“Islam Agamaku, Muhammadiyah Gerakanku”
Semboyan diatas bukan sembarang semboyan. Jargon yang
populer di kalangan warga persyarikatan tersebut rupanya menjadi semacam parameter;
“bermuhammadiyahlah, maka dirimu akan bergerak!”
Ibarat air, ketika diam menggenang maka akan menjadi sarang
penyakit. Berbeda ketika air tersebut mengalir, tiap lekukan batu, sawah, dan
sungai menjadi hidup karena air yang mengalir. Maka menjadi warga Muhammadiyah
dalam apapun kapasitasnya, kewajiban bergerak, mengalir seperti air, sudah saatnya
menjadi keharusan.
Gerakan Muhammadiyah adalah amar ma’ruf nahi munkar,
menyuruh dalam kebaikan dan mencegah dari yang munkar. Dalam tataran praktis,
ketika ada “lahan” untuk berbuat ma’ruf, maka ada kewajiban untuk menjalankan
dakwah ma’ruf di sana. Contoh kecilnya, ketika di sekeliling tempat tinggal
banyak anak-anak kecil dan remaja, bahkan orangtua yang kurang bisa atau belum
lancar membaca Al-Quran, ada rasa keterpanggilan kita untuk mengajarinya. Lebih-lebih
ketika kita menggerakkan teman-teman sejawat untuk mendirikan TPQ atau taman
belajar Al-Quran. Demikian pula, jika ada tetangga yang kekurangan dalam hal
materi. Sebagai warga Muhammadiyah, yang selalu berpedoman tajdid, maka tak
cukup dengan memberi “ikan”, harus “kail”, agar kemandirian bisa tercapai.
Mencegah pada yang munkar idealnya menjadi pedoman bagi seluruh
elemen warga Persyarikatan. Tentunya, tetap dalam koridor cara yang terbaik.
Jika sudah demikian, diperlukan semacam kreatifitas dalam dakwah. Dakwah tak
lagi terbatas hanya dalam tataran ceramah. Bukan pula, atas nama dakwah,
cara-cara kekerasan dilegalkan. Jika ingin menjadi warga persyarikatan yang
baik, terus meneruslah belajar, agar dapat mengurusi Muhammadiyah, bukan malah
sebaliknya: menjadi obyek yang harus diurusi Muhammadiyah.
Muhammadiyah di tahun ini sudah berumur 103 M/106 H. Usia
yang layak dikatakan matang, bahkan sangat matang. Tantangan yang dihadapi pun
semakin kompleks. Satu abad lebih usia Muhammadiyah seperti sepotong kue besar,
yang diperebutkan banyak orang.
Atas nama organisasi, tak jarang banyak oknum yang
memperkaya diri. Dengan dalih meraup banyak suara, nama Muhammadiyah dijual
murah. Atas nama kekuasaan dan jabatan, lagi-lagi kebesaran Muhammadiyah digadaikan.
Ketika sudah menjabat, nama Muhammadiyah ditanggalkan. Beragam alasan
diungkapkan.
Bermuhammadiyahlah, maka dirimu akan bergerak!
Lebih dari itu, Muhammadiyah adalah satu gerakan yang dilandasi semangat dakwah. Dalam
pendidikan harus ada nafas Islam pada tiap hembusannya. Dalam ranah politik,
cita-cita “baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur” selayaknya menggantikan orientasi “kursi” dan materi. Jangan
kemudian lalai, lantas menjadi semacam “buih yang terombang-ambing di lautan”.
Adakah indikasi kesana? Sedikitnya jumlah Ulama Muhammadiyah saat ini,
kemungkinan itu bisa saja terjadi. Wallahua'lamu bisshawwab.
Porong, 220415
Saat Kultum Pak Anang pada Briefing Pagi Menginspirasi
Saat Kultum Pak Anang pada Briefing Pagi Menginspirasi
*gambar: muhammaddaradjat1962.files.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment