7 May 2015

Assalamu’alaikum, Pak Rektor!

Hujan deras sore itu. Rahmat Allah turun dan mengguyur permukaan bumi. Sepanjang jalan Sidoarjo hingga Surabaya pun tak luput dari rintik air langit. Kami berangkat dari Porong. Gedung Balai Pemuda Surabaya siap menyambut tekad kami. Thalibul Ilmi.

Sabtu (2/5) menjadi rangkaian acara Surabaya Islamic Book Fair (SIBF) 2015 di gedung bersejarah itu. Lumrahnya acara SIBF dua-tiga tahun belakangan diadakan di Jatim Expo (JX) atau di DBL Arena. “Mungkin sedang penuh penyewa,”jawab Juhri, kawan seboncengan, seolah mengerti tanda tanya yang melayang di atas kepala. Selain hunting buku-buku berharga miring, undangan Bina Qolam yang tersebar di sosmed membuat langkah roda motor kami terus tergerak.

SMILE: Prof, Muchlas Samani*
Profesor Muchlas Samani, nama yang tak asing lagi bagi kami, khususnya warga Unesa. Rektor periode 2010-2014 itu revolusioner. Gagasan dan kiprahnya akan kami ceritakan di sesi lain. Yang jelas, kedatangan mantan staf ahli Menteri Ppendidikan Bambang Sudibyo itu memantik keingintahuan kami. Diskusi yang bertemakan “Berawal dari Membaca Kini Saatnya Menulis” menghangat. Semangat para peserta mengalahkan guyuran hujan.

Diskusi dimulai ba’da salat Isya’. Mas Oki Aryono, pemegang amanah Bina Qolam yang merasa dirinya hanya pemandu sorak, menjadi moderatornya. Prof. Muchlas malam itu memakai jaket coklat. Beliau berkata dua hari belakangan bisanya hanya tiduran, radang tenggorokannya kambuh. Alhamdulillah, malam itu beliau sudah sehat.

Dalam paparannya, Prof.  Muchlas mengawali akan betapa penting peran dunia tulis-menulis dalam sejarah peradaban manusia. “Jika tidak ada tulisan, mungkin manusia akan tetap seperti ini,” tutur beliau sembari memperlihatkan slide bergambar manusia purba. “Karena tidak ada transfer ilmu pengetahuan yang terjadi,” jelas lulusan teknik mesin IKIP Surabaya tersebut.

Transfer pengetahuan itu rupanya sudah diingatkan oleh Allah dalam ayat “balighu anni walau ayah”, jadi dalam arti yang lebih luas, menyampaikan ayat-ayat Allah tidak terbatas pada ayat-ayat kauliyah (tersurat), namun juga kauniyah (tersirat). Media yang digunakan pun bermacam-macam salah satunya dengan tulisan. “Ada inspirasi apapun, tulislah!” ajak guru besar Unesa itu.

Menulis itu, tambah Prof. Muchlas, ibarat orang belajar bersepeda. Membutuhkan skill atau keterampilan. Semakin sering diasah semakin baik. Mengasah skill menulis tak harus dari buku atau jurnal ilmiah. Dari fenomena yang terjadi di sekitar kita pun bisa menjadi bahan tulisan. “Contohnya seperti sekarang ini, mengapa dua hari terjadi hujan terus menerus. Orang-orang yang tidak belajar mengasah akan menganggap fenomena tersebut adalah hal biasa,” jelas pemilik akun blog muchlassamani.blogspot itu menambahkan.  


Peran membaca buku atau bacaan juga tak kalah penting. Fungsinya tak lain untuk memperkaya tulisan. Dengan membaca, wawasan seorang penulis akan bertambah. Dia (penulis) dapat membuka wacana dari bahan bacaan yang tentu menjadi paradigma bagi setiap pembaca.

Dengan didasari perintah menyampaikan walau hanya satu ayat, maka keikhlasan dalam menularkan tulisan itu perlu menjadi pegangan. “Dengan ikhlas dan berlandas niat menyampaikan ilmu yang bermanfaat, insya Allah akan menjadi pahala yang mengalir sampai nanti kita meninggal” ujarnya.

RESENSI?: Sabar :)
Acara diskusi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab peserta. Beberapa peserta yang bertanya mendapat hadiah buku karya Prof. Muchlas. Kami sendiri Alhamdulillah diberi kesempatan Allah untuk menikmati buku terbaru Prof. Muchlas. Judulnya pun membuat siapa saja penasaran dengan isinya. Di cover depan buku bertebal 266 halaman itu bertuliskan “Mohon Maaf..Masih Compang-Camping, Kumpulan Catatan sebagai Rektor Universitas Negeri Surabaya 2010-2015”. Resensi menyusul ya, hehe..




Salam Literasi,
Porong 070515

FOTO: Para Peserta Diskusi dan Prof. Muchlas Samani
























 *gambar sumber; http://antarajatim.com/

0 komentar: