Pagi itu matahari semakin menampakkan sinar cerahnya.
Suasana pagi yang sebenarnya pas untuk berolahraga dan memeras keringat penuh
semangat tak tampak dari wajah murid-murid sekolah menengah pertama favorit di
tengah kota yang terkenal dengan petis udangnya itu. Padahal, hari Jumat biasa
digunakan sekolah tersebut untuk berolahraga. Semua penduduk sekolah, mulai
dari murid hingga Guru dan Kepala Sekolah semuanya diharuskan berkumpul di
lapangan Rusunawa, beberapa kilometer ke timur dari sekolah tersebut.
Memang, kebijakan kepala sekolah untuk menjadikan hari Jumat
sebagai hari berolahraga atau biasa disebut sportday tak ubahnya oase diatas
padang pasir yang tandus. Menjadi pelepas dahaga olahraga bagi Guru-Karyawan
yang hampir sepekan penuh belum keluar keringatnya. Mengajak untuk sama-sama
menggerakkan badan dan menghirup udara pagi yang segar. Sungguh niat yang
sungguh mulia dan patut untuk` diapresiasi. Namun sayangnya, kebijakan tersebut
kelihatannya belum menampakkan hasil. Ada beberapa faktor yang menurut pandangan
calon Guru Olahraga yang belum genap satu semester berada di sekolah tersebut, yang
merupakan indikator kurang gregetnya gairah sportday yang berjalan hampir satu
semester itu.
Jika ada pepatah mengatakan jantung pendidikan itu ada di
kelas, hal tersebut bisa jadi sangat benar. Meskipun olahraga adalah
matapelajaran praktik yang lekat kaitannya dengan outdoor atau luar kelas.
Namun, materi dan interaksi di dalam kelas tetap diperlukan. Tatap muka dan
menjalin emosi antara Guru dan murid yang terjalin dari kelas ke kelas tetap
menjadi sarana efektif yang tidak lain menjadi media Guru memahami karakter
murid satu persatu, mengidentifikasi potensi tiap-tiap peserta didik dan
berusaha menjembatani dan mengembangkan setiap potensi yang dimiliki para
murid, siswa, dan/ atau peserta didik.
Kelas (dalam hal ini indoor), menjadi ajang menampilkan
kemampuan mengajar yang menarik pada para murid. Di dalam kelas yang kondusif,
murid juga akan belajar dari Guru dari apa yang didengar dan disampaikan. Dua
kebutuhan dan interaksi antara Guru dan Murid ini menjadikan proses belajar
mengajar (PBM) berjalan dengan baik. Guru akan senantiasa memperbaharui proses
mengajarnya tiap hari di kelas. Murid juga akan antusias menerima pelajaran
dari Guru dan memperhatikan secara seksama apa yang disampaikan Guru.
Hal tersebut yang diimpi-impikan oleh kami, para calon Guru
Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Selama delapan semester/ empat tahun ngangsuh
kaweruh di kawah candradimuka Guru Penjasor, yang tak lain di FIK Unesa
bertujuan untuk memberikan pendidikan sepenuh hati kepada para murid agar
menyadari betapa pentingnya olahraga, baik ditinjau dari aspek jasmani, rohani
dan maupun dalam proses kematangan psikis.
Sangat disayangkan bila tiap hari Jumat, para murid diminta
dan disuruh dengan bahasa lisan untuk segera menuju lapangan. Belum terciptanya
kesadaran jika olahraga itu begitu penting dan sangat dibutuhkan bagi masa
pertumbuhan laiknya masa sekolah menengah pertama yang dijalani para murid saat
ini. Indikator dan tujuan pendidikan jasmani belum tercapai, bila aspek kesadaran dan kebutuhan dalam diri
masing-masing murid belum ada.
Saya pribadi, ingin bergerak dan menggalang kerjasama dengan
semua pihak, baik dengan rekan sejawat sesama Guru Olahraga, maupun dengan
Guru-guru lain dalam bidang matapelajaran yang lain. Membangun kembali
integritas mata pelajaran Olahraga dimana matapelajaran tersebut menjadikan
katalisator semangat para siswa dalam memulai kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Semoga impian saya bisa tercapai, berpikir kreatif dan
mengembangkan inovasi yang tak terbatas. Memenggal stigma Guru Olahraga
pemalas, yang hanya butuh peluit, mengajarnya pun dibawah pohon mangga dan
ditemani segelas kopi dan rokok. Kegeraman
yang kadang harus dibuktikan dengan contoh nyata. Jalan tersebut harus didaki
dan diraih. Salah satunya adalah harus segera meraih gelar sarjana, semoga!