Hujan deras sore itu. Rahmat Allah turun dan mengguyur
permukaan bumi. Sepanjang jalan Sidoarjo hingga Surabaya pun tak luput dari
rintik air langit. Kami berangkat dari Porong. Gedung Balai Pemuda Surabaya siap
menyambut tekad kami. Thalibul Ilmi.
Sabtu (2/5) menjadi rangkaian acara Surabaya Islamic Book
Fair (SIBF) 2015 di gedung bersejarah itu. Lumrahnya acara SIBF dua-tiga tahun belakangan
diadakan di Jatim Expo (JX) atau di DBL Arena. “Mungkin sedang penuh penyewa,”jawab
Juhri, kawan seboncengan, seolah mengerti tanda tanya yang melayang di atas kepala.
Selain hunting buku-buku berharga miring, undangan Bina Qolam yang tersebar di
sosmed membuat langkah roda motor kami terus tergerak.
SMILE: Prof, Muchlas Samani* |
Profesor Muchlas Samani, nama yang tak asing lagi bagi kami,
khususnya warga Unesa. Rektor periode 2010-2014 itu revolusioner. Gagasan dan
kiprahnya akan kami ceritakan di sesi lain. Yang jelas, kedatangan mantan staf
ahli Menteri Ppendidikan Bambang Sudibyo itu memantik keingintahuan kami. Diskusi
yang bertemakan “Berawal dari Membaca Kini Saatnya Menulis” menghangat. Semangat
para peserta mengalahkan guyuran hujan.
Diskusi dimulai ba’da salat Isya’. Mas Oki Aryono, pemegang
amanah Bina Qolam yang merasa dirinya hanya pemandu sorak, menjadi moderatornya.
Prof. Muchlas malam itu memakai jaket coklat. Beliau berkata dua hari belakangan
bisanya hanya tiduran, radang tenggorokannya kambuh. Alhamdulillah, malam itu
beliau sudah sehat.
Dalam paparannya, Prof.
Muchlas mengawali akan betapa penting peran dunia tulis-menulis dalam
sejarah peradaban manusia. “Jika tidak ada tulisan, mungkin manusia akan tetap
seperti ini,” tutur beliau sembari memperlihatkan slide bergambar manusia purba. “Karena tidak ada transfer ilmu
pengetahuan yang terjadi,” jelas lulusan teknik mesin IKIP Surabaya tersebut.
Transfer pengetahuan itu rupanya sudah diingatkan oleh Allah
dalam ayat “balighu anni walau ayah”, jadi
dalam arti yang lebih luas, menyampaikan ayat-ayat Allah tidak terbatas pada
ayat-ayat kauliyah (tersurat), namun juga kauniyah (tersirat). Media yang
digunakan pun bermacam-macam salah satunya dengan tulisan. “Ada inspirasi
apapun, tulislah!” ajak guru besar Unesa itu.
Menulis itu, tambah Prof. Muchlas, ibarat orang belajar
bersepeda. Membutuhkan skill atau
keterampilan. Semakin sering diasah semakin baik. Mengasah skill menulis tak harus dari buku atau jurnal ilmiah. Dari fenomena
yang terjadi di sekitar kita pun bisa menjadi bahan tulisan. “Contohnya seperti
sekarang ini, mengapa dua hari terjadi hujan terus menerus. Orang-orang yang tidak
belajar mengasah akan menganggap fenomena tersebut adalah hal biasa,” jelas pemilik
akun blog muchlassamani.blogspot itu menambahkan.
Peran membaca buku atau bacaan juga tak kalah penting.
Fungsinya tak lain untuk memperkaya tulisan. Dengan membaca, wawasan seorang
penulis akan bertambah. Dia (penulis) dapat membuka wacana dari bahan bacaan
yang tentu menjadi paradigma bagi setiap pembaca.
Dengan didasari perintah menyampaikan walau hanya satu ayat,
maka keikhlasan dalam menularkan tulisan itu perlu menjadi pegangan. “Dengan ikhlas
dan berlandas niat menyampaikan ilmu yang bermanfaat, insya Allah akan menjadi
pahala yang mengalir sampai nanti kita meninggal” ujarnya.
RESENSI?: Sabar :) |
Acara diskusi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab
peserta. Beberapa peserta yang bertanya mendapat hadiah buku karya Prof.
Muchlas. Kami sendiri Alhamdulillah diberi kesempatan Allah untuk menikmati
buku terbaru Prof. Muchlas. Judulnya pun membuat siapa saja penasaran dengan
isinya. Di cover depan buku bertebal 266 halaman itu bertuliskan “Mohon Maaf..Masih
Compang-Camping, Kumpulan Catatan sebagai Rektor Universitas Negeri Surabaya
2010-2015”. Resensi menyusul ya, hehe..
Salam Literasi,
Porong 070515
Porong 070515
FOTO: Para Peserta Diskusi dan Prof. Muchlas Samani |
*gambar sumber; http://antarajatim.com/
0 komentar:
Post a Comment