Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

9 August 2014

Proposal Pertama: Nikmatnya Menjadi Peneliti Pemula

Jumat kemarin (8/8), menjadi hari yang bersejarah. Diantara tiga dosen penguji, Bu Sas, Pak Totok, dan Pak Anung, serta Sekretaris Jurusan (Sekjur) Pak Taufik, saya pun akhirnya menjalani sidang proposal.

Setelah sempat terombang-ambing oleh ambiguitas jadwal (yang salah jadwal atau pembuatnya ya?). Kepastian menjalani sidang proposal didapat setelah Bu Sas, dua hari sebelumnya dengan penuh antusias menyampaikan agar saya bersegera menghadap Sekjur untuk mendapat tandatangan. Akhirnya, melewati beberapa jam dengan menunggu, nge-print, dan konfirmasi ke TU, kepastian jadwal pun menjadi sah tatkala surat undangan ujian dari unduhan web tersebut ter-stempel.

Perjuangan ternyata masih baru dimulai, Bu Sas mengigatkan agar jangan sampai lupa segala sesuatunya, termasuk powerpoint dan “kostum”. Saya pun segera menjawab dengan acungan jempol dan anggukan kepala. Terlintas, betapa dosen senior tersebut sungguh sangat peduli dengan para mahasiswa. Meskipun, saya sendiri termasuk bukan mahasiswa bimbingannya, namun kepeduliaannya dengan menelepon saya Rabu malam hingga tiga kali dan semuanya semuanya sukses tidak terangkat. Untungnya, ketika ditelepon balik, beliau masih saja berkenan dan memaklumi alasan bila ponsel ini butuh suplai daya, hehe..

Hari-H pun tiba, Jumat mubarakah. Dengan segenap doa dan persiapan yang sudah terangkum dalam cetakan draft proposal dan file Ppt di laptop, pagi itu saya bergegas menuju sekolah. Lho koq ke sekolah? Ada tanggung jawab absensi ektrakurikuler olahraga yang harus diserahkan pada Sie Kesiswaan. Jadi, setelah mengikuti briefing  tiga puluh menit, dengan masih menggunakan kemeja putih dan celana hitam, para guru hanya bertanya-tanya. Sampai kepala sekolah pun mengernyitkan dahinya. Saya bilang akan ujian/ sidang, dan setelah itu, banyak dukungan mengalir. Semuanya mendoakan agar sukses dan lancar.

Pukul sepuluh jadwal seharunya berlangsung, waktu yang bisa dikatakan mepet  dengan salat Jumat. Namun, hingga pukul 10.15 masih ada ujian proposal mahasiswa angkatan 2007. Saya pun akhirnya menunggu, sembari membaca sedikit-sedikit bahan yang akan saya presentasikan.

Usai beberapa menit, ada kode dari Sekjur untuk segera memasuki ruang sidang pindahan (karena yang asli sedang direnovasi). Setelah melihat sekitar ruangan yang sehari-harinya menjadi ruang kuliah tersebut, saya pun mengeluarkan amunisi berjenis Asus kaliber X450C dan melekatkannya dengan kabel penghubung LCD.  

Dalam bayangan, saya akan menjelaskan materi sidang proposal dengan berdiri. Namun, ketika Sekjur membuka sidang dengan ketukan satu kali dan memberi waktu sepuluh menit untuk saya memaparkan proposal dengan tetap duduk, saya akhirnya memposisikan tempat duduk yang bisa dikatakan kurang tinggi tersebut.

Banyaknya materi slide dibanding waktu yang tersedia, menjadikan beberapa point slide hanya tampil lalu. Dua belas menit ternyata waktu yang saya gunakan untuk paparan proposal, extra time dua menit dari waktu normal. Giliran para dosen penguji yang akan “membenahinya”.

Bu Sas, Dosen penguji pertama, langsung “menembak” dengan tiga pernyataan, bila syarat sebuah tulisan ilmiah haruslah berketelitian tinggi, bertujuan, dan ilmiah. Dengan terstruktur beliau menjelaskan bila proposal saya masih banyak ejaan dan penulisan kata yang salah. Selain itu, beberapa pengutipan kajian dan daftar pustaka masih belum sesuai dengan buku pedoman penulisan tugas akhir. Sebagai catatan, dosen matakuliah softbol tersebut mengutip kata pengantar yang saya tulis,  yang menurut beliau tidak sesuai kaidah penulisan kata pengantar pada umumnya. Dari banyaknya masukan tersebut, beliau sudah menandai beberapa kata yang kurang tepat dengan tinta merah, agar menjadi pengingat.

Giliran penguji kedua, Pak Totok. Dosen matakuliah renang tersebut memberi koreksi yang tidak kalah melimpah dengan Bu Sas. Beberapa catatannya tentang ihwal judul dan pendahuluan yang kurang tajam menjadi pembuka. Beliau masih belum sreg dengan tema yang saya ajukan: korelasi religiusitas atlet dengan sikap sportivitas. Dalihnya, hal tersebut akan mengaburkan esensi oahraga. Dan beliau menyarankan agar lebih memfokuskan pada sikap sportivtas seorang atlet sehingga memberi sumbangsih peran untuk penelitian.
 
Dan tibalah Pak Anung, Dosen penguji ketiga yang sekaligus menjadi pembimbing skripsi. Dosen matakuliah Psikologi Olahraga tersebut memberi masukan yang beragam. Dari pendahuluan, penulisan, kutipan, maupun instrument penlitian yang digunakan. Agar lebh tajam, lebih baiknya beliau menyarankan latar belakang agar diawali dengan paparan sikap atlet di lapangan yang menujukkan sikap religius.

Usai para penguji membedah kelayakan Proposal, kemudian pimpinan sidang mempersilakan saya untuk keluar ruangan. Setelah beberapa menit, akhirnya saya diminta masuk kembali dan mendengarkan keputusan, layak tidaknya Proposal saya untuk melaju pada tahap penelitian. Akhirnya, melalui hasil diskusi tiga Dosen penguji, diputuskanlah Proposal saya untuk melaju pada tahap berikutnya, dengan revisi tentunya.
 
Bismillah, perjuangan baru saja dimulai..  


5 August 2014

Wahai Guru, Jangan Berhenti atau Malu untuk Tetap Mengais Ilmu..

Syawal biasanya identik dengan semangat baru dalam memulai perjuangan. Spirit Ramadan yang masih melekat kuat, seolah jadi amunisi dalam menata niat dan memulai gerak langkah untuk menghambakan diri di hadapan-Nya. Menghambakan diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan tidak lain hanya untuk beribadah, ‘abdullah’.

Sebagai salah satu bentuk ibadah, mencari ilmu, baik untuk diri sendiri maupun untuk diamalkan kembali, yang notabene merupakan wujud perintah Allah untuk Nabi agar umatnya segera bergegas-semangat meraih kemuliaan ilmu, dari buaian hingga liang lahat!

"Al-'ilmun bila 'amalin, ka syajaratin bila tsamarin”, Ilmu tanpa amal, ibarat pohon yang tak berbuah. Demikianlah pepatah arab mengibaratkan, agar para pencari Ilmu tidak menyimpan ilmu yang dimilikinya hanya untuk dirinya sendiri, namun diamalkan agar daya manfaatnya dapat berguna bagi kemaslahatan banyak orang.

Meneladani pesan Nabi, “balighu anni walau ayah”, sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, seperti itulah kiranya landasan awal yang ditetapkan saat meburkan diri dalam kawah pendidikan. Menggarap ladang pendidikan sebagai lahan dakwah, yang menyeru dan mengajak pada sesuatu yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar, menuntun mereka dari ruang gelap menuju pada sebuah tempat yang lapang, luas dan terang.

Menjadi ‘mujahid-mujahid’ tarbiyah, mendidik generasi penerus dengan muatan keikhlasan plus niat hanya untuk mengharap ridha-Nya. Bukan dengan jalan kepasrahanlah kita mencari keridhaan Allah Ta'ala, namun, dengan kesungguhan niat, kerja keras, belajar tekun, dan pantang menyerah untuk menjadi profesional, baik dari kompetensi keilmuan atau integritas sikap dan tindakan.

Dari sedikit gambaran dari seorang ‘newbie’ yang sedang memulai perjuangan dalam dunia pendidikan. Beban-beban yang berada di pundak, seolah menjadi pacuan semangat yang pantang untuk dikendurkan. Teringat, ketika dulu masih di Graha Pena dan berakrab ria dengan istilah service exellent, maka dalam ranah praktis paedagogis,  makna tersebut seharusnya tak lekas pudar, namun harus lebih kuat menancap dalam bingkai integritas diri, moralitas sikap, dan profesionalitas kinerja dan mantapnya akidah. Karena hari ini kita sedang mendidik calon-calon generasi penerus bangsa. 

Wahai guru, jangan berhenti atau malu untuk tetap mengais ilmu..