Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

9 July 2016

Balada Sandal Gunung

Sandal Gunung? Sejak kapan jadi trensetter? Ternyata membeli sandal gunung ada syarat dan ketentuan yang berlaku, seperti apa?

Khususnya saya, mengenal sandal gunung ketika menginjakkan kaki di "rimba" Graha Pena. Delapan tahun lalu, ketika dinyatakan diterima menjadi garda terdepan keamanan gedung 21 lantai itu. Mas Gondho, menjadi sosok teman kerja yang bisa dibilang stylist (baca: gaul).  Cara berpakaiannya yang kasual meskipun menjadi staf keamanan, seolah menyiratkan pesan: tunjukkan otakmu dalam bekerja. Penampilannya yang khas adalah kaos oblong, celana 3/4, tas selempang dan sandal gunung.

Sandal gunungnya itu, yang usut punya usut ternyata ber-merk Eig*r.

Sandal yang pabrikannya di Bandung itu dalam pandangan saya yang dulu masih berlum berkarya adalah 'sosok' yang amat mahal. Susah dijangkau. Namun, ketika sudah punya rekening dan tiap bulan mendapatkan angka di saldonya, pandangan tersebut lama kelamaan berubah.

Akhirnya sejarah pun tercipta. Sandal gunung pertama akhirnya terbeli. Sandal yang cukup nyaman itu akhirnya saya pakai berangkat dan pulang kerja. Satu set dengan sarung sandalnya yang berupa jaring-jaring yang berbentuk seperti tas cangklong. Pembelian yang pertama itu ternyata tak berlangsung lama.

Hanya beberapa bulan. Rekor baru memiliki sandal yang biasanya bertahan sampai satu tahun dengan raihan berkurangnya sol dan usangnya warna sandal, kini berganti dengan raibnya sandal.

Sandal Eig*r ternyata diminati banyak kalangan. Termasuk para pencuri yang menyambi menjadi jamaah masjid. Kehilangan sandal pertama, tempatnya di masjid An-Nur-Sidoarjo. Sedikit menyesal dengan gumaman dalam hati: koq teganya. Apalagi dengan wajah melas, menaiki motor tanpa alas kaki, hiks..

Pengalaman kehilangan barang membuat saya menjadi ekstra waspada. Apalagi dalam lingkungan kerja yang dulu dituntut untuk selalu siap dalam setiap keadaan. Kehilangan tidak lantas membuat saya kapok untuk bersentuhan lagi dengan sandal gunung. Saya beranikan untuk membeli sandal Eig*r lagi. Tetap mengingat pepatah: pengalaman adalah guru yang terbaik.

Saya tetap konsis dengan model sandal jepit, Warna hitam legam. Untuk nomor sandal masih setia dengan 43. Tidak ada lagi sandal yang ditaruh di pelataran. Harus diletakkan entah itu dalam lemari sandal atau loker. Tapi tetap saja, mata pencuri bisa tembus pandang. Lho?

Masih teringat jelas, ketika subuh berangkat ke masjid Al Millah-Pondok Jati untuk ikut shalat berjamaah dan pengajian salah satu ustadz disana. Sandal sudah dirasa aman karena sudah masuk loker. Meskipun lokernya tidak terkunci, tapi khusnudzan lebih banyak dari prasangka buruk. "Apalagi ini di masjid," begitu kata saya dalam hati, meski sebelumnya juga pernah kehilangan.

Tanpa dinyana, ketika hendak pulang dan mengambil sandal. Barang yang dimaksud sudah tidak ada di tempat. Kehilangan yang kedua, mengulang kembali sejarah. Hiks..

Ketika saya membeli (lagi) sandal di konter Eig*r lantai dua pusat perbelanjaan di kota udang. Salah seorang penjaga konternya bertanya,

"sandalnya hilang, ya mas?"

"Lho, koq tahu?"

"Iya, mas, soalnya kebanyakan yang beli kembali kesini karena sandalnya hilang."

Weleh..weleh..

Saya tidak mau berandai-andai, mau hilang (lagi) atau tidak saya pasrahkan pada Allah. "Semoga nggak hilang lagi, mas," ucap saya pada penjaga konter di pembayaran.

Takdir Allah yang menghendaki. Tepat di bulan ramadan lalu, lagi-lagi ketika kaki melangkah ke sebuah tempat yang bisa dikatakan nol dosa: masjid. Namun, kali ini bukan karena kehilangan, tapi tertukar.

Sandal saya yang berukuran nomor 43 tertukar dengan nomor 40. Bayangkan, bagaimana kaki gajah harus beradaptasi dengan kaki jerapah? hehe..Saya beberapa hari kembali ke masjid tersebut dan menempatkan alas kaki yang sebenarnya bukan hak saya itu, tapi hasilnya lagi-lagi, nihil.

Inilah asam garam memiliki sandal gunung merk Eig*r. Saya tak pernah menyangka bila harus menelan pil pahit kehilangan dan tertukar yang semuanya itu berada ketika di masjid, Saya jadi merenung, apa karena ini balasan dari Allah, karena dulu saya sempat jadi re-seller sandal kw??

Bulusidokare, 4 Syawal 1437H

foto pinterest