Tiga hari dua malam kemarin (31 Jan-2 Peb), saya bersama empat puluh peserta Pelatihan Tanggap Siaga Bencana berada di Bumi Perkemahan Dlundung, Trawas-Mojokerto. Kegiatan yang diinisiasi Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo itu dikemas menarik dalam wadah Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam).
Berangkat bersama Muhammad Juhriyanto dari Porong pukul sembilan pagi, kami sampai pelataran kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo satu jam kemudian. Jarak tempuh yang biasanya tak lebih dari setengah jam itu molor karena mogoknya motor bersebab tangki bensin yang kosong. -_-
Akhirnya kami di berangkatkan Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sidoarjo Mas Jasmuri dengan Suzuki APV. Roda empat milik Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo itu mengangkut delapan orang beserta Pak Syaiful yang berada di belakang stir.
Di dalam ternyata sudah ada kawan-kawan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berada di bangku belakang. Saya dan Juhriyanto berada di bangku tengah, agak berdesakan, tapi masih lapang.
Kami termasuk kloter akhir, sebab para peserta pelatihan lain sudah terangkut mobil.
Perjalanan yang melalui Mojosari itu kira-kira memakan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Kawasan Trawas yang berada di kaki Gunung Arjuno itu mempunyai ciri khas pegunungan dengan banyak pepohonan yang tumbuh subur baik di lereng pegunungan maupun perbukitannya. Hawa sejuk segera menyergap kami setibanya di gerbang masuk.
Bumi Perkemahan Dlundung rupanya mirip lapangan terbuka yang di kelilingi ragam pepohonan di sekitarnya. Pepohonan pinus yang berderet-deret diantara banyak tumbuhan berkayu yang lain menambah kesegaran dan kesejukan udara. Sayangnya, keberadaan warung makanan dan minuman yang letaknya juga mengelilingi lapangan tadi mengurangi kesan alami pegununungan. Di sisi lain, keberadaannya juga kerap dibutuhkan, apalagi saat hujan-hujan perut keroncongan. ^^
Dalam jadwal susulan yang dibuat ada kegiatan Salat Jumat. Tidak di masjid, tapi dilaksanakan di tengah-tengah Bumi Perkemahan. Kami pun bersegera untuk mengambil wudlu dan bergegas mengamil shaft terdepan, Dalam suasana salat Jumat yang hanya beralas terpal, beratap langit, dan berdinding pepohonan pinus, suasana kebersamaan terbangun. Mas Chairul yang di dapuk sebagai khatib pun duduknya bukan di kursi laiknya khatib salat Jumat yang lain, namun di batu besar yang kebetulan letaknya berada di belakangnya.
Usai melaksanakan salat Jumat, ada upacara pembukaan . Moh. Nidhom, kader Pemuda Tanggulangin yang menjadi ketua pelaksana kegiatan perdana tersebut membuka dengan penuh semangat. Pemuda yang juga mahasiswa Jurusan Tarbiyah Umsida itu mengatakan dalam 'orasinya', agar para peserta pelatihan mengikuti dan melaksanakan kegiatan pelatihan ini dengan penuh kesungguhan. Meski diucapkan dengan dengan mimik serius dan penuh kesungguhan, tetap saja pembawaannya yang kocak menimbulkan gelak senyum dan tawa para peserta yang mendengarkan orasi yang mirip dengan khutbah walimah tersebut. Apalagi ditambah dengan gaya bicaranya yang khas, dimirip-miripkan Alm. Ustadz Zainuddin Mz. ^^
Jasmuri S.Kom., atau yang biasa dipanggil dengan sebutan mas Jas memberikan sambutan setelahnya. Ketua Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo yang low profile dan murah senyum itu membeberkan motivasi diadakannya pelatihan yang gagasannya muncul dari teman-teman Pemuda Daerah. "Orientasi Kokam yang selama ini dianggap sebagai komando keamanan selayaknya diubah dengan komando kesiapsiagaan. Siaga bencana, dan tanggap bila terjadi bencana," imbuhnya. Selain itu, kegiatan ini merupakan embrio kegiatan-kegitaan tanggap bencana lanjutan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Tak banyak kegiatan setelah pembukaan selain pembentukan kelompok dan pengenalan medan. Turunnya hujan menyebabkan banyak acara yang semestinya dilaksanakan di luar dialihkan di dalam ruangan. Ba'da Isya', materi pertama baru diberikan. Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam Sidoarjo (Himpas) diudang malam itu untuk sharing ilmu dan pengalaman. Antusiasme para peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan pada para pemateri terkait tema Survival yang di paparkan.
Survival yang artinya bertahan hidup, memberikan pemahaman atau cara agar tetap survive bila kita tersesat di alam liar. Di dalamnya berisi tips-tips yang bisa dipakai, misalnya bagaimana mendapatkan air di hutan, ciri tumbuhan yang aman di konsumsi, hingga cara membuat bivak/ perlindungan diri semacam tenda agar terhindar dari dingin dan sergapan hewan liar. Disamping itu, ada juga bahasan hipothermia, kondisi tubuh saat kehilangan panasnya, yang kerap dijumpai ketika mendaki di dataran tinggi, bagaimana mencegah dan menanganinya.
Pada hari kedua. Kegiatan dilanjutkan dengan paparan tanggap siaga bencana dari tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Wilayah Jawa Timur. Pemateri yang hadir, dr. Catur memberikan pemahaman apa itu bencana dan apa saja unsur yang biasanya ada dalam tanggap siaga bencana. Kurang lebih beliau mengatakan, yang disebut bencana adalah peristiwa alam yang menimbulkan korban manusia. Tsunami di samudera pasifik tidak disebut bencana bila tidak memakan korban jiwa. Pun juga ketika ada semburan lumpur yang muncul di tengah hutan, tidak akan disebut bencana.
Beliau menambahkan, dalam manajemen bencana ada tiga tahapan, yakni pra, saat, dan pasca bencana. Mitigasi bencana merupakan upaya pra bencana. Dimana kegiatannya dilaksanakan sebagai bentuk antisipasi bencana. Wujudnya antara lain adalah sekolah tanggap bencana. Dimana sekolah tersebut menerapkan pada para murid serta gurunya langkah-langkah yang diambil ketika terjadi gempa atau informasi adanya tsunami.
Saat terjadi bencana, ada tahapan-tahapan dalam menolong korban. Tim Rescue menjadi tim pertama yang masuk ke area bencana dan mengidentifikasi situasi dan kondisi tempat dan korban bencana. Respon cepat sangat di perlukan tim pertama dalam menandai kondisi korban yang selamat, kritis, hingga yang meninggal.
Tim evakuasi menjadi penggerak selanjutnya setelah tim pertama. Selain tanggap terhadap tanda yang diberikan tim pertama pada para korban bencana. Tim evakuasi harus menguasai benar teknik membuat tandu gawat darurat, mengangkut para korban bencana, hingga memindahkannya ke tempat aman. Saat bencana juga diperlukan upaya penanganan korban yang serangan jantung, tak sadarkan diri, hingga kekurangan oksigen. Tim pasca bencana juga mempunyai peranan yang signifikan dalam upaya tanggap bencana. Tugasnya pemulihan kondisi korban, baik secara medis maupun psikis.
Simulasi bencana menjadi sesi pamungkas dalam kegiatan tiga hari dua malam tersebut. Dalam simulasi, para peserta yang sudah terbagi menjadi beberapa kelompok di berikan tugas manajemen bencana yang materinya telah diberikan sebelumnya. Ketika itu, simulasi yang dibuat adalah kejadian bencana gempa bumi 7 skala richter yang terjadi di daerah terisolir. Satu kelompok yang terdiri dari tim rescue, evakuasi, dan rehabilitasi bencana berbagi tugas dalam menangani para korban bencana.
Berangkat bersama Muhammad Juhriyanto dari Porong pukul sembilan pagi, kami sampai pelataran kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo satu jam kemudian. Jarak tempuh yang biasanya tak lebih dari setengah jam itu molor karena mogoknya motor bersebab tangki bensin yang kosong. -_-
Akhirnya kami di berangkatkan Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sidoarjo Mas Jasmuri dengan Suzuki APV. Roda empat milik Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo itu mengangkut delapan orang beserta Pak Syaiful yang berada di belakang stir.
Di dalam ternyata sudah ada kawan-kawan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berada di bangku belakang. Saya dan Juhriyanto berada di bangku tengah, agak berdesakan, tapi masih lapang.
Kami termasuk kloter akhir, sebab para peserta pelatihan lain sudah terangkut mobil.
Perjalanan yang melalui Mojosari itu kira-kira memakan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Kawasan Trawas yang berada di kaki Gunung Arjuno itu mempunyai ciri khas pegunungan dengan banyak pepohonan yang tumbuh subur baik di lereng pegunungan maupun perbukitannya. Hawa sejuk segera menyergap kami setibanya di gerbang masuk.
Bumi Perkemahan Dlundung, Trawas-Mojokerto (instagramphoto) |
Dalam jadwal susulan yang dibuat ada kegiatan Salat Jumat. Tidak di masjid, tapi dilaksanakan di tengah-tengah Bumi Perkemahan. Kami pun bersegera untuk mengambil wudlu dan bergegas mengamil shaft terdepan, Dalam suasana salat Jumat yang hanya beralas terpal, beratap langit, dan berdinding pepohonan pinus, suasana kebersamaan terbangun. Mas Chairul yang di dapuk sebagai khatib pun duduknya bukan di kursi laiknya khatib salat Jumat yang lain, namun di batu besar yang kebetulan letaknya berada di belakangnya.
Usai melaksanakan salat Jumat, ada upacara pembukaan . Moh. Nidhom, kader Pemuda Tanggulangin yang menjadi ketua pelaksana kegiatan perdana tersebut membuka dengan penuh semangat. Pemuda yang juga mahasiswa Jurusan Tarbiyah Umsida itu mengatakan dalam 'orasinya', agar para peserta pelatihan mengikuti dan melaksanakan kegiatan pelatihan ini dengan penuh kesungguhan. Meski diucapkan dengan dengan mimik serius dan penuh kesungguhan, tetap saja pembawaannya yang kocak menimbulkan gelak senyum dan tawa para peserta yang mendengarkan orasi yang mirip dengan khutbah walimah tersebut. Apalagi ditambah dengan gaya bicaranya yang khas, dimirip-miripkan Alm. Ustadz Zainuddin Mz. ^^
Jasmuri S.Kom., atau yang biasa dipanggil dengan sebutan mas Jas memberikan sambutan setelahnya. Ketua Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo yang low profile dan murah senyum itu membeberkan motivasi diadakannya pelatihan yang gagasannya muncul dari teman-teman Pemuda Daerah. "Orientasi Kokam yang selama ini dianggap sebagai komando keamanan selayaknya diubah dengan komando kesiapsiagaan. Siaga bencana, dan tanggap bila terjadi bencana," imbuhnya. Selain itu, kegiatan ini merupakan embrio kegiatan-kegitaan tanggap bencana lanjutan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Tak banyak kegiatan setelah pembukaan selain pembentukan kelompok dan pengenalan medan. Turunnya hujan menyebabkan banyak acara yang semestinya dilaksanakan di luar dialihkan di dalam ruangan. Ba'da Isya', materi pertama baru diberikan. Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam Sidoarjo (Himpas) diudang malam itu untuk sharing ilmu dan pengalaman. Antusiasme para peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan pada para pemateri terkait tema Survival yang di paparkan.
Survival yang artinya bertahan hidup, memberikan pemahaman atau cara agar tetap survive bila kita tersesat di alam liar. Di dalamnya berisi tips-tips yang bisa dipakai, misalnya bagaimana mendapatkan air di hutan, ciri tumbuhan yang aman di konsumsi, hingga cara membuat bivak/ perlindungan diri semacam tenda agar terhindar dari dingin dan sergapan hewan liar. Disamping itu, ada juga bahasan hipothermia, kondisi tubuh saat kehilangan panasnya, yang kerap dijumpai ketika mendaki di dataran tinggi, bagaimana mencegah dan menanganinya.
Pada hari kedua. Kegiatan dilanjutkan dengan paparan tanggap siaga bencana dari tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Wilayah Jawa Timur. Pemateri yang hadir, dr. Catur memberikan pemahaman apa itu bencana dan apa saja unsur yang biasanya ada dalam tanggap siaga bencana. Kurang lebih beliau mengatakan, yang disebut bencana adalah peristiwa alam yang menimbulkan korban manusia. Tsunami di samudera pasifik tidak disebut bencana bila tidak memakan korban jiwa. Pun juga ketika ada semburan lumpur yang muncul di tengah hutan, tidak akan disebut bencana.
Beliau menambahkan, dalam manajemen bencana ada tiga tahapan, yakni pra, saat, dan pasca bencana. Mitigasi bencana merupakan upaya pra bencana. Dimana kegiatannya dilaksanakan sebagai bentuk antisipasi bencana. Wujudnya antara lain adalah sekolah tanggap bencana. Dimana sekolah tersebut menerapkan pada para murid serta gurunya langkah-langkah yang diambil ketika terjadi gempa atau informasi adanya tsunami.
Saat terjadi bencana, ada tahapan-tahapan dalam menolong korban. Tim Rescue menjadi tim pertama yang masuk ke area bencana dan mengidentifikasi situasi dan kondisi tempat dan korban bencana. Respon cepat sangat di perlukan tim pertama dalam menandai kondisi korban yang selamat, kritis, hingga yang meninggal.
Tim evakuasi menjadi penggerak selanjutnya setelah tim pertama. Selain tanggap terhadap tanda yang diberikan tim pertama pada para korban bencana. Tim evakuasi harus menguasai benar teknik membuat tandu gawat darurat, mengangkut para korban bencana, hingga memindahkannya ke tempat aman. Saat bencana juga diperlukan upaya penanganan korban yang serangan jantung, tak sadarkan diri, hingga kekurangan oksigen. Tim pasca bencana juga mempunyai peranan yang signifikan dalam upaya tanggap bencana. Tugasnya pemulihan kondisi korban, baik secara medis maupun psikis.
Simulasi bencana menjadi sesi pamungkas dalam kegiatan tiga hari dua malam tersebut. Dalam simulasi, para peserta yang sudah terbagi menjadi beberapa kelompok di berikan tugas manajemen bencana yang materinya telah diberikan sebelumnya. Ketika itu, simulasi yang dibuat adalah kejadian bencana gempa bumi 7 skala richter yang terjadi di daerah terisolir. Satu kelompok yang terdiri dari tim rescue, evakuasi, dan rehabilitasi bencana berbagi tugas dalam menangani para korban bencana.
Melihat para korban yang dibuat menyerupai kejadian dan situasi yang sesungguhnya memberikan kami pemahaman; tak mudah untuk sekadar menjadi relawan bencana. Kita diharuskan siap fisik dan mental ketika terjun sebagai relawan. Termasuk ketika berhadapan dengan para korban yang selamat hingga meninggal.
**
Kami hanya bisa membaca dan melihat berita dari surat kabar..
Tentang meletusnya gunung..
Mereka menyebutnya Sinabung..
Maaf, hanya doa saat ini..
Berilah waktu untuk kami..
Sampai kami siap untuk terjun nanti..
*Porong 3214
Sebagian Peserta Pelatihan Tanggap Bencana Berfoto Bersama (Instagramphoto) |
0 komentar:
Post a Comment