Entahlah sejak kapan saya suka bernyanyi. Sejak jaman TK
ketika diajari Ibu Guru menyanyikan lagu anak-anak. Ataukah meloncat saat jaman
SMP yang gemar nge-band. Tapi yang jelas, saya suka dengan orang menyanyi. Baik
sendiri (solo) maupun berkelompok (band).
Ketika jaman anak-anak dulu ada nama Joshua dan Cikita
Meidy. Ada juga Dea Ananda yang menyanyikan lagu Nabi dan Rasul. Dari nyanyian
itu saya jadi hafal nama-nama Nabi yang berjumlah 25 tersebut. Kemudian ada grup
band Dewa dan Sheila on 7. Lagu-lagu mereka suka saya tirukan ketika berkostum
putih-biru (SMP). Sampai-sampai saya hunting kaset dan CD-nya di lapak-lapan
kali lima di seputar pertokoan Porong.
Afiliasi saya berubah ketika SMA. Berada di asrama
rasa-rasanya tiada hari tanpa mendengarkan lagu. Karena belum familiar dengan
hape MP3, radio menjadi barang yang penting saat itu. Stasiun radio yang sering
kami incar tuningnya adalah M-Radio. Ketika sampai pada channel tersebut, kita
tak perlu gonta-ganti saluran untuk mendapatkan lagu yang kita inginkan. Karena
dari M-Radio saja sudah cukup, dia (M-Radio) tak pernah berhenti memutar
lagu-lagu yang sedang hits pada saat itu. Maka selera saya pun berganti pada
grup Band Ungu. Salah satu alasannya adalah karena Ungu dapat mengerti dan
mewakili perasaan hati saya pada saat itu, hehe..
Menginjak dunia kerja dan kemudian jadi mahasiswa, saya
mengenal Maher Zain. Lagu-lagunya kemudian saya unduh dan saya mainkan pada
laptop Pentium 3. Tentu mengunguhnya bukan pada laptop yang berharga 100 ribu
itu. Tapi pada warnet, yang kemudian saya simpan pada laptop yang bermerk IBM
itu. Selera saya itu sampai sekarang bertahan. Sedikit selingan dengan Sami
Yusuf dan beberapa nama penyanyi yang bergenre religi.
**
Tujuh belasan kemarin. Sekolah kami, SMP Muhammadiyah 1
Sidoarjo mengadakan beragam lomba. Mulai dari lomba untuk siswa seperti story
telling, catur, menyanyi solo, desain batik, melukis, sampai pada cipta puisi.
Tak ketinggalan juga ada lomba yang khusus untuk para Guru. Nama keren lombanya
adalah Singing Contest. Lagu yang dinyanyikan juga seputar lagu-lagu nasional
seperti Tanah Airku , Satu Nusa Satu Bangsa, dan Indonesia Tanah Air Beta.
Lomba dinyanyikan secara berkelompok berdasarkan rumpun mata pelajaran.
Para peserta yang merupakan Guru-guru dari latar belakang
yang beragam, tampil heboh dan menggetarkan panggung kecil yang berada di
kantin. Para penonton yang terdiri dari Guru dan sebagian murid itu
bersorak-sorai. Para penonton meyakini, ternyata mereka (para guru) juga banyak
yang bakat nyanyi.
Saya dan teman-teman Guru Penjas dapat nomor urut sebelas.
Bersepakat juga membawakan lagu nasional Tanah Airku. Untungnya berada pada
urutan akhir adalah bisa menilai kelebihan dan kekurangan para peserta yang
sudah tampil sebelumnya. Dari situ kemudian ada kesimpulan: harus ada
diferensiasi. Jika kita tampil dengan hanya berbekal nyanyi lagu tanpa ada
sesuatu nilai lebih, maka kita hanya menjadi peserta yang biasa-biasa saja.
Kami (guru penjas) akhirnya bersepakat untuk mengusung puisi menjelang
penutupan lagu tersebut. Kami mencari kertas. Kami pinjam bolpoin, dan kurang
dari lima menit akhirnya jadi puisi. Tak banyak, hanya beberapa bait. Menyesuaikan
dengan durasi lagu.
***
Menjelang salat dhuhur, diumumkan para pemenangnya. Di grup
WA Guru Penjas, ada kata-kata semangat dan antusias. Saya belum percaya jika
kami menang. Tapi kenyataannya seperti itu. Guru Penjas pun bisa seni, seni
bernyanyi dan berpuisi..
Juwet, 230815