7 December 2013

Cahaya di Masjid Lumpur

Hawa panas siang itu terasa sangat menyengat. Alih-alih berteduh untuk mendinginkan suhu, motor merah malah kupacu menyusuri aspal jalanan agar segera sampai tujuan. Agak tergesa memang, khawatir bila pahala berkurang. Alhamdulillah, beberapa meter memasuki parkiran, sayup-sayup suara adzan baru berkumandang.

Nurul Azhar namanya. Masjid yang dikelola Yayasan dengan nama yang sama tersebut berjejal jama'ah. Kewajiban bersegera salat Jumat seolah membangkitkan kembali kejayaan masa lalu masjid itu. Rumah Allah yang namanya terinspirasi dari tempat menimba ilmu sang Kyai di negeri Hasan Al Banna tersebut ramai layaknya malam i'tikaf tiba. Ada nostalgia, berkhayal jika penuhnya shaf bisa ditemui di waktu-waktu salat lainnya.

Aku bergegas mengambil wudhu. Sedikit asin terasa ketika air memenuhi langit-langit dalam rongga mulut. Entah apa sebabnya. Efek bencana tujuh tahun lalu atau lainnya, entahlah. Yang jelas, tanggul penahan luapan lumpur semakin kokoh berdiri. Nanar menatap masjid di depannya.

Kumulai salat qabliyah sebelum duduk diam mendengar khutbah. Menjelang takbir, sempat kulirik sang khatib yang berdiri diatas mimbar. Ada sosok ulama besar rupanya.

Tak salah bila aku dibuat kagum dengan keilmuannya. Dari materi khutbahnya saja, orang lain pun bisa menebak seberapa kapabilitas seorang khatib. Tersadar akan sosoknya yang telah bermukim lama di tanah hijaz. Disanalah tempat beliau menghabiskan masa muda dengan menimba lmu agama. Dari beberapa pengajian dan referensi yang kami ikuti, beliau salah satu maestro di bidang ilmu Fiqih, lmu yang berkaitan erat dengan bahasan peribadatan.

Ustadz Aliga Ramli, Lc, pengajar di Pesantren Persis-Bangil yang sekaligus menjadi satu diantara beberapa pengurus di Yayasan Nurul Azhar tersebut  menyampaikan betapa pentingnya menuntut ilmu. Runtutan materi khutbah yang disampaikan, seolah sayang bila sedetik saja terlewatkan. Seperti ketika masuk pada sebuah ayat, tentang firman Allah yang termaktub dalam Al Quran. Yakni, Allah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Pahala mereka disamakan dengan para Mujahid  pembela Dienul Islam.

Selain itu, ada peringatan bagi mereka yang menuntut ilmu bukan karena niat menyebarkan dan memberi pencerahan. Dan yang patut diingat, ada tiga landasan pokok yang tidak bisa terlepas dan saling berkaitan. Ketiganya adalah iman, ilmu dan, amal. Tanpa iman, sia-sia kita berilmu dan beramal. Beriman dan beramal tapi tanpa ilmu, seolah jauh dari tuntunan. Begitu pula orang beriman dan berilmu  tapi tiada beramal, betapa gersang keridhaan Allah padanya. Astaghfirullah..

Ba'da khutbah yang disambung dengan salat dua rakaat, aku kembali berdiri menegakkan salat. Dua rakaat ba'diyah menjadi penutupnya. Usai salam, aku melihat Ustad Aliga baru menyelasaikan salat sunnahnya. Segera kutemui beliau dan bersalaman. Sedikit bertanya, kapan dan dimana beliau memberi kajian. "Tap hari Senin ba'da Maghrin di Masjid Al Falah-Gempol,"ujar beliau.

Beliau pun pamit pulang. Aku dan kawanku yang saat itu berada disampingnya berdiri serempak. Sempat kutawarkan tumpangan si merah. Namun, beliau khawatir masuk angin. Beliau melangkahkan kaki setelah menyalami kami. Dari kejauhan, beliau berjalan menuju jalan raya. Menunggu angkutan yang membawanya pulang kerumah..

#saat tafakkur dan introspeksi mendapat tempat kembali.
Ditulis bersambung, kampung halaman-rumah singgah.
101213

Allahuyarham Ustadz Aliga Ramli, Lc., satu dari beberapa ulama kota lumpur, Porong, yang kembali ke Rahmatullah. Semoga kami bisa meneladani kiprahnya dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya, dengan niat hanya mengharap ridhaNya.. 

0 komentar: