3 November 2013

Menjejak Juanda

Hari itu, si merah naik kasta. Sekian lama "mencium" tanah makadam, pavingan, lubang kecil dan menganga. Akhirnya, kesampaian juga melahap mulusnya aspal jalanan menuju Bandara. 

Sejak pagi si merah tak kemana-mana. Hanya mengantar tuannya ke tanah lapang untuk salat Idul Adha. Selesai salat, kembali merapat ke garasi, bertafakkur sendiri, menanti tuannya kembali. 

Sore hari ketika langit jingga bersemi, tuannya kembali menemui. Agak tergesa tuannya kali ini. Ada sedikit "aroma" kambing dan sapi terselip, meskipun ia yakin, tuannya sudah sekuat tenaga menghalaunya pergi. Dilihatnya baju sang tuan diberi wewangian, rambut diminyaki agar keliatan segar. "Mau kemana si tuan?"tanya si merah dalam angan.

Teka-teki terjawab akhirnya, ketika sang tuan membawanya sampai Aloha. Putar alur, kemudian lurus ke timur. Sempat terbata-bata mengeja satu nama; Juanda International Airport, rupanya.

Sampai di gate pertama, nopol yang melekat padanya dicatat. Kertas putih diberikan, sang tuan memberikan lembar dua ribuan. Perjalanan pun dilanjutkan, setelah sang tuan menerima kembalian.

Sepanjang jalan, dilihatnya beragam pemandangan. Dari pusat pemancar sinyal, lalu lalang burung besi yang datang dan pergi, pepohonan tak tinggi di kanan-kiri. Hingga deru mesin mobil dan motor yang saling mendahului.

Tiba juga di tempat parkir utama. Luasnya bisa sampai beberapa kali luas area parkir di Graha Pena. Mencari tempat yang pas, setelah karcis distempel petugas. Dipandanginya sang tuan sibuk menarikan jari diatas layar ponselnya. Sesekali sang tuan clingukan kanan-kiri, seolah ada sesuatu yang ingin dicari.

Sang tuan pun bergegas memarkir dan mengunci stir. Si merah hanya bisa menatapnya dari kejauhan, kala sang tuan menuju bangunan yang mengumandangkan adzan. Sudah masuk waktu maghrib.

Kurang lebih enam puluh menit dia sendiri. Langit yang tadinya keemasan, kini berganti kemerahan. Sang surya pun tenggelam berganti malam. Lamat-lamat sang tuan kembali terlihat. Masih sibuk dg ponselnya sendiri. Kali ini ia heran melihat tuannya. Yang kadang berhenti, menatap keypad, dg sudut bibir terangkat. Entah, siapa yang tahu isi hati tuannya. .

*repost from Facebook 191013

Menarikan jari, kala langit dihiasi awan putih. Sepertiga malam baru saja terlewat di A. Yani 88..

Related Posts:

  • Menulis Membuat Kita Abadi Photo by admin KBM  Judul diatas merupakan tagline dari Komunitas Bisa Menulis (KBM). Salah satu komunitas yang tergabung dalam grup Facebook yang saya ikuti beberapa saat yang lalu. Bergabung dengan komunitas y… Read More
  • Saat Guru Fakir Ilmu Hari keempat Ujian Kenaikan Kelas (UKK) SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, artinya juga sudah dua kali juga menjadi pengawas ruang kelas yang menjadi tempat ujian. Disaat yang sama, saya menemukan beberapa fakta, yang menuntut sa… Read More
  • Ketika Pelajaran Pendidikan Jasmani Semakin Menepi Pagi itu matahari semakin menampakkan sinar cerahnya. Suasana pagi yang sebenarnya pas untuk berolahraga dan memeras keringat penuh semangat tak tampak dari wajah murid-murid sekolah menengah pertama favorit di tengah kota … Read More
  • Menjejak Juanda Hari itu, si merah naik kasta. Sekian lama "mencium" tanah makadam, pavingan, lubang kecil dan menganga. Akhirnya, kesampaian juga melahap mulusnya aspal jalanan menuju Bandara. Sejak pagi si merah tak kemana-mana. Hany… Read More
  • Wahai Guru, Jangan Berhenti atau Malu untuk Tetap Mengais Ilmu.. Syawal biasanya identik dengan semangat baru dalam memulai perjuangan. Spirit Ramadan yang masih melekat kuat, seolah jadi amunisi dalam menata niat dan memulai gerak langkah untuk menghambakan diri di hadapan-Nya. Menghamb… Read More

0 komentar: