Hari ini menjadi catatan sejarah yang tak pernah terlupa
dalam perjalanan karir menjadi seorang calon guru. Untuk pertama kalinya, saya menerima
gaji pertama sebagai pengawas ulangan tengah semester (UTS) yang dilaksanakan
sepekan yang lalu (24 Pebruari-1 Maret 2014).
SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo (Musasi) menjadi tempat berlabuh
dalam menulari dan ditulari ilmu yang pertama semenjak menasbihkan diri menjadi
mahasiswa FIK Unesa pada 2010 silam. Memang sebelumnya, pengalaman juga didapat
dari praktik pengalaman lapangan (PPL) di SMK Ketintang-Surabaya. Benar juga
kata salah seorang penjual makanan dan minuman yang ada di depan kosnya seorang
kawan, Imam Hanafi, yang kurang lebih berkata:
“Kalo praktek PPL mending minta ditempatkan di
sekolah-sekolah yang muridnya nakal-nakal, biar ga kaget ketika menjadi guru
beneran.”
Saya tersenyum mendengar petuah dari seseorang yang mungkin dianggap tak pernah mengenyam bangku perkuliahan, tapi karena seringnya berinteraksi dengan mahasiswa kependidikan yang ngekos disitu dan berkisah tentang haru biru ber-PPL ria, menjadikannya paham teori, meskipun sumber referensinya hanya dari kelakar cerita.
PPL yang notabene sebagai try-out atawa ajang uji coba
sebelum terjun dalam “medan peperangan yang sesungguhnya” seolah menjadi landasan
awal diri ini untuk bersiap menghadapi tantangan dunia pendidikan dan
pengajaran yang penuh dinamika dan penyesuaian diri. Di Sketsa (SMK Ketintang),
meskipun secara de jure sekolah tersebut berhaluan SMEA bukan STM, namun tetap
saja, ada jurusan yang penghuninya adalah puluhan siswa laki-laki yang
ke-otentikan (baca: kenakalan) sungguh khas kota metropolitan, Surabaya.
Pernah, ketika pertama kali masuk di kelas TKJ (Teknik
Komputer Jaringan) yang terkenal sebagai basis siswa-siswa (rata-rata dihuni
siswa putra memang, perbandingannya putra-putri bisa 15:1-red), tiba-tiba ada
yang pakai headset mendengarkan lagu, dan juga ada yang sibuk main game
meskipun di depannya jelas-jelas ada guru. Bahkan, ketika atmosfer bulan puasa sangat
kentara dengan intensnya masyarakat yang memperbanyak ibadah dan menambah
pahala, ini malah ada salah seorang siswa yang meramaikan suasana dengan
membunyikan petasan di sekolah, ruuaarrrbiasa! (hanya bisa geleng-geleng kepala
bila mengingatnya).
Kembali ke teks pada alinea pertama, pengalaman ber-PPL di
SMK jelas menjadi modal berharga dan patut disyukuri. Dari tambahan asam garam
ketika PPL, memberikan efek ‘biasa’ dan ‘ga kaget’ ketika menghadapi
siswa-siswi yang boleh dikatakan ‘menyimpang’ dari jalan kelurusan siswa pada
umumnya. Memang interaksi antara siswa SMK dan SMP mempunyai kekhususan
masing-masing, pendekatannya pun boleh dibilang tak sama. Pun demikian halnya,
suasana akademik yang dirasakan ketika berada di lingkungan lembaga pendidikan
yang berbasis agama dan yang tidak, masing-masing mempunyai kekhasan
tersendiri.
Berada di lembaga pendidikan berbasis agama jelas lebih
banyak faedah atawa kemanfaatannya. Sebelum memulai tugas, guru-guru diberikan
briefing tiap pagi oleh kepala sekolah. Diawali dengan basmalah kemudian
membaca surat al Munafiqun secara bersama-sama. Saya melihat, efek membaca al
Quran di pagi hari (pukul 6.30) memberi dampak positif, tak hanya bagi guru
yang akan siap berjihad di medan kelas, namun juga berimplikasi pada murid yang
menyaksikan guru-gurunnya bersungguh-sungguh membaca kalam illahi di pagi hari.
Ada nafas keteladanan di dalamnya.
Narasi diatas menggugah kesadaran saya untuk bersyukur:
Pada Allah yang memberikan kesempatan bagi hambaNya
mendapatkan pengalaman yang sungguh luar biasa.
Terimakasih sebagai ucapan setelah syukur juga saya tujukan
pada kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo, khususnya kepada Mas Jasmuri dan
Mas Syamsul, serta teman-teman Pemuda yang lain, yang menjaring ikatan
berorganisasi dalam Persyarikatan yang menerapkan dan memainkan link and
match-nya dengan sungguh baik terhadap para kader-kadernya.
Majelis Dikdasmen dan Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo, yang pikiran-pikirannya inspiratif dan membuka lebar-lebar pembaharuan.
Memberikan kesempatan pada kader yang belum mengantongi ijazah S1-nya untuk
belajar berjuang dan berjihad dalam Muhammadiyah.
Pada Mas Syahrul dan Mb Fine, dua insan yang dipertemukan
dan dipersatukan dalam ikatan keluarga. Dari keduanya, saya banyak mendapatkan
percikan-percikan hikmah dari perspektif kehidupan yang menetes dari buah
pandangan jernih dan lurusnya. Semoga saya bisa menyusul kalian, mencetak
generasi-generasi Qurani, yang tercermin dari Fuha dan Izzam J
Tak lupa pada Emak (Ibu) dan Bapak. Tak dapat berkata selain
doa yang semoga tiada putusnya. Dari mereka berdua melahirkan dan membesarkan.
Dan ketika besar dan bisa memberikan recehan, semoga maaf masih terhaturkan
karena masih saja merepotkan.
Pada adik yang turut memberikan sumbangsih
ke-ikhlasannya dalam merapikan baju kemeja. Terharu, ketika jejak kakakmu ini
kau tiru, menjadi karyawan dulu sebelum menuntut ilmu (kuliah-red).
Serta kakak
yang menyediakan link speedy-nya dirumah sehingga garapan yang bersambung
mayantara bisa mulus sempurna. Teringat dulu, ketika masih menggunakan
smartfren, betapa lamanya (lelet) jaringan yang konon anti lelet.
Semoga saya bisa istiqamah berjuang, menuntut ilmu, dan mengamalkannya.
Tetap menjaga integritas, moralitas, dan spiritualitas.
Musasi..be Success!!
0 komentar:
Post a Comment