Hari Pahlawan 10 Nopember lalu
telah lewat, namun esensi perjuangan yang sesungguhnya baru saya temukan dan
baru terilhamkan hari ini dan kemarin. Perjuangan yang tak lagi membebaskan bangsa
dari cengkeraman imperialisme negara penjajah. Perjuangan yang tak kalah mulia;
menyelamatkan generasi muda!
***
Rintik hujan baru saja turun dan
membasahi tanah di kompleks Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo sore itu (16/11). Kami,
beberapa utusan dari Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) se-Kabupaten
Sidoarjo diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengikuti Rapimda (Rapat
Pimpinan Daerah) yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah
(PDPM) Sidoarjo.
Kebetulan (padahal tak ada
kebetulan dalam dunia ini), saya menjadi utusan tungggal dari Cabang Pemuda yang
saya gawangi; PCPM Porong. Bersebab udzurnya Sekretaris yang berhalangan hadir.
Serta Wakil dan Bendahara yang membatalkan keberangkatannya secara tiba-tiba.
Setelah menunaikan salat Asar berjamaah
di Masjid An-Nur, rombongan yang berjumlah antara 30-40 orang dari
belasan kecamatan yang ada di seluruh Kabupaten Sidoarjo itu pun berangkat. Dua
mobil milik Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), ditambah satu
mobil pribadi milik kader dan beberapa armada roda dua pun dilepas menuju lokasi tujuan.
Dalam keterangan yang tertera di undangan, terdapat nama Villa Pacet
yang akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan yang rencananya akan dilangsungkan selama dua hari satu malam (16-17/11) itu. Didalamnya juga
terdapat informasi bila agenda acara juga tak jauh-jauh dari evaluasi program kerja apa saja yang sudah dilaksanakan oleh masing-masing cabang.
Mobil panther warna krem
milik salah satu kader Pemuda asal Sukodono, Mas Syafi’i, membawa kami berangkat. Saya duduk di bangku belakang dan saling berhadapan dengan Mas Khulil,
ketua Pemuda Sukodono, disamping saya ada Sekretaris PCPM Sukodono (saya lupa
namanya), serta Mas Syamsul, kader Pemuda yang juga berasal dari cabang yang sama.
Nama
terakhir juga mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Kader PDPM Sidoarjo.
Di tempat duduk tengah ada istri
dan dua anak Mas Syafii. Dan didepan, ada Ust. Hadi, da’i yang sudah malang
melintang di jagat Kepemudaan. Wawasan kelimuan agamanya begitu dalam, dengan
penampilannya yang penuh kesahajaan, khas para assatidzs Muhammadiyah yang lain.
Selama perjalanan, kami yang duduk
di bangku belakang saling bertukar
cerita tentang perjuangan apa saja yang sudah dirintis, dan kendala-kendala apa
saja yang sering dihadapi ketika turun di lapangan. Saya lebih banyak tertunduk
dan hanya menjadi pendengar setia. Merasa belum bisa berbuat banyak terhadap
kemajuan Pemuda di cabang saya sendiri.
Mas Syamsul, yang akhir-akhir ini
sering akrab dengan saya pribadi, lantaran seringnya berkutat dengan program
baru Majelis Kader yang dia besut; Pengajian Pedagang Kaki Lima (PKL) dan
tukang becak. Dan masih belum beraksi sampai saat ini, seolah sudah paham dengan situasi, kondisi, serta beberapa tantangan yang ada di Cabang.
Beliau kemudian banyak bercerita
tentang cabang Sukodono yang notabene merupakan domisili asal, dan kemudian mendapatkan
timbal balik dari Mas Khulil. Jadilah, saya manggut-manggut menyimak mereka,
yang terkadang timbul beberapa kalimat tanya yang terlontar dari saya. Dan baru tersadar, di dalam mobil yang saya tumpangi sedari tadi ternyata penuh dengan para kader Sukodono. Kader yang dikenal
cukup 'militan'!
Perjalanan pun tak terasa, hingga sampailah kami di tempat tujuan. Pemandangan yang sepertinya tak asing lagi ketika mobil membawa kami memasuki pintu
gerbang lokasi. Lagi-lagi saya tertegun sesaat setelah membaca
papan selamat datang yang ada disamping dan diatas pintu gerbang kompleks tersebut,
saya pun manggut-manggut sendiri.
Manggut-manggut saya karena
kompleks tersebut ternyata berada di Pondok Dandung, jalan Ledug-Tretes. Seolah
mengalami dejavu, karena dua villa yang baru dilewati mobil yang saya tumpangi
tadi meninggalkan kenangan, saat tujuh tahun lalu, ketika baru saja
menjalani proses sebagai atlet Smanor. Hawa sejuk pun menyergap kami, ketika kaki baru
saja menginjak paving stone yang
berada di depan kompleks villa yang menjadi tempat Rapimda. Sayup-sayup, lantunan
kumandang tahrim dari speaker masjid yang ada di seberang bukit menggema diantara pemandangan menjelang maghrib. Menambah
kedamaian di hati seolah kami di refresh
kembali dari kesibukan harian yang kami jalani.
Masuk ke dalam villa, ketika adzan
Maghrib berkumandang di udara. Kami pun segera bergegas mengambil air wudlu
untuk segera salat berjamaah. Dan, Ustadz Suhaeri, kader dari PCPM Sidoarjo
yang juga menjadi pendidik dan menjabat wali kelas lima di SD Muhammadiyah 1
Sidoarjo, di dapuk menjadi Imam salat Maghrib dan Isya’ yang akan kami tegakkan.
Suara takbir mengalun lembut
memenuhi ruangan. Di ruang tengah tepatnya kami melaksanakan salat. Nampak
gerakan mengangkat serentak, setelah sang Imam bertakbiratul ihram. Surat
Al Fatihah yang dibacanya secara tartil seolah menuntun kami pada kekhusyukan petang
itu. Disusul kemudian dengan bacaan surat pilihan, yang baru saya ketahui surat
Ali Imran ayat ayat 103-104. Anggapan mereka yang menyebut para kader
Muhammadiyah tak ada yang bisa membaca Al Quran secara baik dan benar secara
tartil, terbantahkan petang itu :)
Jama’ qashar yang kami tunaikan
berjamaah berjumlah tiga-dua. Artinya kami melaksanakan salat
Maghrib tiga rakaat yang kemudian disambung dengan salat Isya’ dua rakaat. Selesai
salat wirid ba’da salat, kami mempersiapkan pembukaan acara yang pertama
sembari menunggu para kader lainnya yang belum tiba.
Kira-kira pukul tujuh malam acara
pertama dimulai. Diawali sambutan pembawa acara yang memulai acara dengan
ucapan basmalah bersama-sama. Kemudian menyanyikan Mars Muhammadiyah yang langsung disusul Mars Pemuda Muhammadiyah,
tujuannya tak lain untuk membangkitkan ghirrah (semangat)
malam di dalam dada para pemuda yang hadir pada saat itu. Sambutan dari Ketua PDPM, Mas Jasmuri, yang pada intinya memberikan
gambaran jalannya rapat yang akan dimulai dengan paparan program kerja apa saja
yang sudah dilaksanakan oleh para pimpinan cabang yang datang. Dan kemudian
nantinya diberikan re-orientasi KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda
Muhammadiyah) oleh Mas Hayrul. Dan kemudian ditutup dengan paparan proyek
dakwah dari Ustadz Hadi.
Rapat pleno pertama pun dimulai.
Semua peserta rapat yang hadir mendengar dan menyimak paparan dari para ketua
cabang Pemuda masing-masing yang telah diurut sesuai absen. Saya dibuat kagum
dengan para kader cabang yang hadir. Diantaranya adalah mereka yang dari Gedangan. Ide mereka yang membuka asuransi kesehatan yang ditujukan para warga Muhammadiyah yang mau
berobat ke rumah sakit, sungguh luar biasa menginspirasi.
Tak kalah menarik adalah program
kerja dari cabang Sukodono, yang kemarin menggondol juara satu dalam turnamen Futsal Melati Cup 2013.
