8 April 2013

Dari Mimbar Khutbah

Jumat lalu (5/4), setelah merampungkan tugas Observasi perdana Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SDN Lidah Wetan (Liwet) IV/ 566, serta melanjutkannya dengan perkuliahan Outdoor Education (Outed) yang sudah masuk dalam fase Ujian Tengah Semester (UTS), saya bergegas melanjutkan "panggilan" untuk menyegerakan kewajiban bagi setiap mukmin yang datang saban Jumatnya. Kewajiban yang termaktub dalam surah Al Jumuah ayat 9-10 itu rencananya akan saya tunaikan di Masjid Al Huda, Karah Agung-Jambangan, Surabaya. Lokasi masjid yang berjarak kurang lebih 7-8 kilo dari rumah singgah di Lidah, ditambah padatnya lalu lalang kendaraan sepanjang perjalanan tak menyurutkan niat yang sudah membulat. 

Sebenarnya untuk menegakkan salah satu syariat agama ini, tak jauh dari rumah singgah sementara ada masjid Al Kubro yang berjarak hanya selemparan batu. Jika mau bergeser sedikit ke arah barat, tepatnya di Lidah Kulon, ada masjid Al Qohar yang berada di samping jalan utama Lidah Kulon-Lakarsantri. 
Dan apabila mau, di kampus Lidah juga ada Masjid Baitul Makmur 2 yang juga menyelenggarakan ibadah salat Jumat. Namun, lagi-lagi kembali dengan pilihan. Bukan masalah jauh-dekat, namun ada sesuatu yang membuat hati tak dapat berpaling dari ketertarikan terhadap rumah-rumah Allah pilihan yang banyak bertebaran.



Masjid Al Huda yang lokasinya tepat berada di sisi barat kantor Jawa Pos lama yang berada di jalan Karah, merupakan masjid yang dikelola oleh Yayasan Al  Huda. Selain masjid, ada lembaga pendidikan, madrasah diniyah, dan panti asuhan. Selain itu, tiap Ahad pertama, di pagi harinya diadakan kajian keislaman yang diberi tajuk; Pengajian Akbar Ahad Pagi Al Huda (PAAP Al Huda). Baliho besar biasanya selalu dipajang dekat pintu masuk menuju masjid beberapa pekan menjelang pengajian dilaksanakan. Dan, acaranya tak sebatas hanya pada pengajian saja, tapi ada donor darah, mini bazaar, dan kegiatan senam pagi menjelang acara pengajian yang dimulai tepat pukul enam pagi. Banyak juga sponsor pendukung yang berpartisipasi, seperti PT. Semen Gresik (yang sekarang berganti menjadi PT. Semen Indonesia) dan provider telekomunikasi, IM3.

Sehari-harinya pengurus yayasan juga aktif memakmurkan masjid dari banyak kegiatan keislaman yang diselenggarakan. Mulai dari kuliah subuh, kajian Bulughul Mahram, Kajian tafsir Al Quran dan Hadist, dan pemutaran film keislaman yang dikomandoi oleh para remaja masjid (Remas). Sebelum masuk masjid, saya sempat melihat baliho besar yang terpajang di pintu gerbang masjid yang memuat rencana pembangunan gedung panti asuhan yang dibangun tersendiri dua lantai.

Bangunan masjid Al Huda sendiri juga banyak mengalami perubahan. Masjid yang terdiri dari dua lantai tersebut, selain memfungsikannya sebagai tempat ibadah di lantai pertama dan kedua, juga menambah ruang sekretariat masjid yang berada bersebelahan dengan masjid (yang baru selesai dibangu ulang), dan ruang perpustakaan masjid yang terintegrasi di lantai dua. Pernah suatu ketika, selepas salat Jumat, saya bersama salah seorang teman yang saya kenal dulu di Graha Pena dan sekarang aktif di remas Al Huda, diajak melihat ruang  perpustakaannya. Cukup banyak ternyata koleksi buku, kitab terjemahan Al Quran dan Hadist, serta buku panduan doa bergambar yang ditujukan khusus pada anak-anak yang memenuhi rak-rak perpustakaan masjid al Huda.

Selain beberapa nilai plus yang sudah saya jabarkan, ada satu "
daya tarik" lagi yang yang membuat saya terpikat dengan masjid yang berada di kompleks perumahan Karah Indah ini. Adalah yang memberikan materi khutbah Jumatnya. Penceramah/ khotib Jumat yang diundang berbeda-beda dalam tiap salat Jumatnya serta materi khutbah yang mencerahkan adalah magnet penariknya. Dan seperti Jumat lalu, ada nama Ustadz Drs. H. Achmad Mukarrom, M. Hum. yang menjadi khotib sekaligus Imam salatnya.

