6 March 2014

Berproses Menjadi Cik Gu

Hari ini menjadi catatan sejarah yang tak pernah terlupa dalam perjalanan karir menjadi seorang calon guru. Untuk pertama kalinya, saya menerima gaji pertama sebagai pengawas ulangan tengah semester (UTS) yang dilaksanakan sepekan yang lalu (24 Pebruari-1 Maret 2014).

SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo (Musasi) menjadi tempat berlabuh dalam menulari dan ditulari ilmu yang pertama semenjak menasbihkan diri menjadi mahasiswa FIK Unesa pada 2010 silam. Memang sebelumnya, pengalaman juga didapat dari praktik pengalaman lapangan (PPL) di SMK Ketintang-Surabaya. Benar juga kata salah seorang penjual makanan dan minuman yang ada di depan kosnya seorang kawan, Imam Hanafi, yang kurang lebih berkata:

“Kalo praktek PPL mending minta ditempatkan di sekolah-sekolah yang muridnya nakal-nakal, biar ga kaget ketika menjadi guru beneran.”

Saya tersenyum mendengar petuah dari seseorang yang mungkin dianggap tak pernah mengenyam bangku perkuliahan, tapi karena seringnya berinteraksi dengan mahasiswa kependidikan yang ngekos disitu dan berkisah tentang haru biru ber-PPL ria, menjadikannya paham teori, meskipun sumber referensinya hanya dari kelakar cerita.

PPL yang notabene sebagai try-out atawa ajang uji coba sebelum terjun dalam “medan peperangan yang sesungguhnya” seolah menjadi landasan awal diri ini untuk bersiap menghadapi tantangan dunia pendidikan dan pengajaran yang penuh dinamika dan penyesuaian diri. Di Sketsa (SMK Ketintang), meskipun secara de jure sekolah tersebut berhaluan SMEA bukan STM, namun tetap saja, ada jurusan yang penghuninya adalah puluhan siswa laki-laki yang ke-otentikan (baca: kenakalan) sungguh khas kota metropolitan, Surabaya.

Pernah, ketika pertama kali masuk di kelas TKJ (Teknik Komputer Jaringan) yang terkenal sebagai basis siswa-siswa (rata-rata dihuni siswa putra memang, perbandingannya putra-putri bisa 15:1-red), tiba-tiba ada yang pakai headset mendengarkan lagu, dan juga ada yang sibuk main game meskipun di depannya jelas-jelas ada guru. Bahkan, ketika atmosfer bulan puasa sangat kentara dengan intensnya masyarakat yang memperbanyak ibadah dan menambah pahala, ini malah ada salah seorang siswa yang meramaikan suasana dengan membunyikan petasan di sekolah, ruuaarrrbiasa! (hanya bisa geleng-geleng kepala bila mengingatnya).

Kembali ke teks pada alinea pertama, pengalaman ber-PPL di SMK jelas menjadi modal berharga dan patut disyukuri. Dari tambahan asam garam ketika PPL, memberikan efek ‘biasa’ dan ‘ga kaget’ ketika menghadapi siswa-siswi yang boleh dikatakan ‘menyimpang’ dari jalan kelurusan siswa pada umumnya. Memang interaksi antara siswa SMK dan SMP mempunyai kekhususan masing-masing, pendekatannya pun boleh dibilang tak sama. Pun demikian halnya, suasana akademik yang dirasakan ketika berada di lingkungan lembaga pendidikan yang berbasis agama dan yang tidak, masing-masing mempunyai kekhasan tersendiri.

Berada di lembaga pendidikan berbasis agama jelas lebih banyak faedah atawa kemanfaatannya. Sebelum memulai tugas, guru-guru diberikan briefing tiap pagi oleh kepala sekolah. Diawali dengan basmalah kemudian membaca surat al Munafiqun secara bersama-sama. Saya melihat, efek membaca al Quran di pagi hari (pukul 6.30) memberi dampak positif, tak hanya bagi guru yang akan siap berjihad di medan kelas, namun juga berimplikasi pada murid yang menyaksikan guru-gurunnya bersungguh-sungguh membaca kalam illahi di pagi hari. Ada nafas keteladanan di dalamnya.

Narasi diatas menggugah kesadaran saya untuk bersyukur:

Pada Allah yang memberikan kesempatan bagi hambaNya mendapatkan pengalaman yang sungguh luar biasa.

Terimakasih sebagai ucapan setelah syukur juga saya tujukan pada kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo, khususnya kepada Mas Jasmuri dan Mas Syamsul, serta teman-teman Pemuda yang lain, yang menjaring ikatan berorganisasi dalam Persyarikatan yang menerapkan dan memainkan link and match-nya dengan sungguh baik terhadap para kader-kadernya.

Majelis Dikdasmen dan Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, yang pikiran-pikirannya inspiratif dan membuka lebar-lebar pembaharuan. Memberikan kesempatan pada kader yang belum mengantongi ijazah S1-nya untuk belajar berjuang dan berjihad dalam Muhammadiyah.

Pada Mas Syahrul dan Mb Fine, dua insan yang dipertemukan dan dipersatukan dalam ikatan keluarga. Dari keduanya, saya banyak mendapatkan percikan-percikan hikmah dari perspektif kehidupan yang menetes dari buah pandangan jernih dan lurusnya. Semoga saya bisa menyusul kalian, mencetak generasi-generasi Qurani, yang tercermin dari Fuha dan Izzam J

Tak lupa pada Emak (Ibu) dan Bapak. Tak dapat berkata selain doa yang semoga tiada putusnya. Dari mereka berdua melahirkan dan membesarkan. Dan ketika besar dan bisa memberikan recehan, semoga maaf masih terhaturkan karena masih saja merepotkan. 
Pada adik yang turut memberikan sumbangsih ke-ikhlasannya dalam merapikan baju kemeja. Terharu, ketika jejak kakakmu ini kau tiru, menjadi karyawan dulu sebelum menuntut ilmu (kuliah-red).
Serta kakak yang menyediakan link speedy-nya dirumah sehingga garapan yang bersambung mayantara bisa mulus sempurna. Teringat dulu, ketika masih menggunakan smartfren, betapa lamanya (lelet) jaringan yang konon anti lelet.

Semoga saya bisa istiqamah berjuang, menuntut ilmu, dan mengamalkannya. Tetap menjaga integritas, moralitas, dan spiritualitas.  

Musasi..be Success!!




0 komentar: