13 June 2018

Kayuhan Pedal Sepeda Pak AR Fakhruddin

“Bertanyalah pada mereka, orang-orang besar di zamannya. Kebesarannya hingga kini dapat kita rasa, perjuangannya dapat kita baca dalam lembar-lembar cerita yang penuh makna..”

Orang besar selalu berbuat sesuatu yang besar. Seperti pesan dan nasehat yang selalu digaungkan Allahuyarham Ustadz Abdurrahim Nur: “Beramal-lah luar biasa dan terbaik, maka Allah akan memberikan sesuatu yang luar biasa pula.” Seperti yang dilakukan Ketua PP Muhammadiyah terlama (32 tahun, dari 1968-1990), KH. Abdur Rozaq Fachruddin, atau yang dikenal dengan panggilan Pak AR.

Dalam buku biografinya, yang ditulis Sukriyanto AR (salah satu anaknya yang kini menjadi anggota PP Muhammadiyah), Pak AR dibentangkan kembali kisahnya. Mulai dari masa kecil, remaja, hingga dewasa. Termasuk saat sebelum menjadi ketua, saat dibenum (ditugaskan) berdakwah di pelosok. Berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kayuhan demi kayuhan pedal sepedanya
Bersepeda merupakan merupakan moda transportasi andalan pada zaman old. Dengan sepeda, Pak AR mengisi pengajian di berbagai cabang dan ranting.  Tidak jarang juga melalui jalur sungai. Kadang-kadang memakai perahu klotok dan kadang-kadang hanya memakai jukung, sejenis sampan yang bisa dimuati sampai sekitar delapan orang.

Pengalamannya yang menarik adalah saat bersepeda menempuh jarak 1310 km. Saat itu, Pak AR memimpin rombongan yang jumlahnya lebih dari 12 orang dari kepanduan HW. Mereka menjadi utusan dan penggembira  Kongres Tahunan Muhammadiyah ke-28 (1939) di Sumatera Timur (Medan).

Selama 8 jam tiap hari. Berhari-hari mereka menempuh perjalanan tersebut. Jika bertemu bus, maka sepeda dinaikkan ke atas bus. Pada waktu itu belum ada bus yang langsung dari Palembang ke Medan. Bus hanya ada dari satu kota ke kota lain. Bila tidak ada bus mereka mengayuh sepeda lagi, karena niatan semula menghadiri kongres di Medan tersebut dengan mengayuh sepeda.
Mereka membawa segala perlengkapan yang diperlukan seperti perlengkapan kepanduan HW, obat-obatan, alat perbaikan sepeda, tambal ban dan pompa yang menjadi alat penting selama menempuh perjalanan ribuan kilometer tersebut. Pak AR bersama rombongan melewati kawasan hutan dan sungai  yang pada waktu itu sebagian besar belum ada jembatannya. Ketika menyeberangi sungai, sepeda dinaikkan ke perahu, sampan atau rakit.

Perjalanan dari Palembang ke Medan melewati jalan yang masih banyak yang belum diaspal (masih jalan tanah). Perjalanan hanya ditempuh pada siang hari. Pada malam hari mereka berhenti. Di tempat pemberhentian, mereka beristirahat, membuat kemah. Kadang di pinggir jalan, kadang di tepi atau di tengah hutan yang dilewati, kadang pula di desa, atau di pinggir kota.

Ketika di tengah hutan, mereka membangun kemah dengan menempatkan sepeda mereka yang disusun melingkar mengitari kemah, berfungsi pagar sekaligus untuk pengaman. Di tempat berkemah itu, mereka yang merupakan Pandu HW pada malam hari membuat api unggun. Selain itu, mereka juga memasak, saling pijat, shalat berjamaah, kultum, dan membaca Al Quran dengan saling menyimak.

Mereka melakukannya dengan penuh semangat. Tidak merasa berat selama perjalanan. Jarak tempuh yang jauh melewati hutan, lereng-lereng pegunungan, lembah dan sungai menjadi petualangan yang mengasyikkan. Tantangan terasa menjadi sangat menyenangkan. Karena mereka bisa melihat keindahan alam dan merasakan kesegaran hutan dan pedesaan.

Siapa sangka, dari kayuhan pedal sepedanya, kelak sosok itu akan menjadi ketua PP Muhammadiyah. Dari tetes peluh pengalaman saat menempuh perjalanan dakwah itulah karakternya terasah. Ya, segala sesuatu akan menemui masanya. Sedih, susah, dan senang akan menjadi kenangan pada waktu yang ditentukan. Beramal-lah yang terbaik pada masa muda, bersiaplah menuai kebaikan setelahnya! 

(* artikel diterbitkan di majalah SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo edisi 5)

Film Perjalanan Hidup Pak AR Fakhruddin (foto: google)

0 komentar: