14 July 2015

Remaja dan Pendangkalan Akidah (2)

Melanjutkan tulisan dari status sebelumya tentang pendangkalan akidah yang dialami remaja. Awalnya, saya memang hanya memposting di Instagram foto dan caption prosesi ikrar syahadat seorang Ibu dan anaknya yang kembali memeluk Islam. Namun, setelah melihat fenomena beberapa artis murtad dan ragam pendangkalan akidah yang tersebar secara masif baik dari surat kabar, tivi, hingga musik. Maka saya kira perlu untuk mengetengahkan persoalan ini.

Pertama kali, kemarin ketika melihat beranda. Saya menemukan postingan dua anak remaja dengan pakaian putih-putih dengan tanda salib warna biru di dadanya. Dari keterangan foto yang diunggah tersebut, dua anak remaja dengan baju dan rambutnya yang masih basah ini ternyata baru selesai dibaptis.

Rasa tergelitik saya bertambah, setelah tulisan keterangan dalam foto tersebut ada nama-nama “stakeholder”  yang di-tag disana. Dari beberapa nama yang di-tag, ada nama yang begitu Islami. Saya bertambah yakin jika pemilik salah satu nama adalah orang yang ada dalam foto tersebut, yang dulunya Islam dan baru kena baptis.

Sedikit saya telusuri status dan beberapa fotonya. Dan memang benar, bulan Juni lalu dia masih mengucap basmalah ketika mau mengikuti Ujian Nasional, dan kemudian mengucap hamdalah usai dinyatakan lulus. Salah satu fotonya juga ada yang mengenakan pakaian sekolah dan memakai jilbab.
Saya kemudian bertabayyun (meng-kroscek) padanya. Dalam kotak pesan, saya layangkan beberapa “klarifikasi”. Beberapa diantaranya: sejak kapan dia berpindah keyakinan? Dia menjawab baru kemarin (12/7) dia murtad.

Sudah tahu apa belum konsekuensi jika seseorang berpindah keyakinan? Dia hanya menjawab jika ini sudah keyakinannya.

Sudahkah keputusannya berpindah keyakinan itu diketahui kedua orangtua? Dugaan saya tak meleset. Keputusannya diambil sendiri (dengan pengaruh teman-temannya). Dia bilang nanti juga suatu saat akan bilang pada kedua orangtuanya.

Nama yang diberikan kedua orangtuanya yang berartikan sebaik-baik wanita, ternyata belum dipahaminya. Baginya, mungkin, nama hanya sebatas nama. Ia tak menyadari, jika ada doa yang terselip dari kedua orangtua padanya.

Well, kita tidak memungkiri memang, ternyata fenomena pendangkalan akidah tidak hanya terjadi di pedalaman-pedalaman daerah yang minim aksesibiltas. Kita sudah mendapatkan fakta beberapa saat yang lalu, di kota besar seperti Jakarta ada penyusupan kristenisasi dalam acara Car Free Day. Kita pun melihat kenyataan akan proyek pemurtadan di Surabaya. Dua contoh itu terjadi di kota yang biasa disebut metropolitan. Bagaimana dengan daerah-daerah lain?

Di Jawa Timur sendiri, Malang Selatan disebut-sebut menjadi sasaran proyek Kristenisasi Internasional. Konon disana sudah berdiri tegak gereja terbesar se-Asean. Belum lagi kabupaten dan kota yang ada di sekitarnya.

Fenomena artis murtad, sedikit banyak memberikan “role-model” yang kurang baik bagi remaja-remaja yang lemah akidah dan labil emosi. Menjadi sasaran empuk bagi pasukan salib untuk bergerilya memangsa calon baru. Lemahnya ekonomi, menjadi target para misionaris untuk menawarkan dagangan agama dengan jargon; kau tukarkan agamamu, kuberikan beras sekardus untukmu.

Kita meyakini jika “Innaddiina indallahil Islam” Agama yang benar disisi Allah adalah Islam. Tapi apakah kita yakin saudara-saudara kita yang lain akan tetap berpegang teguh dengan kalimat tersebut, sementara anak-anak mereka menangis kelaparan dan membutuhkan asupan makanan, dan kita berfoya-foya sendirian atau berjamaah, memajang foto buka bersama, seolah abai terhadap mereka?
Ada yang harus dipikirkan bersama. Ramadan kali ini, ada yang menohok di hati.
Wallahua’lam bisshawwab.

"Islam memandang keimanan sebagai hal terpenting dan mendasar dalam kehidupan. Iman akan dibawa mati. Iman lebih dari soal suku, bangsa, bahkan hubungan darah. Iman bukan “baju”, yang bisa ditukar dan dilepas kapan saja si empunya suka."
-Dr. Adian Husaini-

gambar:mimbarhadits.files.wordpress.com






0 komentar: