Melanjutkan tulisan dari status sebelumya tentang
pendangkalan akidah yang dialami remaja. Awalnya, saya memang hanya memposting di
Instagram foto dan caption prosesi ikrar syahadat seorang Ibu dan anaknya yang
kembali memeluk Islam. Namun, setelah melihat fenomena beberapa artis murtad
dan ragam pendangkalan akidah yang tersebar secara masif baik dari surat kabar,
tivi, hingga musik. Maka saya kira perlu untuk mengetengahkan persoalan ini.
Pertama kali, kemarin ketika melihat beranda. Saya menemukan
postingan dua anak remaja dengan pakaian putih-putih dengan tanda salib warna
biru di dadanya. Dari keterangan foto yang diunggah tersebut, dua anak remaja
dengan baju dan rambutnya yang masih basah ini ternyata baru selesai dibaptis.
Rasa tergelitik saya bertambah, setelah tulisan keterangan
dalam foto tersebut ada nama-nama “stakeholder” yang di-tag disana. Dari beberapa nama yang
di-tag, ada nama yang begitu Islami. Saya bertambah yakin jika pemilik salah
satu nama adalah orang yang ada dalam foto tersebut, yang dulunya Islam dan
baru kena baptis.
Sedikit saya telusuri status dan beberapa fotonya. Dan
memang benar, bulan Juni lalu dia masih mengucap basmalah ketika mau mengikuti
Ujian Nasional, dan kemudian mengucap hamdalah usai dinyatakan lulus. Salah
satu fotonya juga ada yang mengenakan pakaian sekolah dan memakai jilbab.
Saya kemudian bertabayyun (meng-kroscek) padanya. Dalam
kotak pesan, saya layangkan beberapa “klarifikasi”. Beberapa diantaranya: sejak
kapan dia berpindah keyakinan? Dia menjawab baru kemarin (12/7) dia murtad.
Sudah tahu apa belum konsekuensi jika seseorang berpindah keyakinan?
Dia hanya menjawab jika ini sudah keyakinannya.
Sudahkah keputusannya berpindah keyakinan itu diketahui kedua
orangtua? Dugaan saya tak meleset. Keputusannya diambil sendiri (dengan
pengaruh teman-temannya). Dia bilang nanti juga suatu saat akan bilang pada
kedua orangtuanya.
Nama yang diberikan kedua orangtuanya yang berartikan
sebaik-baik wanita, ternyata belum dipahaminya. Baginya, mungkin, nama hanya
sebatas nama. Ia tak menyadari, jika ada doa yang terselip dari kedua orangtua
padanya.
Well, kita tidak memungkiri memang, ternyata fenomena
pendangkalan akidah tidak hanya terjadi di pedalaman-pedalaman daerah yang
minim aksesibiltas. Kita sudah mendapatkan fakta beberapa saat yang lalu, di
kota besar seperti Jakarta ada penyusupan kristenisasi dalam acara Car Free Day.
Kita pun melihat kenyataan akan proyek pemurtadan di Surabaya. Dua contoh itu
terjadi di kota yang biasa disebut metropolitan. Bagaimana dengan daerah-daerah
lain?
Di Jawa Timur sendiri, Malang Selatan disebut-sebut menjadi
sasaran proyek Kristenisasi Internasional. Konon disana sudah berdiri tegak
gereja terbesar se-Asean. Belum lagi kabupaten dan kota yang ada di sekitarnya.
Fenomena artis murtad, sedikit banyak memberikan “role-model”
yang kurang baik bagi remaja-remaja yang lemah akidah dan labil emosi. Menjadi
sasaran empuk bagi pasukan salib untuk bergerilya memangsa calon baru. Lemahnya
ekonomi, menjadi target para misionaris untuk menawarkan dagangan agama dengan
jargon; kau tukarkan agamamu, kuberikan beras sekardus untukmu.
Kita meyakini jika “Innaddiina indallahil Islam”
Agama yang benar disisi Allah adalah Islam. Tapi apakah kita yakin
saudara-saudara kita yang lain akan tetap berpegang teguh dengan kalimat
tersebut, sementara anak-anak mereka menangis kelaparan dan membutuhkan asupan
makanan, dan kita berfoya-foya sendirian atau berjamaah, memajang foto buka
bersama, seolah abai terhadap mereka?
Ada yang harus dipikirkan bersama. Ramadan kali ini, ada
yang menohok di hati.
Wallahua’lam bisshawwab.
"Islam memandang keimanan sebagai hal terpenting dan mendasar dalam kehidupan. Iman akan dibawa mati. Iman lebih dari soal suku, bangsa, bahkan hubungan darah. Iman bukan “baju”, yang bisa ditukar dan dilepas kapan saja si empunya suka."
-Dr. Adian Husaini-
gambar:mimbarhadits.files.wordpress.com |
0 komentar:
Post a Comment