Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

10 December 2017

Membaca Buku agar Hidup 600 Tahun

Namanya Akihiro Tokunaga, berasal dari Hiroshima. Sejak kecil menjadi yatim. Ayahnya meninggal terpapar efek radiasi bom atom. Semenjak itu bersama ibunya dia tinggal. Karena ekonomi yang sulit pada waktu itu, sang Ibu rela menitipkan Tokunaga kecil pada sang nenek. Di Saga, salah satu prefektur yang ada di Jepang, tempat nenek Osano tinggal, Tokunaga ‘dipaksa’ hidup sederhana.
Bersama nenek Osana, kehidupan Tokunaga bukan berarti lebih baik. Rumah neneknya berada di pedesaan. Jauh dari hiruk pikuk keramaian seperti di Hiroshima. Penghasilan neneknya juga tidak seberapa. Hanya mengandalkan gaji sebagai petugas kebersihan di Universitas Saga, juga dari kiriman dari Ibu Tokunaga yang tidak seberapa. Kehidupan yang penuh keterbatasan itu tidak lantas membuat Tokunaga menjadi manusia yang tidak dapat berkembang, siapa sangka, awal pengalaman hidup yang mengesankan baru saja dimulainya.
Dengan segala keterbatasannya, sang Nenek mengajarkan bagaimana agar dapat mengambil manfaat dari kehidupan sekaligus dapat bermanfaat dalam hidup. Nenek Osano banyak memberikan contoh. Salah satunya ketika berjalan. Demi kebermanfaatan, sang nenek mengikatkan magnet yang sudah bertali pada pinggangnya. Kenapa? Menurut sang nenek, agar jalannya tidak sia-sia, logam-logam yang tertempel di magnet sepanjang perjalanannya tadi dapat diuangkan karena bernilai jual tinggi.
Lain halnya dengan makanan. Di depan gubuk tempak sang nenek tinggal, terdapat sungai yang jernih. Tiap hari nenek Osano memungut sayur dan buah yang hanyut dibuang pedagang yang ada hulu. Dibersihkannya sayur dan buah tersebut, membuang bagian yang tidak dapat dimasak atau dimakan. Menurutnya, buah dan sayuran dengan bentuk tidak karuan akan tetap menjadi buah dan sayur, selama masih bisa dimakan.
Karena kesederhanaan dari sang nenek pula, Tokunaga dapat menemukan passiondalam berolahraga. Bisa dibilang, dari keterbatasan tersebut muncul kesuksesan. Awalnya Tokunaga ingin sekali mengikuti seni beladiri jepang, Kendo. Namun, saat maksud tersebut disampaikan pada sang nenek, lantas sang nenek mengetahui jika bermain Kendo harus mempersiapkan peralatan penjunjang, yang ujung-ujungnya adalah mengeluarkan biaya, maka urunglah keinginan Tokunaga tersebut. Sang nenek kemudian memberinya saran untuk ‘pindah haluan’: berlari. Ya, alasannya sederhana: lari tidak memerlukan biaya. Tanpa disangka, atas saran sang nenek disertai latihan yang keras, Tokunaga berhasil menjadi pemenang dalam event tahunan olahraga di sekolahnya. Bahkan, berawal dari pilihan karena keterbatasan itulah, Tokunaga akhirnya dapat diterima menjadi anggota klub baseball saat masuk SMP. Prestasinya pun diukir dari olahraga asli Amerika itu, hingga dapat beasiswa untuk melanjutkan ke SMA favorit di kota Hiroshima.
**
Buku yang berjudul asli Saga no Gabai Bachan, Nenek Hebat dari Saga itu merupakan satu dari beberapa buku biografi inspiratif yang ada di rak Perpustakaan sekolah. Buku yang ditulis dari kisah nyata penulisnya, Yoshici Shimada itu, bahkan sudah diangkat di layar lebar. Siapa sangka, buku yang awalnya ditulis untuk mengenang pesan-pesan kehidupan dari sang nenek itu mengalami penjualan yang dahsyat. Kurang dari setahun buku itu laris di pasaran hingga terjual lebih dari 100 ribu eksemplar.
Dari membaca buku biografi, kata Romi Satria Wahono, seseorang dapat menjalani kehidupan hingga 600 tahun. Menurut technopreuneur lulusan Jepang itu, apabila tokoh dalam buku biografi tersebut berumur 60 tahun, maka cukup membaca sepuluh buku biografi untuk dapat merasakan hidup hingga 600 tahun.
Dengan banyak membaca biografi para tokoh, seseorang dapat lebih bijak dalam berbuat. Dan dapat menggunakan berbagai strategi para tokoh dalam berbagai masalah dihadapi di dunia. “Dengan membaca buku biografi kita bisa pula mengetahui tips dan trik mereka dalam menempuh pendidikan, mendapatkan pekerjaan, melakukan bisnis, atau akhirnya mungkin bisa mengetahui bagaimana mempersingkat waktu untuk mendapatkan kesuksesan hidup,” kutip Pak Romi dalam bukunya “Dapat apa dari Universitas, Pelajaran Entreneur untuk Mahasiswa Lugu” tersebut. Well, dari buku pulalah karakter dapat terbentuk, hidup 600 tahun pun dapat “tercicipi”.
*ditulis kembali dari kolom Musasi Magazine edisi ke-4, September 2017
INSPIRATIF: Buku Saga no Gabai Baachan 

