“Bertanyalah pada mereka, orang-orang besar di zamannya.
Kebesarannya hingga kini dapat kita rasa, perjuangannya dapat kita baca dalam
lembar-lembar cerita yang penuh makna..”
Orang besar selalu berbuat sesuatu yang besar. Seperti pesan
dan nasehat yang selalu digaungkan Allahuyarham Ustadz Abdurrahim Nur: “Beramal-lah
luar biasa dan terbaik, maka Allah akan memberikan sesuatu yang luar biasa
pula.” Seperti yang dilakukan Ketua PP Muhammadiyah terlama (32 tahun, dari 1968-1990),
KH. Abdur Rozaq Fachruddin, atau yang dikenal dengan panggilan Pak AR.
Dalam buku biografinya, yang ditulis Sukriyanto AR (salah
satu anaknya yang kini menjadi anggota PP Muhammadiyah), Pak AR dibentangkan
kembali kisahnya. Mulai dari masa kecil, remaja, hingga dewasa. Termasuk saat sebelum
menjadi ketua, saat dibenum (ditugaskan) berdakwah di pelosok. Berkeliling dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan kayuhan demi kayuhan pedal sepedanya
Bersepeda merupakan merupakan moda transportasi andalan pada
zaman old. Dengan sepeda, Pak AR mengisi pengajian di berbagai cabang
dan ranting. Tidak jarang juga melalui
jalur sungai. Kadang-kadang memakai perahu klotok dan kadang-kadang hanya
memakai jukung, sejenis sampan yang bisa dimuati sampai sekitar delapan orang.
Pengalamannya yang menarik adalah saat bersepeda menempuh
jarak 1310 km. Saat itu, Pak AR memimpin rombongan yang jumlahnya lebih dari 12
orang dari kepanduan HW. Mereka menjadi utusan dan penggembira Kongres Tahunan Muhammadiyah ke-28 (1939) di
Sumatera Timur (Medan).
Selama 8 jam tiap hari. Berhari-hari mereka menempuh
perjalanan tersebut. Jika bertemu bus, maka sepeda dinaikkan ke atas bus. Pada
waktu itu belum ada bus yang langsung dari Palembang ke Medan. Bus hanya ada
dari satu kota ke kota lain. Bila tidak ada bus mereka mengayuh sepeda lagi,
karena niatan semula menghadiri kongres di Medan tersebut dengan mengayuh
sepeda.
Mereka membawa segala perlengkapan yang diperlukan seperti perlengkapan
kepanduan HW, obat-obatan, alat perbaikan sepeda, tambal ban dan pompa yang menjadi
alat penting selama menempuh perjalanan ribuan kilometer tersebut. Pak AR
bersama rombongan melewati kawasan hutan dan sungai yang pada waktu itu sebagian besar belum ada
jembatannya. Ketika menyeberangi sungai, sepeda dinaikkan ke perahu, sampan
atau rakit.
Perjalanan dari Palembang ke Medan melewati jalan yang masih
banyak yang belum diaspal (masih jalan tanah). Perjalanan hanya ditempuh pada
siang hari. Pada malam hari mereka berhenti. Di tempat pemberhentian, mereka
beristirahat, membuat kemah. Kadang di pinggir jalan, kadang di tepi atau di
tengah hutan yang dilewati, kadang pula di desa, atau di pinggir kota.
Ketika di tengah hutan, mereka membangun kemah dengan
menempatkan sepeda mereka yang disusun melingkar mengitari kemah, berfungsi
pagar sekaligus untuk pengaman. Di tempat berkemah itu, mereka yang merupakan
Pandu HW pada malam hari membuat api unggun. Selain itu, mereka juga memasak,
saling pijat, shalat berjamaah, kultum, dan membaca Al Quran dengan saling
menyimak.
Mereka melakukannya dengan penuh semangat. Tidak merasa
berat selama perjalanan. Jarak tempuh yang jauh melewati hutan, lereng-lereng
pegunungan, lembah dan sungai menjadi petualangan yang mengasyikkan. Tantangan
terasa menjadi sangat menyenangkan. Karena mereka bisa melihat keindahan alam
dan merasakan kesegaran hutan dan pedesaan.
(* artikel diterbitkan di majalah SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo edisi 5)
Film Perjalanan Hidup Pak AR Fakhruddin (foto: google) |