Materinya ringan namun mencerahkan, yang mengangkat bahasan tentang perlunya sikap ketelitian dalam membedakan asal-usul turunnya sebuah hadist. Dalam paparannya beliau sedikit banyak memberikan pandangan bahwa ada hadist yang datangnya merupakan wahyu dari Allah dan diberikan kepada nabi Muhammad. Namun, ada banyak juga hadist, yang merupakan produk ijtihad dari Rasulullah saw. Salah satu contoh hadist yang merupakan ijtihad dari Rasulullah saw, adalah saat terjadinya perang badar. Ringkasnya, saat Rasulullah menyusun strategi perang di sebuah bukit bersama para sahabatnya. Dimana diatas bukit tersebut ada sumber mata air yang menjadi rebutan antara pasukan muslim dan kaum kafir Quraisy.

Rasulullah kemudian memerintahkan sahabat untuk bergerak menuju mata air tersebut. Namun, ada salah seorang sahabat yang bertanya pada Rasulullah, apakah keputusan tersebut merupakan wahyu dari Allah atau merupakan hasil ijtihad dari Rasulullah sendiri. Rasulullah pun menjawab, apabila keputusannya barusan merupakan murni hasil ijtihadnya. Sahabat tersebut kemudian memberikan usul, bagaimana apabila pasukan muslim membangun parit mengelilingi bukit dan mengalirkan mata air yang berada diatas bukit kearah parit yang ada dibawahnya. Dengan pemikiran, bahwa mata air yang ada diatas bukit akan menjadi rebutan dengan kaum kafir Quraisy. Dengan membuat parit, kaum Quraisy yang jumlahnya ribuan akan kesulitan mendapatkan sumber air, karena terhalang dengan parit  yang mengelilingi bukit. Rasulullah pun pada akhirnya menerima saran tersebut.

Intinya, apabila ada hadist yang bukan merupakan wahyu dari Allah, dan merupakan ijithad (pemikiran) dari Rasulullah Muhammad, yang notabene adalah manusia biasa yang sama dengan lainnya, maka kita boleh tidak mengikutinya. 
Seperti seruan merapikan kumis dan menumbuhkan jenggot yang merupakan riwayat shahih Bukhari-Muslim. Bila dilihat dari asal-usul turunnya hadist tersebut yang berada di Makkah, yang saat itu kaum muslim masih menjadi minoritas dibandingkan dengan kaum Quraisy. Maka Rasulullah menyerukan perintah tersebut tujuannya sebagai pembeda antara kaum muslim dan kaum-kaum lain yang banyak bermukim di Mekkah, seperti kaum Majusi, Yahudi, kaum paganis, dan lain sebagainya. Maka, keliru apabila kita memelihara jenggot dan menganggap itu merupakan sunnah Rasullah yang dengan mengikutinya kita akan dapat pahala. "Karena tak sedikit yang kesulitan untuk menumbuhkan jenggotnya," ungkapnya.  


Yang harus diteladani dengan benar dan diikuti dengan sungguh-sungguh perintah dari Rasulullah, kata beliau, salah satunya adalah cara ibadah Rasulullah. Tuma'ninah dalam salat adalah contohnya. Bagaimana kita menerapkan contoh ibadah dari Rasulullah secara menyeluruh. Tidak tergesa-gesa, membaca bacaan salat dengan tartil, dan menyempurnakan tiap-tiap gerakan salat yang kita lakukan. Dengan begitu, kecintaan pada Rasulullah tak sebatas terucap di lisan semata, namun juga diimplementasikan dalam sikap hidup, tingkah laku, dan pola tingkah, terutama dalam ibadah yang sesuai dengan tuntunan dan seperti yang diajarkan Rasulullah saw.

Khotib kemudian menutupnya dengan gaya retorika yang indah,
"Dengan demikian, maulid nabi yang diperingati tiap tahunnya tidak hanya meriah dalam tataran perayaannya saja, tapi dengan melakukan perbaikan secara kontinu dan i
ntrospeksi diri, sudah benarkah tatacara ibadah kita selama ini, membuat kecintaan kita (mahabbah) pada Rasulullah merupakan kecintaan yang sesungguhnya. Dan bukan malah kecintaan yang terkadang menjadi penghinaan atas beliau karena melakukan tata peribadatan yang tidak pernah beliau contohkan.."


Wallahu'alam,

Kajian Ahad Pagi An_Nur (IG roelsebloe)

0 komentar: