Jumat kemarin (8/8), menjadi hari yang bersejarah. Diantara tiga
dosen penguji, Bu Sas, Pak Totok, dan Pak Anung, serta Sekretaris Jurusan (Sekjur)
Pak Taufik, saya pun akhirnya menjalani sidang proposal.
Setelah sempat terombang-ambing oleh ambiguitas jadwal (yang
salah jadwal atau pembuatnya ya?). Kepastian menjalani sidang proposal didapat
setelah Bu Sas, dua hari sebelumnya dengan penuh antusias menyampaikan agar
saya bersegera menghadap Sekjur untuk mendapat tandatangan. Akhirnya, melewati
beberapa jam dengan menunggu, nge-print, dan konfirmasi ke TU, kepastian jadwal
pun menjadi sah tatkala surat undangan ujian dari unduhan web tersebut ter-stempel.
Perjuangan ternyata masih baru dimulai, Bu Sas mengigatkan
agar jangan sampai lupa segala sesuatunya, termasuk powerpoint dan “kostum”. Saya
pun segera menjawab dengan acungan jempol dan anggukan kepala. Terlintas,
betapa dosen senior tersebut sungguh sangat peduli dengan para mahasiswa. Meskipun,
saya sendiri termasuk bukan mahasiswa bimbingannya, namun kepeduliaannya dengan
menelepon saya Rabu malam hingga tiga kali dan semuanya semuanya sukses tidak
terangkat. Untungnya, ketika ditelepon balik, beliau masih saja berkenan dan
memaklumi alasan bila ponsel ini butuh suplai daya, hehe..
Hari-H pun tiba, Jumat mubarakah. Dengan segenap doa dan
persiapan yang sudah terangkum dalam cetakan draft proposal dan file Ppt di
laptop, pagi itu saya bergegas menuju sekolah. Lho koq ke sekolah? Ada tanggung
jawab absensi ektrakurikuler olahraga yang harus diserahkan pada Sie Kesiswaan.
Jadi, setelah mengikuti briefing tiga puluh menit, dengan masih menggunakan
kemeja putih dan celana hitam, para guru hanya bertanya-tanya. Sampai kepala
sekolah pun mengernyitkan dahinya. Saya bilang akan ujian/ sidang, dan setelah
itu, banyak dukungan mengalir. Semuanya mendoakan agar sukses dan
lancar.
Pukul sepuluh jadwal seharunya berlangsung, waktu yang bisa
dikatakan mepet dengan salat Jumat. Namun, hingga pukul 10.15
masih ada ujian proposal mahasiswa angkatan 2007. Saya pun akhirnya menunggu,
sembari membaca sedikit-sedikit bahan yang akan saya presentasikan.
Usai beberapa menit, ada kode dari Sekjur untuk segera memasuki
ruang sidang pindahan (karena yang asli sedang direnovasi). Setelah melihat
sekitar ruangan yang sehari-harinya menjadi ruang kuliah tersebut, saya pun
mengeluarkan amunisi berjenis Asus kaliber X450C dan melekatkannya dengan kabel
penghubung LCD.
Dalam bayangan, saya akan menjelaskan materi sidang proposal
dengan berdiri. Namun, ketika Sekjur membuka sidang dengan ketukan satu kali
dan memberi waktu sepuluh menit untuk saya memaparkan proposal dengan tetap
duduk, saya akhirnya memposisikan tempat duduk yang bisa dikatakan kurang
tinggi tersebut.
Banyaknya materi slide
dibanding waktu yang tersedia, menjadikan beberapa point slide hanya tampil
lalu. Dua belas menit ternyata waktu yang saya gunakan untuk paparan proposal, extra time dua menit dari waktu normal.
Giliran para dosen penguji yang akan “membenahinya”.
Bu Sas, Dosen penguji pertama, langsung “menembak” dengan
tiga pernyataan, bila syarat sebuah tulisan ilmiah haruslah berketelitian
tinggi, bertujuan, dan ilmiah. Dengan terstruktur beliau menjelaskan bila
proposal saya masih banyak ejaan dan penulisan kata yang salah. Selain itu,
beberapa pengutipan kajian dan daftar pustaka masih belum sesuai dengan buku
pedoman penulisan tugas akhir. Sebagai catatan, dosen matakuliah softbol
tersebut mengutip kata pengantar yang saya tulis, yang menurut beliau tidak sesuai kaidah
penulisan kata pengantar pada umumnya. Dari banyaknya masukan tersebut, beliau
sudah menandai beberapa kata yang kurang tepat dengan tinta merah, agar menjadi
pengingat.
Giliran penguji kedua, Pak Totok. Dosen matakuliah renang
tersebut memberi koreksi yang tidak kalah melimpah dengan Bu Sas. Beberapa
catatannya tentang ihwal judul dan pendahuluan yang kurang tajam menjadi
pembuka. Beliau masih belum sreg
dengan tema yang saya ajukan: korelasi religiusitas atlet dengan sikap
sportivitas. Dalihnya, hal tersebut akan mengaburkan esensi oahraga. Dan beliau
menyarankan agar lebih memfokuskan pada sikap sportivtas seorang atlet sehingga
memberi sumbangsih peran untuk penelitian.
Dan tibalah Pak Anung, Dosen penguji ketiga yang sekaligus
menjadi pembimbing skripsi. Dosen matakuliah Psikologi Olahraga tersebut
memberi masukan yang beragam. Dari pendahuluan, penulisan, kutipan, maupun instrument
penlitian yang digunakan. Agar lebh tajam, lebih baiknya beliau menyarankan
latar belakang agar diawali dengan paparan sikap atlet di lapangan yang
menujukkan sikap religius.
Usai para penguji membedah kelayakan Proposal, kemudian
pimpinan sidang mempersilakan saya untuk keluar ruangan. Setelah beberapa
menit, akhirnya saya diminta masuk kembali dan mendengarkan keputusan, layak
tidaknya Proposal saya untuk melaju pada tahap penelitian. Akhirnya, melalui
hasil diskusi tiga Dosen penguji, diputuskanlah Proposal saya untuk melaju pada
tahap berikutnya, dengan revisi tentunya.
Bismillah, perjuangan baru saja dimulai..