Kisi-kisi dan Soal PAS Gasal Penjas Semester 1 SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo

Bismillahirrahmanirrahim..
Alhamdulillah, tuntas sudah perhelatan Penilaian Akhir Semester (PAS) Gasal 2017/2018. Nilai pun sudah disetorkan pada masing-masing walas. Untuk itu, ada review Kisi-kisi dan Soal PAS Penjas. Dengan maksud untuk memudahkan penulis dalam melihat karya yang sudah dibuat. Lebih dari itu, semoga link Kisi-kisi dan Soal dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi para stakeholder Penjas (Guru/Siswa), umumnya bagi masyarakat yang haus akan ilmu. Semoga Allah mencatat segala niat dan amal baik kita. Aamiin.

Untuk Soal bisa di download di sini
Kisi-kisi bisa dilihat di sini

Jika ada saran dan masukan kami tunggu di email: roelsebloe@gmail.com atau DM di Instagram @roelsebloe

1 September 2017

Al Millah, Pak Iskalam, dan Spiritualitas Kaum Urban

Masjid itu bernama Al Millah. Masjid yang sering disebut Ustadz Eko Asmanto pada kajian kitab Bulughul Mahram di Mushala kampung kami, Nurul Huda, desa Gedang kecamatan Porong. Ustadz Eko, yang asli dari Kalimantan itu, memang pernah menjadi warga Perumahan Pondok Jati, tempat Masjid Al Millah berada, kurang lebih satu-dua tahun, sebelum akhirnya kembali ke Porong, tempat awal beliau menancapkan tonggak dakwah.

Sering kami menyimak penuturan Ustadz Eko, jika beliau kerap dimintai waktu oleh Pak Iskalam mengisi kajian pada Sabtu malam ba’da maghrib di masjid Al Millah. Namun, beliau menyampaikan jika Sabtu malam ba’da maghrib adalah ‘waktu khusus ‘ untuk kajian di Mushala Nurul Huda. Mushala yang ta’mirnya adalah Abah Imam Moehasib, guru ngaji Pak Iskalam dulu. Namun jawaban Ustadz Eko kadang sengaja ‘dilupakan’ Pak Iskalam, sehingga Ustadz Eko kerap ‘diiming-imingi’ tawaran mengisi kajian pada Sabtu malam di Al Millah, maka jawaban berikutnya  Ustadz Eko pun cukup cerdas, “Monggo Pak Iskalam sendiri yang menyampaikan ke Abah Asik, panggilan Abah Imam Moehasib. Maka, sejak saat itu, tidak ada lagi ‘tawaran’ mengisi kajian tiap Sabtu malam di masjid Al Millah.

Ustadz Eko sering menceritakan masjid Al Millah. Ketika digambarkan semangat berjamaah masjid tersebut, kami sering membayangkan bagaimana bentuk masjidnya, apa yang unik di dalamnya, dan lain sebagainya. Maklum, saat kami masih ‘nyantri’ di Smanor, Pondok Jati adalah perumahan yang sering menjadi tempat penjelajahan kaki kami. Entah itu saat kembali masuk ke asrama, karena sebelumnya libur. Atau pada saat kita mau ke stadion Gelora Delta untuk latihan fisik atau berenang di kolam renang GOR. Tapi yang namanya Masjid Al Milllah, belum dikenal (atau memang saya yang belum mengetahuinya?).

Sampai akhirnya kami pun dipertemukan dengan masjid Al Millah. Kesan pertama yang kami dapati adalah modern, bersih, dan nyaman. Masjid dengan karpet warna merah, lembut, dan wangi. Masjid Al Millah sering menjadi magnet tersendiri bagi para penuntut ilmu. Kajian disana hampir tiap hari ada.Pengisi kajiannya juga beragam, dari Ustadz Menachem Ali, Yunan Daris, Bangun Samudra, hinggga Ustadz Zulkifli Ali dan Arifin Ilham pernah mengisi kajian di masjid Al Millah. Jamaahnya? Jangan tanya, saking banyaknya jika kami tiba disana setelah adzan maghrib berkumandang pada Sabtu malam, maka dapat dipastikan, shaf terdepan bukan menjadi tempat sujud kami. Bahkan, saking penuhnya jamaah yang hadir, kami pernah tidak kebagian area dalam masjid. Alhasil, selasar sisi utara maupun selatan masjid pun kami gunakan. Sering kami jumpai wali murid yang ikut kajian disana. Jarak rumahnya dengan masjid Al Millah lumayan jauh. Seperti dari Porong ke Candi. Namun, wali murid tersebut aktif kajian di masjid Al Millah, bahkan anaknya menjadi salah satu pengurus remas di sana.  

Kegiatan-kegiatan di masjid Al Millah, setidaknya memperlihatkan jika masjid tersebut memperhatikan dengan benar spiritualitas kaum urban. Lihat saja, disaat Sabtu malam Ahad, yang biasanya adalah waktu yang menjauhkan diri dari Allah, khususnya para pemudanya, maka Al Millah memfasilitasinya dengan menawarkan kajian. Jika besok adalah tahun baru, maka sekali lagi, Al Millah mengadakan kajian pada malam tahun baru. Kemudharatan-kemaksiatan dilawan dengan bentuk pendekatan spiritual-ruhiyah. Kami juga sering terinspirasi bagaimana Masjid Al Millah, menawarkan suasana pedesaan/kampung halaman pada saat perayaan hari besar Islam. Contohnya, Pawai Takbiran Idul Adha dengan menggunakan obor untuk anak-anak TPQ masjid. Juga ada Tahfidz Camp, para pesertanya juga umum, SD-SMP, pelaksanaannya kemarin pada saat bulan ramadhan. Mereka diajak untuk menginap di tenda, dengan banyak kegiatan menarik di dalamnya.
Dari mengikuti kajian itu kemudian kami mengenal sosok yang sering menjadi imam shalat berjamaah. Dialah Pak Iskalam, warga asli kampung kami, desa Gedang Porong, dan teman ngaji Bapak kami yang sama-sama menjadi murid Abah Imam Moehasib di musholla Nurul Huda. Suara beliau yang khas  ketika menjadi imam sering menginspirasi kami untuk ‘menduplikasinya’ saat kami berkesempatan menjadi imam shalat. Guru-guru kami di sekolah juga banyak bercerita tentang Pak Iskalam dan kiprahnya. Termasuk kiprahnya dalam aksi bela Islam 1-3 di Jakarta yang tidak pernah abstain.

Jumat, 10 Dzulhijjah 1438 H, beliau dipanggil kembali ke rahmatullah. Ketua takmir masjid AL Millah itu di akhir hayatnya masih sempat berkutat dengan urusan umat. Kini tuntaslah sudah amanah beliau. Namun, kiprah dan semangat yang ditorehkannya selama hidup akan tetap terus menginspirasi.  Selamat jalan Pak Iskalam. Allahummaghfirlahu, allahumma tsabbithu..

Porong-Bulu, 10 Dzulhijjah 1438 H/ 1 September 2017

Dalam genggaman kuasaNya

Almarhum Pak Iskalam *foto @helma_elma