Dua profesi itu pernah dan sedang saya jalani. Pernah bergelut di atas matras Judo kurang lebih tiga tahun ketika menjadi siswa-atlet SMA Negeri Olahraga (Smanor) Jawa Timur. Kini, Allah pulalah yang memperjalankan diri ini hingga sampai menjadi staf perpustakaan, semoga saya boleh menyebut diri pustakawan, hehe..
Di Smanor--sekolah yang menasbihkan dirinya sebagai sekolah pencetak atlet--berkutat dengan keringat adalah hal yang lumrah. Bagaimana tidak, ketika pagi dan sore diharuskan memeras keringat sebelum menuju pertandingan dan bersaing memetik gelar/juara. Menu latihan dua hari sekali itu tidak lain menjadi fardhu 'ain, selain menambah jatah latihan sendiri pada siang hari atawa malamnya.
Saya sendiri memilih olahraga Judo karena melihat peluang. Disamping ajakan dari saudara tetangga yang sebelumnya sudah menjadi atlet di sekolah yang berada di kawasan Pondok Jati Utara itu. Sebelum mencemplungkan diri di olahraga bantingan asli Jepang itu, saya pernah mencoba "peruntungan" tes atletik nomor lari sprint dan akhirnya gagal, hiks. Itulah yang kemudian membuat saya banting stir menjajal beladiri yang mengutamakan teknik bantingan, kuncian dan randori (permainan bawah).
Imam Moehasib, seorang takmir Mushala Nurul Huda pernah berpesan, jika kekuatan manusia hanya ada tiga; berikhtiar, berdoa, dan bertawakal pada ketetapan Allah Ta'ala. Kata ikhtiar dan doa itulah yang menjadikan mindset di pikiran saya mengatakan, tidak ada yang tidak bisa selama kita berusaha dengan kemampuan maksimal kita. Tiada pernah berhasil jika kita tidak pernah mencobanya. Begitulah, pola pikir yang saya resapi dari beberapa kajian dengan bekal siraman ruhani yang memperkokoh jiwa untuk selalu bersikap optimis terhadap apa-apa saja ketentuan dari Allah Ta'ala.
Keyakinan itu pulalah yang mengantarkan diri ini sampai gerbang Graha Pena yang kemudian Allah bukakan takdir berikutnya untuk menuntut ilmu hingga ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Meski harus pula menjalani dua peran--mahasiswa dan pekerja--tak pernah menjadikan diri ini menyerah dengan keadaan dan mengeluh dengan kondisi kekinian.
Allah pulalah jua yang meridhai ketika diri ini menyelesaikan skripsi dan berwisuda di Graha Pena, tempat pertama kali menerima gaji sebagai karyawan profesional. Kata Mas Syahrul, tidak ada yang pernah terjadi secara kebetulan. Dalam Al Quran, bahkan daun yang jatuh sudah tertulis dan menjadi catatan. Begitupun dengan semua yang pernah kita lalui dan akan kita perjuangkan.
Kini, ketika takdir Allah menghantarkan pada sebuah fase baru, dimana amanah yang teremban semakin besar dan berat. Kita perlu merenungkan kembali kekuatan yang Allah berikan pada manusia. Berikhtiar dengan maksimal, berdoa dengan sungguh-sungguh dan berkeyakinan. Bekal tawakal, jika Allah tak pernah menganiaya hamba-hambaNya.
SK (surat keputusan) yang diterima tahun ketiga di sekolah ini: menjadi pendidik mata pelajaran Penjas, menerima amanah menjadi takmir masjid sekolah, serta, ketika diri ini mendapat kepercayaan dan tanggung jawab untuk menjadi staf perpustakaan. Belajar dan terus belajar. Akan banyak tantangan yang dihadapi, Menguatkan diri untuk terus menerus dalam jalan keridhoanNya.
Satu anugerah menjadi perpustakaan terbaik se-kabupaten tingkat kabupaten telah teraih. Ya, Perpustakaan SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, dinyatakan terbaik kedua dalam lomba perpustakaan tingkat kabupaten yang diadakan Perpusda Sidoarjo. Semoga September nanti, ketika penyerahan piala oleh Bupati Sidoarjo dapat menjadi kado termanis dan pemicu untuk terus berprestasi. Semoga!
