Suatu hari seorang murid kelas 8 bertanya: “Pak, kenapa
postingan fesbuk Bapak isinya koq selalu tentang agama?” Dia kemudian
melanjutkan dengan memberikan perbandingan jika postingan salah satu guru
lain lebih banyak bercerita tentang asmara dan cinta. Awalnya saya kaget
mendengar pertanyaan dari murid yang memang keingintahuannya cukup tinggi itu. “Nanti
setelah jam istirahat kedua (ba’da salat dhuhur), insya Allah saya jawab ya..”pesan
saya padanya.
Pertanyaan yang singkat namun membuat saya kaget dan heran.
Kaget karena saya tidak menyangka jika akan ditanya pertanyaan seperti itu.
Heran. Emang ada yang salah dengan potongan rambut saya? Apa karena pendidikan
jasmani sehingga postingannya hanya berkisar dunia jasmani, sehingga tidak
boleh membahas agama? Wah, jangan-jangan ini karena Mustafa Kemal Attaturk yang
memisahkan ilmu dunia dan ruhiyah? Pembahasannya bisa berjilid-jilid ini nanti.
Yang jelas, ada prinsip dasar yang saya pegang. Dimanapun
kita berpijak, sebarkan kebaikan. Karena suatu kebaikan yang disebarkan, dan
orang lain terinspirasi sehingga mengerjakan kebaikan itu, maka disanalah
ladang pahala bagi kita. Begitupun sebaliknya.
Jadi, simple saja. Ketika kita bergelut dalam bidang apapun
dalam ranah apapun. Kebaikan itu bisa ditularkan. Saya mengenal Mas Yanuardi
Syukur, dan saya beruntung dapat membaca cerita inspirasinya dalam bukunya “Facebook
Sebelah Surga Sebelah Neraka (FS3N)”. Dari buku yang saya baca pada saat awal
fesbuk booming pada tahun 2009, menjadikan saya punya pijakan: fesbuk
adalah ladang amal.
Sehingga mulai dari tahun 2009 hingga kini, postingan alhamdulillah
ada nafas dakwah. Meskipun diri ini tidak mengikrarkan sebagai pendakwah. Hal
itu seolah menjadikan pegangan, jika ada pesan dari nabi kita tercinta “Sampaikanah
Walau Hanya Satu Ayat”.
Perjalanan panjang dari sebagai karyawan, mahasiswa, dan
kini pengajar memberi banyak warna pengalaman dalam rangkaian perjuangan. Buku
FS3N, yang kebetulan (sebenarnya telah Allah gariskan) dibeli misanan dari
obralan buku di Ramayana rupanya meneguhkan sikap hidup agar terus beramal
dalam kebaikan. Berlomba-lomba dalam Kebaikan, Fastabiqul Khairat!
Peristiwa beberapa hari lalu membuat saya merenung. Ternyata
apa yang kita tulis akan dibaca oleh banyak orang, termasuk murid kita. Jadi
sungguh berbahaya ketika sebuah tulisan, lebih-lebih yang ditulis pendidik,
tidak memberikan ruh kebaikan dan menggerakkan, namun hanya tempelan hiasan. Masihkah
ada waktu bagi kita mengisi hati mereka dengan nafas agama?
INSIPIRASI: Karya Yanuardi Syukur |
Resensi bukunya ditunggu ya..^^
sumber: http://4.bp.blogspot.com/
0 komentar:
Post a Comment