Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

Blog Darul Setiawan

Manusia Biasa yang Ingin Mengagungkan PenciptaNya

28 September 2011

Kuliah Jurusan Olahraga, antara Stigma dan Realita

Sudah sering terdengar selentingan kabar, jika seorang mahasiswa yang kuliahnya mengambil jurusan olahraga, entah itu dalam program studinya dalam lingkup pendidikan, kepelatihan atau ilmu keolahragaannya dipandang  sebelah mata oleh sebagian orang. Pandangan mereka terhadap mahasiswa yang kuliah di ke-olahragaan adalah mereka kuliah hanya mengandalkan otot tanpa otak. 
Stigma tersebut sudah ada sejak zaman sebelum reformasi digaungkan atau tepatnya saat masa orde baru berlangsung (pertama kali sekolah olahraga dibuka). Menurut cerita dari para dosen, ketika dulu fakultasnya masih bernama STO (Sekolah Tinggi Olahraga), orang-orang sering memelesetkannya  bukan dengan arti yang sebenarnya, namun dengan istilah Sekolah Tanpa Otak.Mereka mengira kuliah di jurusan olahraga urusannya hanya berkutat dengan masalah fisik semata. Otot dinomorsatukan sementara otak dikesampingkan. 
Diakui memang, mahasiswa yang mengambil jurusan olahraga harus mempunyai fisik yang mumpuni. Karena kita menuntut ilmu di bidang keolahragaan, bukan kebatinan. Dan generasi awal  yang menempuh studi olahraga adalah mereka-mereka yang saat itu atau dulunya adalah para atlet. Karena mereka ingin melanjutkan karir menjadi seorang pelatih, pendidik atau seseorang yang ahli dalam bidang olahraga. Namun yang perlu digaris bawahi adalah sekolah dimanapun juga pasti mengandalkan otak. Dalam perkuliahan yang kami tempuh pun, kami tak hanya di-drill dengan mata kuliah yang berkutat pada tataran praktek, namun yang tak kalah adalah dari sisi intelektualitas yang dikedepankan. Psikologi, Sosiologi, Fisiologi, Biomekanik pun diajarkan, sementara renang, silat, basket, softball dan atletik dilakukan. Bisa dibilang inilah jurusan yang mengajarkan segalanya. Dan salah besar jika menganggap jurusan olahraga tanpa otak, tapi harus diralat menjadi Sekolah Tenaga dan Otak.(STO).

Ketika dulu menuntut ilmu dan berdjoeang di SMANOR-pun, yang notabene lebih mengandalkan otot, tuntutannya pun sama dengan siswa-siswa yang bersekolah di sekolah formal lainnya. Yakni harus ada ulangan harian, semesteran dan Ujian Nasional. Padahal setiap harinya kita diwajibkan untuk terus berlatih dan berlatih. Pagi, siang dan sore, Karena kita dituntut untuk berprestasi minimal dalam Kejuaraan Daerah. Dan yang lebih utama adalah karena kita sekolah, makan dan segala fasilitas yang ada di SMANOR adalah yang membiayai dari pajak yang dibayarkan para abang becak, abang jual bakso dan dari keringat sebagian masyarakat. Sangat tidak menyenangkan jika kita tidak meninggalkan prestasi di sekolah tersebut. Kami pun akan selalu mengingat pesan dari Pak Zaenal Arifin, guru matapelajaran Kewarganegaraan,"jika kita tidak dapat berprestasi, kita akan berhutang pada rakyat yang membiayai kita, lunasnya kapan? Sampai kita berprestasi".

16 September 2011

Semester 3: Sebuah Tantangan, Sebuah Pembuktian

Add caption
Senin, 12 September 2011, adalah hari pertama menempuh perkuliahan. Setelah rehat sejenak sekitar 3 bulan plus di-training mental dan spiritual dalam bulan ramadhan sebagai upaya "Character Building". Alhamdulillah upaya memandang masa depan melalui spiritualitas sebulan, dengan puasa (shaum ramadhan), qiyamul lail dan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, seolah menyeimbangkan aspek jasmani yang sudah ditempuh selama perkuliahan 2 semester. 

Laik halnya dengan semester-semester sebelumnya, pada semester ketiga kali ini, tantangan akan lebih berat tentunya. Namun, yang perlu diingat, selama kita hidup didunia, kita akan senantiasa diuji oleh Allah. Dan artinya setiap manusia harus sudah siap dengan ujian, tantangan, rintangan, dan masalah. Siapa yang akan menjadi pemenang adalah siapa yang siap untuk menghadapi masalah, dan siap/ optimis untuk bisa melewatinya. 

Ada 11 mata kuliah yang harus ditempuh pada semester ketiga ini. Dari jumlah tersebut ada 3 mata kuliah yang sifatnya hemaprodit, yaitu selain penilaian dari sisi teori, juga ditambah dalam segi praktek. Keduanya pun harus seimbang, atau malah sisi praktek yang lebih diunggulkan. "Masa dalam teori renang kita dapat nilai A, sedangkan praktek renangnya sendiri tidak bisa..", begitu ucapan dari seorang dosen renang lanjutan menggambarkan seperti apa penilaian dalam mata kuliah renang lanjutan.  
Menjadi mahasiswa FIK memang dituntut untuk mempunyai kompetensi yang tak hanya dalam segi teori, namun juga dalam sisi praktisnya. Mata kuliah renang lanjutan, bola basket dan softball adalah sebagian dari mata kuliah semester tiga yang mensyaratkan hal itu, seperti halnya mata kuliah lainnya yang sudah ditempuh pada semester satu dan dua. Namun, dengan bekal kesungguhan niat untuk menuntut ilmu dan sikap optimis dalam setiap nikmat sehat yang dianugerahkan, kita yakin untuk dapat menjadi agen perubahan, baik untuk dirinya, maupun orang lain.

***
Di kos-kosan, aku ucapkan selamat kepada seorang kawan sebelah kamar yang akan diwisuda Oktober nanti. Ada kepuasan yang terpancar dari wajahnya tatkala skripsinya dinyatakan lulus, dan ada perasaan bangga dalam diri untuk dapat mengikuti jejaknya lulus dari almamater kebanggaan, FIK-Unesa. Lambat laun ada muncul optimisme dalam diri ini. Bulan Oktober, saat angkatan 2007 diwisuda, aku masih semester 3. Dan aku masih ingat, 3 tahun lalu, di bulan Oktober, pertama kalinya aku bekerja. Tak terasa keputusanku 3 tahun lalu, mengantarkan aku sampai FIK sekarang...
(roelsebloe@gmail.com//Lab Kom Jurusan Pendidikan Olahraga)