6 March 2013

Pak Kyai dan Rumahnya

Allahuyarham Ustadz Abdurrahim Nur, MA.
Bila kau pernah lewat atau berkunjung ke tanah kelahiran-kampung halamanku, Porong. Kau kan dapati hamparan sawah menghijau dengan latar gunung Penanggungan di belakangnya. Udaranya yang tak sepanas Surabaya, dan tak sedingin kota Batu ataupun Malang itu membuat siapa pun betah berlama-lama di kawasan yang terkenal dengan makanan khas tahu campur dan ote-otenya itu. Kampung halamanku juga jauh dari potensi tsunami dan letusan gunung berapi;  karena secara geografis, tanah gemah ripah loh jinawi itu jauh dari kawasan pesisir dan pegunungan tinggi. Selain melihat indahnya pemandangan alam yang masih alami, disana kau juga bisa memuaskan dahaga ilmu agamamu.

Lewatlah sesekali melintasi jalan raya Porong. Bila kau melihat ada sebuah masjid di sebelah utara SPBU, itulah Masjid Nurul Azhar yang terkenal itu. Dari bentuk fisik bangunan tak sebesar Masjid Al Akbar, namun pamor Masjid bersejarah itu tak kalah menasional. Disanalah tonggak peradaban dan pencerahan ilmu di tancapkan. Kau tak hanya diajari baca tulis Al Quran, kau bisa belajar mentadabburi dan mengkaji FirmanNya bersama para jamaah pengajian yang hampir tiap hari menimba ilmu tuk bekal akhirat itu.
Disana kau bisa bertemu seseorang yang sudah renta yang dinantikan limpahan ilmunya dari para jamaah. Penampilannya sederhana tanpa jubah maupun tudung kepala. Cukuplah dengan kopyah hitam dan baju takwa. Meski wajahnya bersih tak berjenggot, tak mengurangi sedikitpun kesahajaan yang terpancar dari kepribadiannya yang rendah hati. Mereka memanggilnya Ustadz Rahim. Abdurrahim Nur nama lengkapnya.  Meski lulusan Al Azhar –Mesir, yang notabene kualitas ilmu mumpuni, beliau tak mau di panggil kyai. Biar lebih akrab dan tak di kultuskan barangkali.

Bertahun-tahun lamanya menimba ilmu ke Mesir, tak menyurutkan langkahnya untuk mengabdi di kampung halaman tercinta. Disini kau bisa melihat rumahnya yang sederhana bersanding dengan Masjid tempat mencurahkan segala ilmu yang dimilikinya. Tak ketinggalan, anak-anak panti asuhan yang diasuh beliau selalu turut serta menimba ilmu bersama para jamaah lain yang hadir. Tak hanya bekal akhirat yang bisa kau gali di tempat ini. Tiap Ahad pagi kau bisa menyaksikan berbondong-bondong orang mengikuti kajian. Kajian Ahad Pagi Fajar Shodiq namanya. Seperti halnya kajian agama lainnya, tapi disini juga ada tambahan sisi ilmiahnya. Kajian yang digagas beliau itu tak jarang mendatangkan tokoh nasinal. Tak terhitung berapa kali Pak Amien Rais, Yusril ihza Mahendra, dan para tokoh kaliber nasional lainnya diundang untuk mengisi acara favorit warga kampung halamanku itu dulu..


Dulu..


Namun sekarang, situasi dan keadaannya berubah kawan. Tak ada hamparan sawah menghijau, yang ada hamparan tanggul penahan lumpur yang membentang. Bila kau naik tanggul penahan lumpur, kau hanya bisa melihat hamparan pasir yang bila panas mengering, dan bila musim pengujuan menjadi air. Pernahkah kau membayangkan di bawah lautan lumpur tersebut, ratusan rumah terendam dan ribuan warga mengungsi mencari tempat tinggal? Tempat ini sekarang bersuhu udara bisa lebih dingin dari Batu ataupun Malang kala musim penghujan dan panasnya bisa melebihi Surabaya bila kemarau datang.


Bila kau melihat rumah tua di samping masjid yang sebagian bangunannya sudah tak utuh lagi. Itulah rumah Pak Kyai, Allahuyarham, alm. Ustadz Abdurrahim Nur, MA.


Rumah yang tak berpenghuni dan menghadap ke masjid itu seolah menjadi bangunan tua yang menjadi saksi bisu sejarah. Bencana fenomenal yang masih sering diperdebatkan dan kadang dilupakan kalangan elite di Senayan itu ternyata sudah merambat ke bangunan tua yang tak berdaya dilindas zaman. Bangunan sederhana yang dulunya menjadi saksi sejarah tonggak peradaban dan pencerahan. Peradaban yang dulu menjadikannya dikenal hingga penjuru daerah dan tersohor sampai pelosok nasional. Peradaban yang dulunya banyak mengundang dan melahirkan tokoh nasional itu perlahan memudar, nyaris tenggelam. Memudar seiring rumah Pak Kyai yang sekarang rata dibongkar..


*diposkan kembali dari catatan FB Darul Setiawan
                 

Related Posts:

  • Perjalanan Ke Barat Sabtu  lalu (25/1), saya beserta kawan seperjuangan mengunduh ilmu agama di kampung halaman, berangkat menuju Balongbendo. Dengan mengendarai mobil station wagon tahun 80-an miliknya yang sehari-hari dipakai berjualan … Read More
  • Dlundung, Mendung, dan Sinabung Tiga hari dua malam kemarin (31 Jan-2 Peb), saya bersama empat puluh peserta Pelatihan Tanggap Siaga Bencana berada di Bumi Perkemahan Dlundung, Trawas-Mojokerto. Kegiatan yang diinisiasi Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo itu di… Read More
  • Mereka Bilang Jama'ah Tabligh Akhir pekan biasanya dimanfaatkan banyak orang terutama anak-anak muda untuk bersenang-senang. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan Sabtu malam untuk hangout keluar rumah bersama kawan-kawan atau teman dekatnya. Setidaknya, f… Read More
  • Apa Kabar Perjuangan? Hari Pahlawan 10 Nopember lalu telah lewat, namun esensi perjuangan yang sesungguhnya baru saya temukan dan baru terilhamkan hari ini dan kemarin. Perjuangan yang tak lagi membebaskan bangsa dari cengkeraman imperialisme ne… Read More
  • Jadilah Mujahid Sang Pencerah!Pesan itulah yang disampaikan Prof. Thohir Luth, ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dalam pembukaan Baitul Arqam Madya (BAM) Pemuda Muhammadiyah di Ma'had Darussalam- Lawang (29/11-1/12). Kegiatan yang diprakars… Read More

0 komentar: