Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

27 January 2016

Merevolusi Mental Struktural

Pagi tadi ketika berniat berangkat ke SMAN 1 Sidoarjo. Ketika sampai di perempatan alun-alun terlihat sebuah spanduk bertengger di dedahanan pohon. Tulisan yang tertera di spanduk itu yang membuat tertarik. Kurang lebih bunyinya: “Mari Sukseskan Pelaksanaan Revolusi Mental!” Tidak ada yang salah sebenarnya dari kalimat tersebut. Tidak pula ada yang aneh,meski virus narsis masih menggelayut dalam mindset para pemegang kebijakan di kabupaten tercinta kita ini. Buktinya, foto mereka selalu saja menyertai dalam setiap ucapan, promosi wisata, ataupun dalam bentuk info dan pengumuman lainnya. Tidakkah cukup, foto mereka tersebar begitu merata dari pendopo delta wibawa hingga pelosok desa-desa?

Menarik ketika mengaitkan mental dan mentalitas. Dimana setiap kebijakan yang ditelorkan tidak lain adalah sebuah ajakan untuk merevolusi mental. Entah, yang dinamakan revolusi mental itu juga masih absurd. Se-absurd  tujuan dan makna dari revolusi mental itu sendiri. Rakyat nampaknya hanya diberikan jargon dan pepesan kosong belaka.

Buktinya, ketika kebijakan yang digedok oleh para pemangku kebijakan di kabupaten kita tercinta ini bertabrakan dengan gaung yang mereka sampaikan sendiri. Revolusi mental tidak akan pernah bisa berjalan, ketika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan malah mendukung untuk mereduksi mental. Mengokohkan mentalitas terjajah, memupuk dan menyemainya di bumi jenggala.

Kita tidak habis pikir, ketika suatu kebijakan yang banyak ditolak oleh khalayak malah dipertahankan. Parkir berlangganan adalah yang pertama. Bagaimana para pemilik kendaraan,mau tidak mau, harus rela merogoh koceknya untuk mengikuti parkir berlangganan. Jika tidak mau, konsekuensinya kadang berliku. Ada mekanisme birokrasi yang tidak mudah untuk ditembus. Bisa dibayangkan, ketika pemilik kendaraan harus ‘bermain perasaan’ dengan juru parkir. Bersikap tega-tegaan hanya karena uang dua ribu perak. Pertanyaannya kemudian, untuk apa kita membayar parkir berlangganan itu? Melihat para jukir itu menunggu agar segera diberi ceperan, sungguh membuat hati ini miris. Bukankah mereka sudah dibayar oleh Pemkab?  Saya tidak tega untuk menyebut perilaku seperti itu karena saking lamanya kita terjajah Belanda. Penyemainyatak tak lain adalah mereka sendiri sebagai pembuat kebijakan dan penelor undang-undang.

Jika pemimpin yang tidak bisa mengayomi rakyat, jangan salahkan pemimpinnya, tapi salahkan rakyatnya. Lho koq bisa? Logikanya, ketika pemimpin yang dipilih itu tidak sesuai dengan keinginan, berarti proses seleksi yang dilakukan sangat rendah. Bisa jadi, rakyat kita tidak mampu untuk memilih pemimpin. Tengok saja, ketika rakyat menolak untuk pengeboran Lapindo, petinggi kita yang baru terpilih malah memberikan izinnya. Mana yang dinamakan suara pemimpin suara rakyat? Bukankah itu bertentangan dengan rakyat. Jadi, mungkin kita kurang cerdas dalam memilih. Bisa jadi pula kita termasuk amnesia dalam memilih pemimpin. Entahlah sampai kapan revolusi mental tetap mengendap di sanubari impian.

Jasem, 270116



20 January 2016

Resolusi Sepenuh Hati

Entah, sejak kapan manusia membuat resolusi. Saya sendiri baru beberapa tahun ini tertarik meninta resolusi. Isinya, tentang beberapa item harapan yang ingin dicapai dalam rentang waktu satu tahun kedepan. Resolusi bisa diterjemahkan salah satu cara kita untuk mendesain mimpi. Melarikkan kuas cita-cita dalam harapan. Mengusahakannya dalam usaha dan doa. Betapa ‘gurihnya kue’ resolusi, atau barangkali kita menyamakan rasanya dengan resoles?..eh J

Barangkali resolusi bisa dibuat dengan matang-terencana ataupun bersifat insidental or dadakan. Saya biasanya memadukan keduanya. Saya buat konsep resolusi dari mimpi-mimpi yang bergelayut di udara fantasi kepala kedalam ejawantah kertas putih, yakni catatan. Hehe..

Nah, dalam buku catatan itu biasanya masih reng-rengan (garis besar dan kasar), sehingga perlu tafsiran agar dapat menjadi gambaran yang SMART. Apa itu SMART? Panganan apa lagi itu, ups..

Saya tidak dapat menyembunyikan rasa syukur, ketika ilmu SMART itu saya dapat ketika bersilaturahim dalam acara Musycab Pemuda Muhammadiyah Tanggulangin di Rumah Makan CSDW Kalipecabean-Candi. Pak Nashir, yang menjadi Ketua PCM Tanggulangin yang juga guru itu membagi hikmah ketika didapuk memberikan sambutan. Di sela-sela ‘tausyiyahnya’, Bapak yang juga menjadi sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Sidoarjo itu menyampaikan tentang SMART. Yang tidak lain merupakan akronim dari Specific (jelas), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Realistic (sesuai kondisi), dan Time Bound (batas waktu).

Artinya, apapun resolusi yang akan kita buat setidak-tidaknya harus jelas, terukur, dapat tercapai, realistis dengan keadaaan kita, dan tenggat waktunya jelas. Contohnya, kita buat resolusi menikah untuk tahun 2016 ini..*cieee.

Nah, Jika hanya menikah yang kita tulis dalam catatan resolusi tanpa ada item SMART di dalamnya, maka akan menjadi abu-abu dan geje, ga jelas! Maka agar menjadikannya sesuatu yang terang benderang seperti warung nasi Padang (lho!), maka resolusi menikah harus menyertakan aspek spesific, jelas, dengan siapa kita akan menikah.

Pertama, patinya dengan wanita. Wanita yang bagaimana, tentu wanita yang muslimah, yang baik agamanya. Kedua, terukur. Tahun 2016 kita akan menikah. Berusaha berikhtiar dan memperbaiki diri, kalo bisa sebelum ramadhan tiba sudah ada bidadari yang menemani kita baik ketika santap sahur maupun saat berbuka tiba.

Apakah relevan, insya Allah. Dengan terus memperbaiki diri, dan berkomunitas pada majelis-majelis quran, dan sering mendekatkan diri pada Allah, maka Dia kan perkenankan untuk kita jodoh yang baik.

Berbatas waktu, sebelum ramadhan tiba adalah tenggat waktunya. Itu mungkin kurang lebih yang dinamakan dengan resolusi SMART. Tentu, segala ikhtiar kita tidak akan tercapai tanpa pertolongan dan andil besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, kekuatan manusia hanya ‘terbatas’ pada berencana, mengupayakan dengan segenap tenaga dan upaya, serta doa yang tiada pernah putusnya. Sehingga, ketika rencana dan resolusi itu belum menampakkan hasilnya, kita tetap berprasangka  baik kepada Allah. Karena Allah lebih mengetahui apa-apa yang ghaib. Wallahu a’lam bisshawab.


Well, apapun itu, resolusi membuat mimpi dan cita-cita kita semakin terarah. Membuat kita semakin terpacu untuk berikhiar dengan segala potensi dan karunia yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla. Dan menjadikan kita menjadi hamba-hamba Allah yang bersikap optimis, bersungguh-sungguh, serta berjuang dalam ghirah Islam yang membumbung tinggi.