Mereka merilis dan mengirimkan sms dakwah secara berkala ke beberapa nomor
handphone para kader dan warga Muahammadiyah lain yang sudah terdatabase. Sempat saya mengira, pengiriman sms tersebut dilakukan secara manual, dengan memakai hape biasa. Eh, ternyata saya
baru tahu, mereka sudah mengapilkasikan
modem khusus yang memang didesain untuk mengirim multi sms ke multi nomor. Hingga akhirmya tiba giliran saya untuk
memaparkan kegiatan apa saja, yang sudah digeber kawan-kawan dari PCPM Porong
Setelah dikukuhkan pada Musycab
September tahun lalu, PCPM Porong formasi baru setidaknya sudah melaksanakan beberapa
kegiatan. Beberapa diantaranya adalah Kajian Pemuda yang dilaksanakan saban Sabtu
malam ba’da Isya di Musala Nurul Huda Desa Gedang Kecamatan Porong.
Atau, setelah rampungnya Kajian Bulughul Mahram yang diasuh Ust. Eko. Dan dari kajian tersebut, dimunculkanlah tema pada Buletin at-Tajdid yang nantinya diterbitkan secara
berkala saban Jumat, dan disebar ke masjid-masjid di kawasan Porong, Gempol,
dan sebagian Tanggulangin. Dana? Alhamdulillah swasembada, saat itu kami belum berani menjual buletin warna tunggal tersebut pada pihak lain.
Futsal pun juga pernah menjadi
ajang rutin berkumpul para Pemuda, khususnya yang berada di ranting Gedang dan
sekitarnya. Bahkan, pernah kami dulu melawan Persatuan Jurnalis Malang (Jurma),
dan menjungkalkannya, kala tim kami, PCPM Porong diundang ke Malang dalam laga
persahabatan :) Tak lupa kunjungan ke PDPM Batu, untuk melihat proses pembuatan
sari Apel serta melihat AUM kreatif berupa wisata dan Outbound yang dikelola
oleh Sun Apple-Batu turut kami sertakan dalam “portofolio” malam itu.
Pada bab hambatan dan harapan, saya
menuliskan diatasnya, bila Sumber Daya Manusia Muhammadiyah (SDMM) di Porong masih sangat
terbatas. Bila kami ingin show of force seperti yang dilakukan beberapa waktu
lalu oleh saudara kami IPNU, seolah rasanya berat. Berat bukan karena dana dan
kendala apa-apa lainnya, tapi lantaran karena kesungguhan dan semangat (ghirah)
berorganisasi yang kami miliki, sungguh sangatlah kurang. Sampai-sampai muncullah idiom, "bila ketuanya tak hadir, maka kegiatan pun berakhir".
Terkesan ketua centris memang, tapi
apa mau dikata, kader yang kami miliki mayoritas masih berada dibangku sekolah
dan kuliah. Dan tekad kami dalam harapan adalah tak menyerah dengan keadaan.
Merancang kembali Buletin At-Tajdid adalah program terdekat dari kami. Dan
melakukan up-grading terhadap para
kader, menjadi upaya mutlak yang secepatnya dilaksanakan.
Usai memaparkan program kerjanya masing-masing, mas Ronny sebagai pelaksana acara menampung beberapa poin yang akan dibahas esok paginya pada lanjutan pleno.
Acara kemudian bergulir pada sesi
re-orientasi KOKAM yang di sampaikan Mas Hayrul. Titik fokus dari
penyampaiannya adalah bahwa KOKAM dulu yang identik dengan militerisme dan tak
jauh beda tugasnya dengan para pengaman keamanan lokal semacam Satpam ataupun
Banser, sekarang berubah! Karena KOKAM yang baru, identik dengan kesiapsiagaan
tanggap bencana, P3K, Pemadam Kebakaran, dan beragam keterampilan dan keahlian
hidup lain. Maka, pesan dari Mas Hayrul, mari kita ubah mindset tentang KOKAM
yang menakutkan, menjadi penuh kesiapsiagaan!
Sesi terakhir, hari pertama pun
tiba. Giliran Ustadz Hadi menyampaikan program rancangannya. Slide demi slide tampilan
powerpointnya berisi cetak biru pengembangan dakwah Muhammadiyah yang dibagi
menjadi tiga fase; pendek, menengah, dan panjang. Yang luar biasa adalah ide
pengembangan sekolah da’i Muhammadiyah, yang didasari dari keprihatinan atas
minimnya kader yang berwawasan Ulama yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Terucap
lirih kalimat Subhanallah, dan mengaminkan impian tersebut yang insya Allah
akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Semoga!
*Dandung-Lidah Wetan 171113