Bulusidokare, 290816
Mengakhiri tulisan ketika adzan Isya berkumandang
Di Smanor--sekolah yang menasbihkan dirinya sebagai sekolah pencetak atlet--berkutat dengan keringat adalah hal yang lumrah. Bagaimana tidak, ketika pagi dan sore diharuskan memeras keringat sebelum menuju pertandingan dan bersaing memetik gelar/juara. Menu latihan dua hari sekali itu tidak lain menjadi fardhu 'ain, selain menambah jatah latihan sendiri pada siang hari atawa malamnya.
Saya sendiri memilih olahraga Judo karena melihat peluang. Disamping ajakan dari saudara tetangga yang sebelumnya sudah menjadi atlet di sekolah yang berada di kawasan Pondok Jati Utara itu. Sebelum mencemplungkan diri di olahraga bantingan asli Jepang itu, saya pernah mencoba "peruntungan" tes atletik nomor lari sprint dan akhirnya gagal, hiks. Itulah yang kemudian membuat saya banting stir menjajal beladiri yang mengutamakan teknik bantingan, kuncian dan randori (permainan bawah).
Imam Moehasib, seorang takmir Mushala Nurul Huda pernah berpesan, jika kekuatan manusia hanya ada tiga; berikhtiar, berdoa, dan bertawakal pada ketetapan Allah Ta'ala. Kata ikhtiar dan doa itulah yang menjadikan mindset di pikiran saya mengatakan, tidak ada yang tidak bisa selama kita berusaha dengan kemampuan maksimal kita. Tiada pernah berhasil jika kita tidak pernah mencobanya. Begitulah, pola pikir yang saya resapi dari beberapa kajian dengan bekal siraman ruhani yang memperkokoh jiwa untuk selalu bersikap optimis terhadap apa-apa saja ketentuan dari Allah Ta'ala.
Keyakinan itu pulalah yang mengantarkan diri ini sampai gerbang Graha Pena yang kemudian Allah bukakan takdir berikutnya untuk menuntut ilmu hingga ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Meski harus pula menjalani dua peran--mahasiswa dan pekerja--tak pernah menjadikan diri ini menyerah dengan keadaan dan mengeluh dengan kondisi kekinian.
Allah pulalah jua yang meridhai ketika diri ini menyelesaikan skripsi dan berwisuda di Graha Pena, tempat pertama kali menerima gaji sebagai karyawan profesional. Kata Mas Syahrul, tidak ada yang pernah terjadi secara kebetulan. Dalam Al Quran, bahkan daun yang jatuh sudah tertulis dan menjadi catatan. Begitupun dengan semua yang pernah kita lalui dan akan kita perjuangkan.
Kini, ketika takdir Allah menghantarkan pada sebuah fase baru, dimana amanah yang teremban semakin besar dan berat. Kita perlu merenungkan kembali kekuatan yang Allah berikan pada manusia. Berikhtiar dengan maksimal, berdoa dengan sungguh-sungguh dan berkeyakinan. Bekal tawakal, jika Allah tak pernah menganiaya hamba-hambaNya.
SK (surat keputusan) yang diterima tahun ketiga di sekolah ini: menjadi pendidik mata pelajaran Penjas, menerima amanah menjadi takmir masjid sekolah, serta, ketika diri ini mendapat kepercayaan dan tanggung jawab untuk menjadi staf perpustakaan. Belajar dan terus belajar. Akan banyak tantangan yang dihadapi, Menguatkan diri untuk terus menerus dalam jalan keridhoanNya.
Satu anugerah menjadi perpustakaan terbaik se-kabupaten tingkat kabupaten telah teraih. Ya, Perpustakaan SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, dinyatakan terbaik kedua dalam lomba perpustakaan tingkat kabupaten yang diadakan Perpusda Sidoarjo. Semoga September nanti, ketika penyerahan piala oleh Bupati Sidoarjo dapat menjadi kado termanis dan pemicu untuk terus berprestasi. Semoga!
Bulusidokare, 290816
Mengakhiri tulisan ketika adzan Isya berkumandang