26 May 2014

Oktober Bisa!

Kalah adalah hal yang biasa dalam olahraga. Jika tak menang, maka hasilnya adalah imbang atau menelan kekalahan. Para pemain, pelatih, stakeholder, dan pada mereka yang mengaku mencintai olahraga akan sangat mahfum dengan makna menang-kalah dalam olahraga.

Banyak faktor yang bisa dikaitkan atas kekalahan yang menimpa suatu individu atau tim yang sedang bertanding. Bisa karena latihannya yang kurang terstruktur, terukur, dan berkelanjutan.  Bisa juga ketika ditengah pertandingan mengalami cedera sehingga tak mampu melanjutkan jalannya pertandingan dan harus ditandu ke luar arena permainan. Sedang faktor lainnya sungguh beragam, hingga sampai ada yang menyalahkan takdir Tuhan yang menjadi biang keladinya. Poin terakhir itu yang terkadang sering dikambinghitamkan dengan beragam excuse lain yang dipaparkan.

Namun, dalam olahraga kita diajarkan untuk bersikap sportif menerima kekalahan dan mengakui keunggulan lawan. Karena bagaimanapun itu, ketika kita sudah berjuang dengan penuh maksimal, dan hasil akhir menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan, kita tak perlu bersedih sebenarnya . Karena bila kita yakin kemenangan itu akan menanti kita setelahnya.

Seperti itulah gambaran sikap saya sebagai makhluk Allah yang masih banyak  berlumuran dosa dan khilaf yang tiada kira. Melihat teman-teman kuliah yang mengikuti  yudisium, hati ini menggelegak penuh Tanya, kira-kira mengapa saya tak bisa seperti mereka? Apa saja yang saya kerjakan sehingga kalah dalam hasil yang telah mereka capai? Kurang sungguh-sungguhkah saya? Atau memang kurang rajin dan banyak ke kampus untuk berkonsultasi dengan dosen? Begitulah kira-kira pertanyaan yang langsung menggelayut di kepala.

Tapi kemudian saya kembali sadar, saya tak sama dengan mereka. Ya, mereka-mereka yang sedang berbahagia dengan yudisiumnya itu. Tapi, pantaskah saya beralasan dengan kesibukan yang ada. Mulai dari menapakan kaki di tiga tempat yang berbeda dalam satu rentang waktu. Cukupkah alasan ketidakmampuan saya mengejar capaian mereka dengan mengatakan. “Saya kan ikut organisasi, sehingga wajar kalau saya tak bisa menyamai mereka?” Begitukah kira-kira?? Atau dengan alasan-alasan lain yang hanya menjadi penghibur sesaat ketidakberdayaan yang sedang menghinggapi? Tidak cukupkah beralasan karena kita sendiri yang tidak merancang jauh-jauh hari, atau karena kita sendiri yang kurang fokus, nir-istiqomah, dan mengabaikan faktor ketawakalan setelah sekuat tenaga berikhtiar.
Sebenarnya tak pantas semua alasan itu. Benar..benar tak pantas.

Karena seharusnya saya menginterupsi diri saya sendiri, menyadari kelemahan dan kekurangan, dan mulai berusaha menyusun strategi untuk menghadapi beragam “perang” yang menghadang di depan.

Karena olahragawan sejati, tak pernah menyalahkan orang lain ketika kalah dalam permainan/ pertandingan. Dia akan mengidentifikasi kelemahan diri, mengevaluasinya, kemudian meng-upgrade beragam keunggulan yang dimilikinya.

Tak pernah terbersit dipikirannya untuk menyerah sebelum mencoba. Pantang kalah, sebelum kaki keluar arena!


Mari berusaha! Karena waktu adalah rahasia dariNya untuk mereka yang beriman, bertaqwa, dan berilmu. Bismillah, Oktober bisa!    

0 komentar: