jauh-dekat, namun ada sesuatu yang membuat hati tak dapat berpaling dari ketertarikan terhadap rumah-rumah Allah pilihan yang banyak bertebaran.



2 April 2013

April Tak Mop..



Menjalani aktivitas ganda seperti saat ini menuntut manajemen waktu yang cermat. Tak hanya soal bagaimana dan kapan kegiatan terdekat khan terlaksana, namun haruslah bisa membuat skala prioritas: mana yang perlu didahulukan.

Pekan ini, agenda kuliah banyak diisi dengan tugas-tugas yang diberikan dosen. Selain Kejuaraan Sepak Bola yang akan kami selenggarakan pada akhir semester 6, ada matakuliah Outdoor Education di Villa Hortensia, Prigen, yang rencananya akan dilangsungkan pada pekan kedua bulan April. Ya, meskipun kantong akan semakinn terkikis karena banyak pengeluaran pada bulan April kali ini, namun, demi pendidikan dan masa depan, cara pandang sebelumnya yang konsumtif sedikit demi sedikit diputar haluannya menuju produktivitas dan investasi.

Dan matakuliah PTK sudah masuk pada tugas keduanya: observasi kelas! Yang diantaranya dalam tugas nantinya melakukan pengamatan kelas. Kelas, dalam artian luas, yang tak terbatasi dengan tembok maupun dinding. Sasaran satuan pendidikan kali ini adalah sekolah dasar, menengah pertama, atau menengah atas. Semoga , target rampung tugas PTK pekan ini bisa tertunaikan, amin. Sedangkan yang masuk fase ujian tengah semester ada matakuliah Tenis Lapangan dan Penjasor Adaptif  Sementara Statistik malahan sudah menjelang UAS.

Diluar kuliah, ada kewajiban lain yang harus diiringi berbarengan. Dengan kawan-kawan yang sudah hampir lima tahun ini bersama, meningkatkan kompetensi bekerja.
April kali ini termasuk momen krusial bagi adik, Nuril Istiqomah. Ujian Nasional pada 18-20 April mendatang sudah semakin dekat. Persiapannya alhamdulillah, sudah hampir 80 persen.

Alhamdulillah, semoga April membawa perubahan. Tak sekedar dengan tradisi mop-mopan..

19 March 2013

Satu Hari di Peek a Boo


Mendung masih bergelayut di langit kota pahlawan siang itu. Di tengahnya padatnya lalu lintas jalur beraspal, tampak seorang pemuda dengan Ksatria Jepang merahnya melaju membelah jalanan.  Dengan sedikit tergesa, dia memacu kuda besi keluaran tahun 2001-nya itu. “Waktu yang tersisa tinggal tiga puluh menit,” ujarnya dalam hati seraya melirik G-Shock yang tersemat di pergelangan tangan kirinya. Tiga puluh menit merupakan waktu yang cukup lama untuk menempuh perjalanan dengan jarak yang tak sampai dua puluh kilo. Namun, dengan kondisi jalanan yang padat dengan kendaraan yang merayap lajunya, membuat jarak tempuh yang dirasa tak jauh, serasa berjam-jam lamanya.

Berangkat dari rumah kos yang berada di wilayah barat kota Surabaya, seolah menjadi tantangan sendiri baginya, Ya, Darwan, nama pemuda itu, tak hanya mengejar mimpinya untuk menjadi sarjana. Dia mempunyai asa: meraih gelar sarjana tanpa “menengadahkan tangan pada kedua orangtua!” Bukan maksud tinggi hati atau mengesampingkan peran kedua orangtuanya yang senantiasa memanjatkan doa untuk kesuksesannya. Namun, ada optimisme yang ingin dia bangun dengan kemandirian finansial. Prinsipnya, dia tak ingin membebani kedua orangtuanya yang memang sudah banyak tanggungan. Maka, sejak lulus Sekolah Menengah Atas, dia langsung menaikkan tiang harapan dan memancangkan layar target: mendapatkan pekerjaan pertama!

Masih teringat betul di long therm memory-nya, pekerjaan pertamanya saat itu adalah menjajakan produk telekomunikasi buatan luar negeri. Bukan di mal atau pusat-pusat perbelanjaan mewah lainnya. Namun, di tempat-tempat umum seperti SPBU, terminal, maupun di pinggir-pinggir jalan dekat keramaian yang banyak lalu-lalang kendaraan. Tak sampai lama dia bertahan dengan pekerjaan yang membuatnya tak makan seharian itu. Selain jarak tempuh perjalanan dari tempat tinggal menuju lokasi yang cukup jauh, juga karena terdorong faktor beamoda transportasi yang tak memadai. Untuk menuju lokasi tempat bekerjanya yang berada di utara kota Pahlawan, dia harus  menengadahkan tangan kepada orang tuanya, lalu berangkat naik bus yang mengambil start dari terminal kota Udang. Berbekal pemberian lembar dua puluh ribuan, yang terkadang hanya cukup untuk PP (pulang-pergi). Dia pun akhirnya 'melarikan diri' dari pekerjaan pertamanya, yang ternyata baru diketahuinya bernama Salesman. Salesman sehari tepatnya.

Setelah gugur dalam pekerjaan pertamanya, dia masih memiliki tekad baja untuk meraih pekerjaan yang lebih baik. Namun, dengan bekal lembar ijazah SMA, dan tak memiliki bekal keterampilan yang memadai, lamarannya pun diedarkan pada lowongan-lowongan yang berkisar antara buruh pabrik, waiter, atau pekerjaan-pekerjaan lain yang tak memiliki kekhususan keahlian. Dari banyak surat lamaran yang ditujukan, tak sedikit pula yang berlanjut dengan panggilan tes wawancara.

Salah satunya yang datang dari perusahaan rokok multinasional yang berada di kawasan Pandaan. Surat lamaran awalnya dia titipkan pada tetangganya yang kebetulan memberikan informasi bila ada lowongan Pabrik Rokok Gudang Gambar yang lokasi pabriknya berada bersebelahan dengan tempat tetangganya tersebut bekerja. Dengan semangat tujuh enam, dia berangkat sendiri diiringi doa setulus hati dari ibunya.

Sore harinya dia pulang dengan sedikit memendam kekecewaan. Setelah ditanyai ibunya, bagaimana hasil tes wawancaranya, dia hanya menjawab pelan, “Gagal, Bu, susah tesnya.”

“Lho, tesnya seperti apa, Nak..?” tanya ibunya penasaran.

“Darwan khan nggak biasa merokok Bu, tapi Darwan tadi disuruh untuk menciumi satu persatu jenis tembakau yang banyak macamnya..”

“Wong nggak disuruh ngerokok, apanya yang susah Nak, tinggal mencium satu persatu tembakaunya saja khan..??”

“Iya, Bu. Tapi masalahnya, belum sempat mencium tembakaunya, Darwan tadi sudah muntah-muntah. Wong pas masuk pertama kali ke pabriknya saja, kepala Darwan sudah pusing-pusing. Trus, langsung disuruh pulang sama pewawancaranya.”

Sambil menghela nafas, ibunya berkata: “Hmm.. alhamdulillah kalo gitu nak, mungkin rejekimu bukan di asap rokok.” (bersambung)

17 March 2013

(Ternyata) Ada ‘Surga’ di Unesa


Hampir tiga tahun ngangsuh kaweruh di kampus yang dulunya bernama IKIP Surabaya ini, ternyata saya baru menyadari bila ada ‘surga’ di dalamnya.

Judul diatas bukanlah sekuel kedua film, “Tanah Surga Katanya”. Hanyalah catatan pengingat diri, sekedar menuliskan pengalaman yang baru teralami. Perjumpaan dengan ‘surga’, yang bukan dalam arti harfiah yang sebenarnya.

12 March 2013

PTK adalah..?




Photo by: roelsebloecreative@2013
Dalam sepekan ini, mahasiswa FIK Jurusan Pendidikan Olahraga 2010 kelas C dan D bakal disibukkan dengan tugas-tugas kuliahnya. Sama dengan semester sebelumnya, namun kuantitas dan kualitas tugas yang diberikan kali ini cukup menantang. Selain bersiap diri dengan berkas dan persyaratan menjelang PPL. Ada matakuliah PTK yang sudah menunggu dengan tugas pertamanya mendefinisikan pengertian PTK dari 5 (lima) sumber/ referensi yang berbeda.

Drs. Suroto, Ph.D., dosen yang mengampu matakuliah PTK di kelas kami bertipe kompetitif. Mahasiswa diberikan tantangan tugas dan ada deadline ketat untuk mengumpulkannya. Seperti kali ini, para mahasiswa bergegas mencari lima sumber ‘mata air’ PTK dari berbagai referensi yang berbeda. Maksudnya, ada lima sumber/ referensi/ pakar/ ahli yang mendefinisikan: Apa itu PTK? Tak hanya berhenti sampai disitu, dosen kami yang merampungkan pascasarjana dan gelar doktoralnya di Amerika dan Jepang  itu meminta untuk mendokumentasikan hasil yang kita dapat dalam bentuk video.

11 March 2013

Saat 'Warga Bali' Kembali Bermigrasi

Photo by roelsebloecreative@2013


Sama seperti tahun lalu, saat mendekati hari raya Nyepi, teman kami, Zulvicar Azzam kembali pulang ke kampung halamannya. Bukan ke negerinya Kajol dan Shah Rukh Khan, namun ke Magersari, belakangnya Alun-alun kota Udang. Tiap kali kepulangannya ke kampung halaman, ada efek berantai yang akan dibawanya. Setidaknya itulah yang kami rasakan, kawan, sahabat, dan saudara seperjuangannya ketika sama-sama berasrama dan bersekolah di SMA Negeri Olahraga. Entah mengapa, kenangan masa SMA takkan bisa terhapus begitu saja dari Long Therm Memory otak ini..


Ketika Kuliah Ikut-ikutan Kejepit



Senin menjadi hari paling membahagiakan bagi sebagian orang. Dengan posisi diantara Ahad dan Selasa yang sama-sama berwarna merahnya, hari Senin diekspresikan bermacam makna dan aktivitas. Mereka-mereka yang bekerja dibawah otoritas swasta lebih banyak yang masuk kerja. Sedangkan untuk mereka-mereka yang berpenghasilan dari uang rakyat, sebagian ada yang masih tetap beraktivitas layaknya hari Senin biasanya, sebagian yang lain meliburkan dirinya, tergantung kebijakan pimpinan. Tak terkecuali aktivitas kampus.


Kabar dari Sahabat



Syaiful Anshor, sahabat yang sekaligus menjadi saudara seperjuangan di Smanor, tiba-tiba muncul dengan pesan singkatnya. Kemunculannya yang tiba-tiba itu seolah menandaskan keberadaannya yang selama ini diliputi ‘misteri’. Maklum saja, sekian lama ‘berpisah’ setelah lulus SMA, Anshor-panggilannya, seolah ‘menghilang’ dari tangkapan radar teman-teman seangkatan enam. Nomor hape yang diberikannya terakhir kali tak aktif, di cari di search engine sampai di laman FB-pun tak ketemu.